Raden Haji Hadjid merupakan salah satu murid dari KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Beliau hidup pada rentang waktu 1898-1977 pada masa kolonial Belanda, Jepang, dan pasca kemerdekaan Indonesia. Beliau memiliki salah satu karya yang dapat digolongkan dalam tafsir Nusantara, yaitu Tafsir Fatihah.
Melalui tulisan ini, penulis bermaksud memperkenalkan Tafsir Fatihah karya RH Hadjid. Penulis menggunakan Metodologi Tafsir Islah Gusmian untuk membedah Tafsir Fatihah. Islah Gusmian dalam memetakan karya tafsir membagi dalam dua aspek, yaitu aspek teknis dan aspek hermeneutik. Aspek teknis meliputi sistematika penyajian tafsir, bentuk penyajian tafsir, gaya bahasa penulisan tafsir, bentuk penulisan tafsir, sifat mufasir, keilmuan mufasir, asal-usul literatur tafsir, dan sumber-sumber rujukan. Sedangkan aspek hermeneuttik meliputi meode tafsir, nuansa tafsir, dan pendekatan tafsir (Gusmian, 2013).
Biografi Raden Haji Hadjid
Raden Haji Hadjid lahir pada 29 Agustus 1898 di Kauman, Yogyakarta. Beliau lahir dari pasangan RH Djaelani dan R.Nganten Muhsinah. RH Hadjid memulai pendidikan formal dari Sekolah Rakyat (SR). Di umurnya yang masih sangat muda, beliau diajak ayahnya berhaji ke Makkah. Kembali dari tanah suci, beliau nyantri di Pondok Jamsaren, Surakarka dan mengikuti Madrasah Menengah di sana mulai tahun 1910-1913. Setelah itu, beliau nyantri di Pondok Tremas, Pacitan, Jawa Timur pada tahun 1913-1916. Setelah tiga tahun di Pondok Termas, beliau melanjutkan rihlah intelektual di Madrasah al-Attas Jakarta selama dua tahun yaitu 1916-1917.
RH Hadjid kemudian kembali ke Kauman setelah mendengar berdirinya Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan. Selain sebagai murid muda KH. Ahmad Dahlan, beliau meniliki andil besar dalam perkembangan Muhammadiyah. Berkat pengalamannya menjadi guru Standart School Muhammadiyah, Hollandsch Indische School (HIS) Muhammadiyah, dan Kweek School Muhammadiyah, beliau mendapat kepercayaan sebagai Direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah (1924-1933) dan selanjutnya menjadi Direktur Madrasah Muallimat Muhammadiyah (1933-1941). Pada tahun 1951-1959, beliau menjadi Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Pada masa penjajahan Jepang, beliau ditunjuk untuk duduk di :Lembaga Agama. Pada masa awal kemerdekaan beliau diangkat menjadi Wakil Kepala Jawatan Agama DIY dan kemudian menjadi Kepala Pengadilan Agama DIY pada tahun 1948 hingga 1957. Setelah itu berlanjut beliau menjadi Pengurus Pusat Ikatan Hakim Islam pada tahun 1957 hingga 1970 (Muchlas Abror, Suara Muhammadiyah).
Beberapa karya tulisnya antara lain : Kalimah Syahadat Bahasa Jawa, Tafsir al-Fatihah, Pedoman Dakwah Umat Islam, Pedoman Tabligh Bahasa Jawa (Jilid I,II,III), Buku Fikih, Tafsir al-Quran juz 1-18, Tujuh Belas Ayat-ayat, Kitab Pertjontohan Pemoeda-Pemoeda Kita, Falsafah Ajaran KH. Ahmad Dahlan, Buku Belajar Huruf Hijaiyah, Piwoelang Islam, Goeroe Tabligh, dan Perkawinan Menurut Adat dan Asas Perkawinan Setjara Islam (Laka H.S., dkk., Percikan Pemikiran Tokoh Muhammadiyah untuk Indonesia Berkemajuan, 159).
Aspek Teknis
Tafsir Fatihah karya Raden Haji Hadjid dilihat dari aspek teknisnya dapat dibedah sebagaimana akan dijelaskan. Dari segi sistem penyajianya menggunakan sistem penyajian tematik karena hanya fokus membahas surat al-Fatihah. Bentuk penyajiannya tergolong dalam benuk penyajian rinci, yaitu suatu bentuk uraian dengan menggunakan penjelasan yang detail. Tafsir Fatihah dimulai dengan mencantumkan surat al-Fatihah secara lengkap beserta artinya menggunakan tulisan Arab pegon.
Kemudian secara global menjelaskan seluk beluk surat al-Fatihah yang berisi ajaran tauhid, ibadah, janji dan ancaman, serta ibrah dari kisah sehingga surat al-Fatihah dikatakan sebagai ummul kitab (induk dari al-Qiran) di dalam sub judul “Bebuka (Mukadimah) Tafsir Fatihah” dan keterangan ini dirinci pada saat menafsirkan ayat per ayat. Selain itu, surat al-Fatihah dianalogikan seperti biji yang merupakan cikal bakal dari sebuah pohon sehingga tidak heran surat al-Fatihah menjadi surat pembuka (Tafsir Fatihah, 3).
Bentuk gaya bahasanya menggunakan gaya bahasa penulisan reportase dengan menggunakan kalimat sederhana , elegan, komunikatif dan human intens. Sepanjang penafsiran, pembaca diminta untuk merenungi tiap makna yang terkandung dalam ayat. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Bentuk penulisan tafsirnya tergolong pada bentuk penulisan non ilmiah sehingga tidak didapati catatan kaki apapun yang menunjukkan referensi tafsir. RH Hadjid menulis sendiri tafsirnya namun tidak diketahui kapan kitab tersebut dicetak.
Penulis hanya menemukan keterangan pada sampul terdapat tulisan “PENGETJAPAN ABDOELNGALEM-DJOGJA”. Dari segi keilmuan mufasir beliau merupakan seorang ahli fikih. Terkait sumber, dalam Tafsir al-Fatihah tidak dicantumkan sumber rujukan baik dalam bentuk catatan kaki maupun keterangan langsung dalam kitab.
Aspek Hermeneutik
Metode Tafsir Fatihah yang digunakan adalah metode bi ra’yi. Raden Haji Hadjid hanya sedikit mencantumkan riwayat dalam menjelaskan makna-maknanya dan juga tidak terlihat menginduk pada kitab tafsir tertentu. Akan tetapi, penafsiran sebagaimana yang dilakukan oleh RH Hadjid dapat ditemukan pada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar. .
Tafsir Fatihah bernuansa sosial kemasyarakatan dan bernuansa teologis. Penulisan tafsir Fatihah memang ditujukan kepada khalayak umum pada masanya untuk mengajak semua orang lebih mentadabburi makna surat al-Fatihah. Hal ini terlihat pada anjuran-anjuran yang beliau lontarkan untuk membacakan kitabnya ini sehari sekali, seminggu sekali, atau sebulan sekali di majlis-majlis pengajian.
Dari sisi teologis, ketika menafsirkan ayat 4 beliau mengkritik orang yang secara zahir sudah menjalankan syariat Allah padahal hatinya tidak mengakui Allah, maka dia termasuk munafik. Beliau juga mengkritik orang yang pasrah sepenuhnya kepada Allah tapi secara zahir da tidak melaksanakan apa yang menjadi syariat Allah, yaitu berusaha. Ibadah yang sejati menurut beliau adalah dari batinnya dia pasrah sepenuhnya kepada Allah dan zahirnya melakukan apa yang sudah disyariatkan Allah, mengikuti tindak tanduk Rasulullah, dan mengamalkan isi al-Quran (Tafsir Fatihah, 21).
Baca Juga: Surah Al Fatihah dan Ijazah Doa KH Achmad Asrori Al-Ishaqi
Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kontekstual. Beliau menyatakan dalam kitabnya bahwa bila ajaran tauhid dalam surat al-Fatihah dihayati, maka bisa menghindarkan orang dari penyembahan terhadap berhala, kuburan, kepercayaan pada gugon tuhon dimana masyarakat Jawa memang eratdengan budaya ini, dan menghindarkam diri dari takut terhadap raja-raja zalim.
Penutup
Tafsir Fatihah karya Raden Haji Hadjid memiliki nafas tadabbur ayat dalam setiap penafsiran ayatnya. Melalui tafsirnya ini, Raden Haji Hadjid berusaha berdakwah menyebarkan ajaran untuk mentauhidkan Allah. Salah satu keunikan dari Tafsir Fatihah adalah kemampuan Raden Haji Hadjid menemukan korelasi ayat per ayat sehingga penafsiran menjadi utuh dan tidak parsial.
Misalnya beliau menjelaskan bahwa alasan susunan ayat al-raḥmā al-rahīm kemudian māliki yaum al-dīn adalah agar manusia tidak terpaku pada sifat pengasih dan penyayang Allah sehingga dia semena-mena melanggar aturan Allah. Manusia harus ingat bahwa selain Pengasih dan Penyayang, Allah juga menguasai hari akhir sehingga mansia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan-Nya (Tafsir Fatihah, 16). Wallahu a’lam.