BerandaUlumul QuranPerbedaan antara Teori dan Aplikasi dalam Rasm ‘Utsmaniy

Perbedaan antara Teori dan Aplikasi dalam Rasm ‘Utsmaniy

Salah satu bentuk keunikan dalam tradisi keilmuan Islam adalah adanya perpaduan yang menarik antara teori dan aplikasi. Di satu kesempatan, keduanya boleh jadi saling support. Namun di kesempatan yang lain, keduanya bahkan akan saling bertolak satu sama lain dan berjalan di tempatnya masing-masing.

Hubungan yang terjadi diantara keduanya ini menunjukkan bahwa, kadang satu teori keilmuan akan diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Namun tak jarang, teori akan tetap dibiarkan menjadi teori tanpa diikuti dengan langkah aplikasi.

Pada tulisan kali ini, ijinkan penulis bercerita tentang hubungan teori dan aplikasi dalam kajian rasm ‘utsmaniy yang boleh dikatan, terjadi selisih di antara keduanya. Dimana teori yang ada tidak dibarengi dengan aplikasi nyata.

Selisih Pendapat Teori Rasm ‘Utsmaniy

Mereka yang mengkaji rasm ‘utsmaniy pasti mengerti bahwa di dalamnya terdapat selisih pendapat, setidaknya dalam dua masalah besar: hakikat wujud dan hukum aplikasinya. Masalah yang pertama, tentang hakikat wujud, berkutat pada apakah rasm ‘utsmaniy adalah sesuatu yang tauqifiy atau ijtihadiy.

Baca Juga: Mengenal Kitab Bahr al-‘Ulum; Tafsir Klasik dari “Negeri di Seberang Sungai”

Pendapat tauqifiy mengacu pada isi kandungan QS. Al-Hijr [15] ayat 9, sebuah riwayat yang menyebutkan Nabi Saw. pernah memberikan arahan penulisan secara langsung terhadap Mu‘awiyah yang kala itu berstatus katib al-wahy, dan sirr (rahasia) yang tersimpan dari adanya perbedaan tulisan Al-Qur’an yang pastinya memiliki alasan-alasan tertentu.

Beberapa tokoh yang dinisbatkan pada pendapat ini adalah Malik bin Anas (w. 179 H.), Ahmad bin Hanbal (w. 241 H.) –shahibay al-madzhab-, Yahya al-Naisaburiy (w. 226 H.), dan Ahmad bin al-Husain al-Baihaqiy (w. 450 H.).

Sedangkan pendapat kedua yang menyebut bahwa rasm adalah ijtihadiy memberikan argumentasi lain yang menolak kebenaran hujjah atas QS. Al-Hijr dan riwayat sebelumnya. Pendapat kedua ini bahkan mengklaim bahwa tidak ada satu nash pun yang mengharuskan satu model penulisan tertentu dalam Al-Qur’an.

Pendapat ini lebih mendasarkan pada aspek kesejarahan penulisan Arab, yang karenanya tokoh masyhur yang dianggap mendukungnya adalah ‘Abd al-Rahman Ibn Khaldun (w. 808 H.). Meskipun sejatinya terdapat satu tokoh lagi yang mestinya lebih awal, Abu Bakr al-Baqilaniy (w. 403 H.).

Sementara masalah kedua yang menjadi aspek perdebatan kajian rasm adalah hukum aplikasinya dalam penulisan Al-Qur’an. Secara umum, perdebatan yang ada dapat dipetakan menjadi empat pendapat: wajib, jawaz atau boleh, haram, dan tafshil atau terjadi pemilahan hukum.

Aplikasi Rasm dalam Mushaf Al-Qur’an

Ketika mencermati penulisan mushaf-mushaf di dunia, perbedaan pendapat yang telah disebutkan sebelumnya ternyata tidak memberikan dampak yang berarti. Ragam hukum yang ada tidak kemudian menjadi pijakan untuk memilih: mengaplikasikan karena wajib atau tidak mengaplikasikan karena hanya ‘boleh’ atau bahkan haram. Dan penulisan Al-Qur’an tetap sedapat mungkin dilakukan mengikuti kaidah rasm.

Mushaf al-Madinah al-Nabawiyyah cetakan Mujamma‘ Malik Fahd misalnya, mengikuti kaidah rasm syaikhani dengan tarjih terhadap mazhab Abu Dawud. Atau Mushaf al-Jamahiriyyah Libya yang lebih men-tarjih Al-Daniy. Dan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia yang meski tidak menyebut tarjih-nya, condong kepada Al-Daniy. Yang disebutkan terakhir ini bahkan sempat mengalami pergantian dan penyempurnaan rasm dalam beberapa penulisan yang ada.

Baca Juga: Ragam Qiraat Sebagai Hujah Kebahasaan, Antara Mazhab Basrah dan Kufah

Hal ini berarti bahwa kelonggaran yang tersedia dari adanya perbedaan pendapat yang ada tidak lantas menjadi sebuah argumentasi untuk tidak menerapkan rasm Al-Qur’an. Lebih dari itu, perbedaan pendapat mengenai rasm hanya berhenti pada tataran kajian teoritis semata, tidak sampai pada level praktis.

Hal ini juga berarti bahwa berpedoman pada sebuah teori keilmuan tidak dapat dibenarkan manakala tidak disertai dengan tinjauan aspek aplikasinya di kehidupan yang nyata. Karena aplikasi memiliki fungsi konfirmasi terhadap setiap teori. Wallahu a‘lam bi al-shawab.

Nor Lutfi Fais
Nor Lutfi Fais
Santri TBS yang juga alumnus Pondok MUS Sarang dan UIN Walisongo Semarang. Tertarik pada kajian rasm dan manuskrip kuno.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

surah al-Baqarah ayat 274 dan sedekah ala Ali bin Abi Talib

Surah Al-Baqarah Ayat 274 dan Sedekah Ala Ali bin Abi Thalib 

0
Ali bin Abi Talib merupakan sepupu Nabi Muhammad saw. sekaligus suami dari putrinya, Sayyidah Fatimah az-Zahra. Beliau sangat terkenal dengan kemurahan hati dan kedermawanannya...