BerandaTafsir TematikTafsir Surah Ali Imran Ayat 3-4: Bagaimana Cara Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah?

Tafsir Surah Ali Imran Ayat 3-4: Bagaimana Cara Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah?

Beriman kepada Kitab-kitab Allah menjadi salah satu konsekuensi wajib bagi umat Islam melengkapi kewajiban iman pada empat hal lainnya, iman kepada Allah, Malaikat, Rasul dan hari akhir. (QS. al-Baqarah [2]: 285; QS. al-Nisa’ [4]: 136). Uniknya, kitab yang harus diimani oleh umat Islam tidak hanya kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yaitu Al-Quran, kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad juga wajib diimani. Ini terjadi karena ada ketersinambungan antara kitab-kitab tersebut yang tidak lain berasal dari sumber yang sama.

نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ (3) مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ (4)

Artinya: (3) Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. (4) Sebelum (Al Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).

Baca Juga: Keterkaitan Al-Quran, Kitab-Kitab Terdahulu dan Keragaman Syariat

Pengakuan Al-Quran atas eksistensi kitab-kitab suci sebelumnya

Kandungan pembuka surah Ali Imran ini memang tidak bisa dilepaskan dari situasi dan kondisi ketika ayat ini diwahyukan. At-Tabari dalam sebuah riwayatnya mengatakan bahwa awal surah Ali Imran (ayat 1-80 ada yang mengatakan hingga 83) turun berkenaan dengan kasus perdebatan Rasulullah dengan kaum Nasrani Najran mengenai ketuhanan Isa putra Maryam. Empat ayat ini bermaksud untuk merespon beberapa pertanyaan yang menantang kerasulan dan ajaran Nabi Muhammad.

Uniknya, Al-Quran menanggapi masalah tersebut dengan malah memberikan pengakuan terhadap kitab suci kaum Nasrani Najran. Melalui ayat ini Allah menegaskan bahwa Ia tidak hanya menurunkan kitab Al-Quran, sebelum Al-Quran dan sebelum Nabi Muhammad sudah ada beberapa kitab Allah lainnya yang diturunkan kepada para Nabi sebelumnya. Pernyataan Allah ini mempunyai konsekuensi logis bahwa pada hakikatnya kitab-kitab Allah itu satu, dalam arti bahwa misi yang dibawa sama, karena berasal dari sumber yang sama pula.

Lebih luas lagi, kitab-kitab Allah selain Al-Quran tidak hanya Taurat dan Injil, di ayat yang lain Allah juga menyatakan bahwa ada kitabNya yang bernama Zabur yang diberikan kepada Nabi Dawud, (QS. al-Nisa’ [4]: 163; QS. al-Isra’ [17]: 55) selain itu juga ada suhuf Nabi Ibrahim (QS. al-A’la [87]: 19) dan sebagainya. Sampai di sini Al-Quran berarti mengakui eksistensi adanya kitab-kitab Allah selain Al-Quran yang harus diimani.

Baca Juga: Surat at-Tin dan Simbol Ketersinambungan Antaragama

Setiap kitab suci punya tantangan dan respon penolakan

Namun demikian, di tempat yang berbeda Al-Quran memberikan isyarat lain mengenai Taurat dan Injil. Di surah al-Maidah [5]: 13 dinyatakan bahwa “mereka telah mengubah-ubah kalimat Allah dari tempatnya, dan mereka tinggalkan sebagian dari (isi kitab) yang telah dijadikan peringatan untuk mereka.”

Dalam hal ini Hamka (Tafsir Al-Azhar, Juz III, hal. 104) telah menjelaskan perihal persepsi-persepsi tentang Taurat yang berbeda-beda, mulai dari Islam, Nasrani dan Yahudi sendiri. Islam dengan Al-Qurannya menamakan Taurat pada wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa. Sedangkan menurut Yahudi dan Nasrani, dengan mengutip keterangan ahl al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) ia mengatakan bahwa kitab Taurat yang diyakini oleh Yahudi hanya meliputi lima Kitab: Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat, Kitab Ulangan dan Kitab Bilangan. Menurut Yahudi, lima kitab ini ditulis sendiri oleh Musa atau paling tidak Musa menyuruhnya untuk ditulis.

Berbeda dengan keyakinan Yahudi tersebut, Mukhlisin Purnomo dalam Sejarah Kitab-Kitab Suci, hal. I menjelaskan bahwa Nasrani mempunyai persepsi bahwa Taurat adalah semua kitab Nabi-nabi, sejarah para Raja dan para Hakim Bani Israil sebelum Isa Almasih. Mereka juga menyebutnya dengan Perjanjian Lama (Old Testament) atau Wasiat Yang Lama.

Mengutip keterangan dalam Kitab Ulangan. 31. Hamka menyampaikan terkait historisitas Taurat. Di situ dijelaskan bahwa Musa menulis Taurat dan menyampaikan pada kaumnya, memerintah mereka untuk membacanya secara berulang-ulang, mematuhi isinya, mengabarkan ajal Musa yang sudah dekat dan memberitahu perihal keadaan Bani Israil selepas wafatnya. Salah satu ayat dalam pasal ini mengabarkan bahwa kelak umat Musa akan berpaling ke tuhan yang lain dan mengingkari perjanjian dengan Tuhannya.

Rekaman tertulis dalam Kitab Ulangan tersebut menjadi penegas sekaligus penguat tentang originalitas kitab Taurat yang benar-benar ditulis oleh Musa. Akan tetapi ahli sejarah menyatakan pula bahwa Taurat yang ditulis oleh Musa itu telah terbakar tatkala Nebukadnezar membakar dan menjarah Jarusalem dan membumi-hanguskan Baitul Maqdis. Setelah kemudian dibebaskan dan dipulangkan oleh raja Persia yatu Korusy, maka mereka mulai menyusun kembali pesan-pesan pusaka Musa dan sejarah Bani Israil sejak keluar dari Mesir. Sejak inilah muncul Taurat yang baru dan kemudian beredar hingga sekarang.

Sementara itu, Injil berbeda dengan Taurat. Taurat sudah menyinggung mengenai pencatatannya yang memang ditulis oleh Musa dan dihafal oleh pengikutnya, sedangkan Injil tidak demikian, tidak ada keterangan dalam Perjanjian baru yang menyatakan bahwa Isa pernah menulis Injil. Murid-muridnyalah yang mencatat ajaran yang Isa sampaikan. Dari sekian banyak murid yang mencatat ajarannya tersebut, hanya empat yang diakui oleh Kristen, yaitu Injil Markus, Matius, Lukas dan Yohannes. Demikian penjelasan Mukhlisin Purnomo dalam Sejarah Kitab-Kitab Suci, hal. 147. Adapun Injil yang dimaksud Al-Quran adalah wahyu Allah yang turun kepada Nabi Isa yang kemudian disampaikan kepada umatnya.

Melihat historisitas Injil yang demikian, yang sangat memberi peluang terhadap perselisihan dan perubahan, maka dapat dimaklumi ketika Al-Quran mengingatkan untuk berhati-hati dalam ‘membaca’ Injil, terlebih Injil yang beredar sekarang. (QS. Al-Maidah [5]: 14)

Baca Juga: Bagaimana Sikap Kita Terhadap Ajaran dalam Kitab Taurat dan Injil?

Tidak hanya Taurat dan Injil yang mempunyai masalah terkait otentisitas, Al-Quran pun juga demikian. Problem ini datang dari kajian orientalis tentang Al-Quran, khususnya mengenai sejarah kodifikasinya. Salah satu dari mereka yakni Arthur Jeffery mengatakan –sebagaimana dikutip oleh Muhammad Yusuf dalam “Sejarah dan Kritik Terhadap Al-Quran (Studi Pemikiran Arthur Jeffery)”- bahwa teks Al-Quran yang dihimpun pada zaman Abu Bakar itu bukan teks revisi resmi dari Nabi, melainkan hanya koleksi pribadi Zayd bin Tsabit yang dibuat untuk Abu Bakar, karena menurut Jeffery Nabi Muhammad tidak pernah berniat untuk mengumpulkan wahyu.

Selain itu Jeffery juga mengaggap penyusunan Mushaf Usmani hanya political reasons. Mushaf ini menurutnya tidak shahih karena berbeda dengan koleksi mushaf sahabat yang lain, yatu mushaf Ibn Mas’ud yang di situ tidak dicantumkan surah al-Fatihah dan Mu’awwidzatain). Jeffery pun berpendapat bahwa tiga surah itu bukan Al-Quran, melainkan hanya tambahan dari produk agama.

Tuduhan Jeffery ini sudah terjawab oleh kalangan Muslim dengan diwakili oleh Mustafa A’zami dan al-Qattan. Menurut A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation hal. 338, Nabi tidak menyerahkan naskah kepada sahabat untuk dijadikan pedoman, karena kekhawatiran Nabi akan masih adanya nasikh-mansukh, wahyu baru ataupun perpindahan urutan ayat-ayat di kemudian hari, mengingat wahyu masih akan terus berproses. Kenapa Umar takut kehilangan Al-Quran? Karena tradisi penurunan Al-Quran melalui otoritas yang saling beruntun, mulai dari Nabi hingga sahabat dan kematian mereka mengancam terputusnya kesaksian.

Penjelasan di atas setidaknya memberi pesan bahwa setiap kitab suci yang hadir di masanya mempunyai tantangan dan penolakannya tersendiri, terlebih jika disandingkan dengan kitab suci sebelumnya. Nah, melalui surah Ali Imran ayat 3-4 ini Al-Quran menyontohkan cara beriman kepada kitab-kitab Allah.

Limmatus Sauda
Limmatus Sauda
Santri Amanatul Ummah, Mojokerto; alumni pesantren Raudlatul Ulum ar-Rahmaniyah, Sreseh Sampang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...