BerandaTafsir TematikTafsir AhkamBagaimana Sikap Kita Terhadap Ajaran dalam Kitab Taurat dan Injil?

Bagaimana Sikap Kita Terhadap Ajaran dalam Kitab Taurat dan Injil?

Hidup berdampingan bersama orang yang berbeda agama kadang memberikan pengalaman yang berbeda. Di antaranya mengenal kitab suci agama lain seperti kitab Taurat dan Injil. Kita menjadi mengetahui ajaran-ajaran kaum Yahudi dan Nasrani. Ada sebagian ajaran keduanya yang tampak selaras dengan Islam, dan ada pula yang tidak.

Keadaan ini kadang menimbulkan pertanyaan bagi sebagian umat muslim. Bagaimana sikap mereka yang seharusnya, saat berhadapan dengan ajaran-ajaran kitab suci yang termasuk diimani dalam Islam seperti kitab Injil dan Taurat? Apakah membenarkannya, mengabaikannnya, atau memilah-milahnya?

Kaum Yahudi Mengenalkan Taurat Kepada Umat Muslim

Al-Qur’an membicarakan persinggungan antara kaum Muslim dan Yahudi di antaranya di dalam ayat yang berbunyi:

وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ وَقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِالَّذِيْٓ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَاُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَاِلٰهُنَا وَاِلٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَّنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ ٤٦

Janganlah kamu mendebat Ahlul kitab melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim di antara mereka. Katakanlah, “Kami beriman pada (kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu. Hanya kepada-Nya kami berserah diri.” (Al-‘Ankabut [29] 46).

Ibn Jarir tatkala menafsiri ayat di atas menyatakan, Allah berfirman kepada orang-orang mukmin yang dilarang mendebat ahli kitab kecuali dengan hal yang baik: “Ketika ahli kitab (Taurat dan Injil) menyampaikan sesuatu dari kitab mereka dan memberi tahu sesuatu yang mungkin serta bisa saja mereka berkata jujur atau berdusta, dan kalian tidak tahu bagaimana sejatinya mereka tentang hal itu, maka berucaplah “Kami beriman pada (kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.” Yaitu yang ada di dalam Taurat dan Injil (Tafsir At-Thabari/20/48).

Baca Juga: Keterkaitan Al-Quran, Kitab-Kitab Terdahulu dan Keragaman Syariat

Imam Ibn Katsir berkomentar tentang ayat ini, bahwa ketika ahli kitab menyampaikan sesuatu tentang ajaran mereka yang tidak kita ketahui kebenaran atau kebohongannya, maka jangan sampai mendustakannya sebab bisa saja benar dan jangan membenarkannya sebab bisa saja bohong. Namun kita perlu meyakininya secara global dan bergantung pada syarat bahwa ajaran tersebut benar dari Allah, belum diganti, dan juga bukan penafsiran. Ibn Katsir kemudian mengutip sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abi Hurairah (Tafsir Ibn Katsir/6/284):

قَالَ كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ ، وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لأَهْلِ الإِسْلاَمِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ ، وَقُولُوا ( آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ ) الآيَةَ

Abi Hurairah berkata: para ahli kitab sama membacakan Taurat dengan Bahasa Ibrani dan menjelaskannya dengan Bahasa arab pada orang Islam. Rasulullah salallahualaihi wasallam kemudian bersabda: “Jangan membenarkan ahli kitab dan jangan mendustakan mereka. Dan ucapakan: ‘Aku beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan’ seterusnya’.” (HR. Imam Bukhari)

Ibn Hajar di dalam Syarah Sahih Bukhari berkomentar, redaksi hadis yang menyebutkan ahli kitab dan kitab Taurat menunjukkan bahwa yang dimaksud hadis tersebut adalah kaum Yahudi. Namun, hukum yang ada dalam hadis tersebut berlaku secara umum, sehingga mencakup kaum Nasrani juga (Fathul Bari/20/426).

Dakwah Ideal

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Munir mengutip penjelasan Ibn ‘Arabi, bahwa Surat Al-‘Ankabut ayat 46 di atas tidaklah dimansukh dengan ayat tentang perang, tapi hanya dikhususkan saja. Dalam artian, bagi yang berdakwah dengan menempuh jalan berperang dengan pedang, silahkan berperang. Bagi yang tidak, maka ia berkewajiban berdebat dengan kaum ahli kitab dengan cara yang baik (Tafsir Munir/21/5).

Baca Juga: Inilah Para Perawi Israiliyat yang Menjadi Sumber Rujukan di Kitab-Kitab Tafsir

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, sikap untuk tidak serta merta membenarkan Taurat dan Injil maupun mendustakan keduanya, adalah berkaitan dakwah yang ideal. Kita perlu menjauhi sikap sentimen kepada pemeluk agama lain secara berlebihan sehingga terdorong mencela ajaran agama lain, tapi juga tidak secara lebay menyatakan ajaran semua agama adalah benar menurut Islam. Wallahu a’lam.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...