Umumnya pengikut mazhab syafi’i menganggap prilaku berkumur serta menyedot air ke hidung sebagai salah satu kesunnahan dalam wudhu. Mereka beranggapan bahwa dua kesunnahan tersebut tidaklah berhubungan dengan kewajiban dalam wudhu sebagaimana membasuh wajah serta tangan.
Padahal keduanya memiliki keterkaitan dengan membasuh wajah. Dan sebab keterkaitan itu, sebagaian ulama’ sampai menyatakan bahwa berkumur dan menyedot air ke hidung saat wudhu, hukumnya adalah wajib. Berikut penjelasan ulama’ pakar tafsir dan pakar hukum fikih.
Baca juga: Surah Ash-Shaffat Ayat 96: Apakah Allah Swt Mengatur Seluruh Tindakan Manusia?
Bagian Wajah yang Wajib Dibasuh
Perdebatan ulama’ tentang hukum berkumur dan menyedot air ke hidung, sehingga ada yang menyatakan keduanya hukumnya sunnah dan ada yang menyatakan keduanya wajib, bermuara pada kewajiban dalam membasuh wajah. Apakah bagian dalam hidung serta mulut termasuk wajah yang wajib dibasuh?
Para ulama’ membahas hukum berkumur dan menyedot air ke hidung tatkala mengulas tafsir firman Allah yang berbuyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki (QS. Al-Ma’idah [5] :6).
Imam Ibn Katsir menjelaskan, cukup banyak riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tamadhmadha (berkumur) serta istingsyaq (menyedot air ke hidung). Sebagian riwayat tersebut terdapat dalam kitab hadis sahih, dan sebagian di selainnya. Ulama’ berbeda pendapat tentang hukum keduanya. Ada yang mewajibkan keduanya dalam wudhu serta mandi besar, ada yang menghukumi keduanya Sunnah dalam wudhu serta mandi besar, dan ada yang membedakan hukum keduanya pada saat wudhu serta mandi besar (Tafsir Ibn Katsir/3/48).
Baca juga: Mengenal Kesarjanaan Revisionis dalam Studi Al-Quran
Imam Ar-Razi menjelaskan bahwa Imam Syafi’i meyakini bahwa berkumur dan menyedot air ke hidung dalam wudhu hukumnya sunnah. Sedang Imam Ahmad dan Ishaq meyakini bahwa keduanya wajib dalam wudhu (Tafsir Mafatihul Ghaib/3/107).
Imam Al-Qurthubi mengungkapkan, bahwa berkumur dan menyedot air ke hidung ketika wudhu hukumnya wajib tidak hanya Imam Ahmad dan Ishaq, tapi juga Ibn Abi Laila, Hammad ibn Sulaiman, sebagian pengikut Imam Dawud, dan juga diriwayatkan dari Imam Az-Zuhri dan Atha. Namun Imam Al-Qurthubi juga menjelaskan, secara umum para ahli fikih menyatakan bahwa keduanya dalam wudhu hukumnya sunnah.
Sumber perbedaan pendapat di antaranya ada pada permasalahan, apakah bagian dalam hidung dan mulut termasuk bagian wajah yang wajib dibasuh? Imam Syafi’i dan yang sependapat dengannya menyatakan bahwa keduanya bukan bagian wajah yang wajib dibasuh. Sebab, yang dimaksud wajah adalah yang tampak saat berhadap-hadapan dengan orang lain. Mewajibkan keduanya sama saja mewajibkan sesuatu di luar yang sudah ditentukan oleh Al-Qur’an (Tafsir Al-Jami’ Liahkamil Qur’an/6/84).
Imam Ahmad meyakini bahwa keduanya termasuk bagian dari wajah yang wajib di basuh. Selain itu, dalam berbagai riwayat dijelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah meninggalkan berkumur dan menyedot air ke hidung. Imam Ahmad mewajibkan berkumur dan menyedot air ke hidung dan menganggap keduanya bagian dari membasuh wajah, sehingga tidak mewajibkan tartib di antara keduanya (Tafsir Munir/5/82 dan Al-Mausuah Al-Fiqhiyah/2/3859).
Baca juga: Empat Pemetaan Kajian Al-Qur’an dan Tafsir Yang Penting Diketahui
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dari perdebatan mengenai kewajiban berkumur dan menyedot air ke hidung adalah, kuatnya dasar yang dipakai masing-masing pihak. Meski Imam Al-Qurthubi mengungkapkan bahwa secara umum ahli fikih menganggap keduanya sunnah, tapi sepatutnya kita lebih berhati-hati dengan tidak mengabaikan berkumur dan menyedot air ke hidung meski meyakini bahwa keduanya sunnah. Sehingga bagi ulama’ yang memandang keduanya wajib, wudhu kita juga dianggap sah. Wallahu a’lam bish showab [].