BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir DuniaIbnu Al-Arabi atau Ibnu Arabi? Inilah Dua Mufasir dari Andalusia

Ibnu Al-Arabi atau Ibnu Arabi? Inilah Dua Mufasir dari Andalusia

Bagaimana sebenarnya penyebutan yang benar untuk nama salah seorang cendekia Muslim, Ibnu Al-Arabi atau Ibnu Arabi? Keduanya tidak keliru, karena keduanya merupakan cendekia Muslim abad pertengahan yang memiliki nama yang nyaris seiras. Keduanya juga seorang mufasir Al-Quran, dan sama-sama berasal dari semenanjung Iberia atau Andalusia. Perbedaannya, yang satu memakai “al-ma’rifat (alif lam) pada namanya, dan yang satunya lagi tidak. Karya tafsir kedua alim tersebut juga memiliki corak yang berbeda. Tafsir karya Ibnu Al-Arabi bercorak fiqhi, sedangkan tafsir anggitan Ibnu Arabi beraliran tafsir isyari/sufistik.

Baca Juga: Ibnu Athiyyah, Mufasir Al-Quran dari Granada Spanyol

Ibnu Al-Arabi, Seorang Mufasir yang Faqih dari Sevilla

Ibnu Al-Arabi lahir di Isybilia, sekarang Sevilla, Spanyol, pada tahun 468 H/1076 M. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad yang terkenal dengan Ibnu Al-Arabi al-Ma’afiri al-Isybili. Sejak kecil, ia telah dididik oleh ayahnya yang merupakan seorang ahli fiqih dan ulama besar di Sevilla.

Sebagaimana kutipan Farid Wajdi dalam Dairat al-Ma’arif li al-Qarn al-‘Isyrin, di usianya yang ke-17 Ibnu Al-Arabi telah diajak rihlah menimba pengetahuan oleh ayahnya ke kota-kota penting keilmuan seperti Baghdad, Damaskus, Kairo, dan Iskandariyah (Alexandria). Sekembalinya dari studinya ke luar daerah, Ibnu Al-Arabi menjadi orang yang sangat alim yang menguasai berbagai disiplin ilmu seperti hadis, fiqh, ushul, ulumul quran, balaghah, gramatika Arab, dan sejarah.

Meski menguasai banyak disiplin keilmuan, Ibnu Al-Arabi terkenal sebagai seorang ahlul fiqhi atau faqih. Madzhab yang dianutnya adalah Maliki. Ia sempat diangkat menjadi seorang qadhi yang sangat tegas dan berwibawa di Seville. Namun beberapa waktu kemudian, ia mengundurkan diri dan memilih menyibukkan diri untuk mengajar dan menulis. Dan dalam aktivitas tersebut, Ibnu Al-Arabi telah menorehkan belasan kitab yang sangat berharga.

Di antara kitabnya yang terkenal adalah tafsir Al-Quran, sehingga julukan mufasssir pun pantas disandang Ibnu Al-Arabi. Kitab tafsir tersebut berjudul Ahkam al-Qur’an. Menurut penuturan Musthafa al-Hanafi dalam Kasyf al-Syubuhat ‘an al-Musytabihat, 500 ayat dalam Ahkam al-Quran dan sisanya bukan merupakan ayat ahkam. Meskipun corak penafsiran ayat ini didominasi madzhab Maliki, namun kitab ini memberikan keterbukaan makna lain di luar madzhab, sebagaimana keluasan ilmu Ibnu Al-Arabi. Kitab tafsir ini juga menjadi rujukan penting di Andalusia bagi karya tafsir setelahnya seperti Tafsir Al-Qurtubi.

Baca Juga: Tafsir Fiqh (3): Ibn Al-Arabi dan Ahkam al-Qur’an-nya

Ibnu Arabi, Seorang Mufasir dan Sufi Kenamaan dari Mursia

Ibnu Arabi yang disebut kedua ini merupakan seorang filsuf dan salah satu sufi terbesar dalam dunia Islam. Ia lahir di Mursia, Spanyol tahun 560 H, dan memiliki nama asli Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Abdillah al-Hatimi at-Ta’iy. Kelahirannya bertepatan pada era mulukut thawaif (pecahnya kerajaan menjadi kerajaan-kerajaan kecil), konflik, dan penyerangan kelompok reconquista (kelompok penakluk Kristen). Namun, Ibnu Arabi cukup beruntung karena dilahirkan di keluarga terpandang, hartawan, dan berilmu. Sehingga memberikan kesempatan kepadanya untuk mengenyam pendidikan sedari kecil.

Ia memulai pendidikan awalnya di Lisabon, kemudian pindah dan menetap di Sevilla. Selama di menetap di sana, Ibnu Arabi melakukan banyak rihlah ilmiah ke berbagai daerah seperti Tunisia, AlJazair, Makkah, dan Mesir. Ia bertemu dengan banyak sekali guru. Keterangan dalam Futuhat Al-Makiyyah memberikan penjelasan bahwa Ibnu Arabi bertemu dengan banyak sekali sufi dan filsuf terkemuka, serta para intelektual lintas agama.

Pergumulannya dengan banyak pemikiran mengantarkan Ibnu Arabi memiliki ketajaman intelektualitas yang tinggi. Hingga kemudian, di akhir perjalanan intelektual dan spiritualnya, ia menempuh jalan menjadi seorang sufi. Syaikh Al-Akbar merupakan julukan atas kebesarannya sebagai seorang sufi yang namanya hanya dapat ditandingi oleh Al-Ghazali.

Ibnu Arabi termasuk salah satu intelektual yang produktif. Setiap kali rihlah ia selalu menuliskan satu atau beberapa karya. Menurut penuturan Browne dalam A Literary History of Persia tercatat tidak kurang dari 500 buah judul karya yang telah dihasilkan Ibnu Arabi, baik berupa buku maupun artikel pendek. Bidang Al-Quran pun juga tidak luput dari goresan tintanya, hingga akhirnya ia menelurkan dua buah karya tafsir Al-Quran fenomenal yang bertajuk Fusus al-Hikam dan Futuhat al-Makiyyah. Sebagaimana mufasir dengan latar belakang sufi, tak pelak lagi, kedua kitab hasil penafsiran Ibnu Arabi tersebut sangat bernuansa sufistik.

Fusus al-Hikam, sebuah kitab yang berisi 27 bab tentang kenabian tersebut diakui Ibnu Arabi sebagai ilham dari Nabi Muhammad. Adapun kitab Futuhat Al-Makiyyah, kitab yang ditulis paling akhir yaitu pada saat di Makkah, diutarakan Ibnu Arabi sebagai ilham dari Sang Ilahi. Sebagaimana karakteristik tafsir isyari pada umumnya, ia tidak terususun secara sistematis. Kedua kitab tafsir Ibnu Arabi pun juga demkian, tidak terikat pada satu pakem sistematika penyusunan disiplin ilmu tafsir, tapi lebih menjelaskan makna-makna Al-Quran secara esoterik. Kedalaman makna kitab inipun hingga hari ini diakui oleh banyak sarjana Barat maupu Timur sebagai satu bentuk spiritualitas tertinggi.

Baca Juga: Mengenal Corak Sufistik Tafsir Ruh Al-Ma’ani Karya Al-Alusi

Ibnu Arabi atau Ibnu Al-Arabi, adalah dua orang mufasir yang sama-sama berasal dari Barat Islam, Andalusia, yang memiliki konsentrasi disiplin keilmuan yang sangat berbeda. Terlihat kentara sekali perbedaan corak penafsiran Ibnu Al-Arabi dalam Ahkam al-Quran dengan Ibnu Arabi dalam Fusus al-Hikam dan Futuhat al-Makiyyah-nya. Meski berbeda disiplin keilmuan, tapi tetap saja kedua cendekia alim tersebut sejatinya merupakan berlian berharga yang dimiliki Islam. Wallahu a’lam.

Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Peminat Literatur Islam Klasik dan Kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...