Indonesia sebagai negara multi agama memberi banyak potret kerukunan umat yang hidup dalam berbagai perbedaan. Meski berbeda, asas-asas toleransi dan saling menghormati masih digaungkan. Hal ini akan menunjang harmonisasi dan toleransi antar umat beragama akan dicapai dengan baik oleh masyarakat yang multikultural ini.
Baru-baru ini, beredar berita tentang pembangunan terowongan yang menghubungkan masjid Istiqlal dan gereja katedral yang ada di Jakarta. Terowongan tersebut disebut dengan terowongan silaturahmi karena menghubungkan dua tempat ibadah yang berbeda.
Tujuan dari pembangunan terowongan tersebut adalah untuk memudahkan akses kedua jamaah rumah ibadah untuk memenuhi kebutuhan ruang parkir tanpa menganggu lalu lintas yang ada. Hal ini merupakan sebuah terobosan yang luar biasa dan sebagai wujud kerukunan umat beragama yang dapat menjadi percontohan bagi seluruh umat di Indonesia bahkan dunia.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Ini Perbedaan Wudhu dan Tayamum yang Wajib Diketahui
Semestinya, wujud kerukunan seperti itulah yang perlu dijaga dan dirawat ditengah banyaknya konflik yang melibatkan umat beragama pada masa sekarang. Sunnatullah yang berupa keberagaman bukan menjadi suatu persoalan yang patut dipermasalahan, tetapi bagaimana perbedaan itu dapat dihargai dan dimaklumi.
Terkait hal ini, Al-Qur’an sesungguhnya Al-Qur’an begitu mendukung kerukunan antar umat beragama salah satunya sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Mumtahanah [60]: 8 sebagai berikut.
لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ
Terjemah: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8)
Asbabun nuzul ayat ini berkaitan dengan Qatilah yang datang kepada Asma’ binti Abi Bakr. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Asma’ binti Abi Bakr bahwa Qatilah seorang non muslim datang kepada Asma’ binti Abi Bakr (anak kandungnya). Setelah itu Asma’ bertanya kepada Rasulullah “Bolehkah saya berbuat baik kepadanya?” Rasulullah pun menjawab: “Ya (boleh).” Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi agama Allah.
Tafsir Surah al-Mumtahanah Ayat 8
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan ayat di atas bahwa Allah Swt tidak melarang umat (muslim) untuk berbuat baik kepada umat non muslim yang tidak memerangi atau mereka yang tidak mengganggu umat Islam. Sebab Allah hanya melarang berteman atau berhubungan dengan orang-orang yang melancarkan permusuhan kemudian memerangi dan mengusir serta bantu membantu untuk mengusir umat Islam sebagaimana diterangkan dalam ayat berikutnya.
Baca juga: Kunci Pertama Menggapai Kebahagiaan: Beriman Kepada Allah Swt
Al-Qurthubi dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa Allah tidak melarang orang-orang mukmin untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir kala itu yang tidak memerangi, yaitu kabilah Khuza’ah. Mereka dinyatakan telah berdamai dengan Nabi dan tidak akan memerangi serta tidak pula akan membantu orang-orang yang menantang beliau.
Allah kemudian juga memerintahkan untuk berlaku adil dengan memberikan sebagian dari harta sebagai upaya untuk membina hubungan silaturrahim. Ibnu Al-Arabi mengatakan bahwa yang dimaksud oleh firman Allah itu bukanlah bersikap adil. Sebab bersikap adil adalah sebuah keharusan baik terhadap yang memerangi maupun tidak.
Sementara menurut tafsir Kementerian Agama, ayat ini memberikan ketentuan umum dan prinsip agama Islam dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang bukan Islam dalam satu negara. Kaum Muslimin diwajibkan bersikap baik dan bergaul dengan orang-orang kafir, selama mereka bersikap dan ingin bergaul baik, terutama dengan kaum Muslimin.
Seandainya dalam sejarah Islam, terutama pada masa Rasulullah dan masa para sahabat, terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum Muslimin kepada orang-orang musyrik, maka tindakan itu semata-mata dilakukan untuk membela diri dari kezaliman dan siksaan yang dilakukan oleh pihak musyrik.
Baca juga: Tafsir Maqashidi dan Makna Dharaba dalam Surah An-Nisa’ Ayat 34
Hidup Berdampingan dalam Perbedaan
Al-Mumtahanah [60]: 8 yang juga dilanjutkan oleh ayat 9 sebagai sebuah informasi dari Allah Swt. untuk memupuk sikap rukun antar umat beragama. Sebab selama orang-orang yang berbeda agama tersebut tidak menganggu atau tidak memusuhi umat Islam, maka tidak ada celah sedikit pun bagi umat muslim untuk bersikap tidak hormat apalagi mengganggu mereka.
Bahkan Allah menekankan untuk berbuat baik kepada umar-umat di luar Islam yang toleran. Hal ini juga sebagai bukti bahwa Islam bukan agama yang berciri kekerasan sebagaimana yang selama ini dituduhkan.
Program yang telah direalisasikan oleh pemerintah dalam menyediakan terowongan yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral telah menerapkan anjuran Allah sebagaimana terdapat dalam ayat di atas. Hal ini sebagai wujud harmonisasi yang dirangkul dalam keberagaman umat.
Agama bukan sebagai penghalang untuk tetap berhubungan baik satu sama lain. Dalam kehidupan sosial, setiap elemen masyarakat semestinya saling bersinergi untuk memupuk persatuan dan kesatuan. Maka ketika fasilitas terowongan Istiqlal dan Katedral ini dapat menggambarkan kehidupan sosial yang saling mendukung serta menjadi bukti bahwa umat yang penuh perbedaan tetapi dapat hidup berdampingan.
Baca juga: Belajar Menjadi Pendidik Profesional Melalui Kisah Dakwah Nabi Yunus
Dukungan Allah terhadap harmonisasi umat beragama adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah dalam Al-Qur’an. Sebab sejatinya Allah menciptakan manusia dalam bingkai keberagaman yang menuntut upaya penyesuaian dan persatuan meski dipisahkan oleh perbedaan. Hal ini kemudian diwujudkan dalam berbagai bentuk yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama.
Hadirnya terowongan silaturahmi yang berjarak 32 meter dari Katedral dan berjarak 16 meter dari Istiqlal menjadi buah harmonisasi umat beragama yang kini diwujudkan. Semoga dengan adanya kerukunan ini dapat menjadi awal yang baik untuk menciptakan perdamaian antar umat di Indonesia bahkan dunia. Wallahu a’lam[]