Islam berpandangan bahwa wudu tidaklah sekedar syarat salat, tapi juga merupakan ibadah yang meninggalkan tanda kebaikan pada pelakunya, yang dapat dilihat kelak di akhirat. Oleh karena itu, Islam memerintahkan untuk mengerjakan wudu secara sempurna, sering-sering memperbarui wudu, dan tidak lekas mengeringkan air bekas wudu dengan semacam handuk. Oleh karena itu, praktik mengeringkan anggota wudu dari bekas air wudu merupakan tindakan yang menyalahi anjuran ulama.
Wudu meninggalkan bekas cahaya
Imam Ibn Katsir tatkala menjelaskan tafsir surat Almaidah ayat 6, menjelaskan kesunahan membasuh lengan bagian atas dalam wudu. Meski sebenarnya lengan bagian atas tidak wajib dibasuh dalam wudu, membasuhnya merupakan bentuk menyempurnakan wudu. Hal ini berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa Nabi bersabda:
« إِنَّ أُمَّتِى يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ »
Sesungguhnya umatku di hari kiamat akan dipanggil dalam keadaan memiliki cahaya sebab bekas wudu. Barangsiapa dari kalian yang bisa memanjangkan cahayanya, maka lakukanlah (HR. Bukhari dan Muslim). (Tafsir Ibn Katsir/2/31)
Redaksi ghurran muhajjilina dalam hadis di atas, menurut Ibn Hajar pada dasarnya menunjuk makna yang sama, yaitu cahaya. Dari sini kita tahu bahwa wudu meninggalkan bekas cahaya pada tubuh pelakunya. Berkaitan dengan hal ini pula, beberapa ulama menganjurkan untuk tidak mengeringkan air bekas wudu di tubuh. (Fath al-Bari/1/218)
Baca juga: Hukum Bersiwak Sebelum Salat
Imam al-Nawawi menjelaskan, menurut pendapat sahih dari kalangan Mazhab Syafi’iyah, mengeringkan air wudu dari tubuh hukumnya tidaklah makruh. Meski begitu, hal tersebut disunahkan untuk tidak dilakukan. Tujuannya adalah membiarkan bekas ibadah. Selain itu, ada satu hadis riwayat Maimunah yang bercerita tentang bagaimana Maimunah berada di dekat Nabi saat Nabi mandi jinabat. Maimunah berkata:
ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ
Aku lalu mengulurkan handuk kecil kepada Nabi. Lalu Nabi menolaknya (HR. Bukhari Muslim).
al-Nawawi juga menjelaskan, sebenarnya ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengeringkan air wudu dari tubuh. Tidak sampai ada yang menyatakan haram, tapi sekedar makruh saja. Itupun apabila dalam mengeringkan air wudu tidak ada tujuan tertentu sebagaimana karena hawa dingin atau takut terkena najis. Apabila sebaliknya, maka Mazhab Syafi’i sepakat tidak makruh dan juga dianggap tidak menyalahi hukum sunah. Ketentuan ini tidak hanya berlaku pada air wudu, tapi juga bekas dari mandi besar (al-Majmu/1/461)
Usamah dalam Mausu’ah Ijma’ fi Fiqh al-Islami mendokumentasikan adanya klaim bahwa ulama sepakat, bahwa hukum mengeringkan air wudu tidaklah sampai pada hukum haram. Diantara yang menyatakannya adalah Imam al-Nawawi, al-‘Aini, Ibn Nujaim dan Ibn Qasim. (Mausu’ah Ijma’ fi Fiqh al-Islami/1/295)
Baca juga: Berwudu dengan Bantuan Orang Lain
Syaikh Wahbah al-Zuhaili menjelaskan, Mazhab Hanafi, Hambali, dan pendapat yang unggul dalam Mazhab Syafi’i meyakini anjuran untuk tidak mengeringkan air wudu dari tubuh dengan sapu tangan. Alasannya ialah untuk membiarkan bekas ibadah tetap ada serta hadis dari Maimunah di atas. Sementara itu, Mazhab Maliki menyatakan bahwa mengeringkan air wudu dengan sapu tangan hukumnya mubah atau boleh-boleh saja. (al-Fiqh al-Islami/1/50)
Penutup
Dari berbagai uraian di atas dapat diambil kesimpulan, menurut mayoritas ulama dianjurkan untuk tidak mengeringkan air bekas wudu, dengan catatan apabila tidak ada suatu keperluan. Apabila ada suatu keperluan semacam agar tidak kedinginan atau semacamnya, maka menurut Mazhab Syafi’iyyah hukumnya boleh-boleh saja dan tidak menyalahi kesunahan. Wallahu a’lam bi al-shawwab.