BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiBelajar Menjadi Pendidik Profesional Melalui Kisah Dakwah Nabi Yunus

Belajar Menjadi Pendidik Profesional Melalui Kisah Dakwah Nabi Yunus

Seorang pendidik memiliki tugas mulia dan sangat penting dalam mencetak generasi yang unggul. Pendidik tidak hanya sekadar memberikan pengetahun kepada peserta didik, melainkan pendidik juga bertugas membimbing dan mengawasi peserta didiknya. Upaya bimbingan dan pengawasan ini bertujuan agar peserta didik dapat mengimplementasikan pengetahuan yang didapat menjadi sebuah perilaku dalam kehidupan.

Peserta didik disebut belajar terlihat dari perubahan tingkah laku. Ketika terjadi perubahan, maka pengajaran yang disertai pendidikan dapat dikatakan berhasil. Perubahan yang dimaksud tentunya adalah perubahan ke arah yang positif. Sebaliknya, ketika tidak terjadi perubahan, proses belajar tersebut dianggap gagal.

Oleh sebab itu, dalam proses pendidikan ada tahap evaluasi yang berfungsi untuk mengukur tingkat keberhasilan dan sebagai dalih dalam melakukan perbaikan. Maka tugas seorang pendidik menjadikan hasil evaluasi tersebut sebagai acuan untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengajar dan mendidik. Meskipun ketidakkeberhasilan peserta didik dalam menerima pelajaran tidak serta merta disebabkan oleh guru atau pendidik.

Terlepas dari berhasil atau tidaknya pendidikan itu diberikan, seorang guru tetap harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Pendidik tidak boleh menyerah atau putus asa ketika siswa yang diajarkannya tidak mudah menyerap pembelajaran yang disampaikan.

Terkait hal tersebut, ternyata terdapat sebuah pesan berharga yang disematkan oleh Allah dalam al-Qur’an mengenai sepenggal kisah perjuangan dakwah Nabi Yunus as. Hal ini sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Anbiya’ [21]: 87-88 sebagai berikut:

وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبٗا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقۡدِرَ عَلَيۡهِ فَنَادَىٰ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَنَجَّيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡغَمِّۚ وَكَذَٰلِكَ نُ‍ۨجِي ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Terjemah: “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Allah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 87-88).

Baca juga: Kisah Teladan Nabi di Bulan Muharram; Nabi Yunus Keluar dari Perut Ikan Paus

Tafsir QS. Al-Anbiya’ [21]: 87-88 tentang Perjuangan Dakwah Nabi Yunus as

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa peristiwa yang terdapat dalam ayat tersebut adalah ketika Nabi Yunus diutus oleh Allah untuk berdakwah di suatu daerah bernama Ninawa, yaitu daerah di negeri Mousul. Dia menyeru penduduk di sana untuk menyembah Allah, tetapi mereka enggan untuk menerima seruan tersebut dan tetap dalam kekufuran. Lalu Nabi Yunus keluar dari daerah tersebut dengan penuh kemurkaan dan mengancam mereka dengan siksaan setelah tiga hari.

Setelah itu, Nabi Yunus pergi menaiki sebuah kapal atau perahu. Namun di tengah laut terjadi ombak yang sangat dahsyat yang mengharuskan salah satu dari penumpang perahu tersebut dilempar ke laut. Mereka pun melakukan pengundian dan hasil undian tersebut menyatakan Nabi Yunus sebagai orang yang dilempar. Allah menyatakan itu dalam QS. Ash-Shaffat ayat 141: “Kemudian dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian…”

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa kata Dzun Nun dalam ayat tersebut adalah julukan yang diberikan kepada Nabi Yunus karena ia telah ditelan oleh Nun. An-Nun merupakan al-huut yang bermakna ikan paus. Ayat ini menjelaskan tentang cerita Nabi Yunus yang telah pergi dari kaumnya dan menaiki sebuah kapal kemudian karena beberapa hal menyebabkan ia dilempar ke laut lalu Allah kirimkan ikan paus untuk menelannya dengan tujuan menyelamatkannya.

Kepergian Nabi Yunus disebabkan karena ia marah terhadap kaumnya sebab mereka terus menerus membangkang dan keras kepala. Ia pun pergi melarikan diri karena tidak sabar terhadap penganiayaan mereka, padahal Allah telah memerintahkan untuk tetap bersama dan menyeru mereka. Maka kesalahan yang dibuat oleh Nabi Yunus adalah kepergiannya dari kaumnya tanpa seizin Allah Swt.

Hamka dalam tafsirnya menambahkan bahwa dengan kemurahan Allah, Nabi Yunus dapat bertahan hidup meski berada dalam perut ikan paus, karena secara logika sangat tidak masuk akal seorang berada dalam ikan paus tetapi masih hidup. Nabi Yunus kemudian bertobat dan mengakui kesalahannya. Permohonannya dikabulkan oleh Allah. Dia pun dilepaskan dan dikeluarkan dari dalam perut ikan.

Berkat tobatnya akan kesalahan yang diperbuat, Nabi Yunus termasuk orang-orang pilihan Allah yang dinaikkan martabatnya. Menurut Nabi Yunus, kesalahan ini sangat berfaedah bagi dirinya, karena dengan itu beliau mendapatkan kepribadiannya kembali.

Baca juga: Pendidikan Moral dan Etika Sosial dalam Kisah Nabi Musa as. Dalam Q.S. al-Qashshash: 23-28

Meneladani Kisah Nabi Yunus untuk Menjadi Pendidik Profesional

Perjalanan dakwah Nabi Yunus yang penuh lika-liku cukup menggambarkan tantangan yang dihadapinya begitu berat. Sebagai seorang manusia, Nabi Yunus diuji dengan ujian yang begitu berat oleh Allah dengan penolakan kaum yang didakwahinya. Namun ternyata kesabaran yang dimiliki Nabi Yunus saat itu ada batasnya. Ia kemudian pergi meninggalkan orang-orang yang tidak beriman tersebut.

Melalui kisah ini, dapat kita petik hikmah bahwa ketika berdakwah ataupun mengajarkan sebuah ilmu, hendaknya selalu melapangkan dada dalam menerima hasilnya. Implementasi dari kisah ini dapat diterapkan ketika menjadi seorang pendidik. Seorang pendidik dituntut untuk gigih dan sabar dalam mengajarkan ilmunya.

Ia tidak boleh menyerah dengan berbagai respon yang diberikan oleh anak didiknya. Tugas utamanya adalah menyampaikan pengetahuan, masalah diterima atau tidaknya adalah urusan lain yang tidak bisa dipaksakan. Pendidik hanya berikhtiar memberikan pembelajaran yang terbaik baik dari segi pemahaman maupun pengamalan.

Simpulan

Melalui kisah Nabi Yunus as, Allah mengajarkan tentang pentingnya memupuk sikap profesionalisme dalam menjalankan misi mulia menyampaikan risalah kebenaran. Berbagai ujian dan cobaan yang ada semestinya dihadapi dengan penuh kesabaran, sebab sejatinya proses menjadi bagian yang lebih penting daripada hasil.

Begitu pula ketika menjadi seorang pendidik, hasil belajar yang tidak memuaskan bukan berarti menurunkan semangat pendidik untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Namun bagaimana hasil tersebut menjadi bahan evaluasi untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik ke depannya.

Demikian bahwa kesabaran menjadi kunci dalam mempertahankan profesionalisme ketika menjalankan tugas-tugas mulia. Kesabaran itu kemudian dibarengi dengan ikhtiar yang maksimal dan memasrahkan segala urusan kepada Allah Swt. Sebab tugas manusia sesungguhnya adalah berusaha, bersabar, dan bertawakkal dalam setiap urusanya. Wallahu A’lam.

Baca juga: Hari Guru Sedunia: Inilah 3 Artikel Serial Tafsir Tarbawi Tentang Guru dan Pendidik

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...