Sejarawan sepakat, rute ekspedisi Aleksander (Zulkarnain) tidak sampai ke Kaukasus. Sementara Koresh melebarkan dominasinya ke wilayah pegunungan tersebut. Kaukasus mencakup negara Georgia, Armenia, dan Azerbaijan.
Di Kaukasus ada sebuah sungai yang bernama Kura. Dalam bahasa setempat, Kura artinya adalah Koresh. Dalam bahasa Azerbaijan, sungai itu bernama Kur. Dalam bahasa Farsi, ia bernama Korr. Sedangkan dalam bahasa Yunani; Cyrus.
Baca juga: Melacak Zulkarnain: Koresh dan Agama Kuno (Bag. 2)
Selanjutnya, di Kaukasus terdapat 50 bahasa berbeda. Bahkan, satu dan lainnya kadang tidak memiliki keterikatan atau kesamaan rumpun bahasa. Bahasa beragam itu dahulu tidak termasuk bahasa yang digunakan peradaban besar saat itu seperti Yunani, Aramaic, atau Persia. Banyaknya bahasa tersebut menunjukkan keberagaman etnis. Karenanya, lumrah jika konektivitas antar suku sangat minim. Artinya, mereka tidak memiliki identitas bersama dan cenderung hidup sendiri-sendiri.
Bahasa adalah salah satu elemen perekat. Lumrah ketika datang serangan eksternal, mereka sulit mempertahankan diri. Bisa jadi itu yang terjadi saat Yajuj-Majuj menyerang mereka. Maka, siapapun yang datang ke wilayah itu, besar kemungkinan mengalami hambatan komunikasi. Ini penting, sebab Allah berfirman:
حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ ٱلسَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا
“Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.” [Q.S. Alkahfi: 93]
Selanjutnya, wilayah Kaukasus disebutkan oleh sejumlah ulama tafsir sebagai tempat dinding Zulkarnain berada. Setidaknya, terdapat dua ekspedisi yang bertujuan mencari dinding besi sebagaimana disebutkan dalam Alquran. Satu di era Umayyah, satu di era Abbasiyah. Ibnu Katsir mengatakan dinding itu berada di Turki (بلاد الترك). Tentu Turki yang dimaksud bukanlah seperti sebuah negara pada hari ini. Kaukasus adalah bagian dari wilayah bangsa Turki.
Ibnu Katsir mengutip sebuah hadis mursal dalam tafsirnya, yang berisi tentang kisah yang dibawakan Tabi’in bahwa dahulu ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah bahwa dia mengaku telah melihat dinding itu. Rasulullah memintanya untuk mendeskripsikannya. Lelaki itu berujar, “Dari kejauhan tampak seperti kain burdah yang bergaris, garis hitam dan garis merah.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kamu telah melihatnya.“
Baca juga: Melacak Zulkarnain: Tafsir, Israiliyyat, dan Sejarah (Bag. 1)
Masih dari tafsir Ibnu Katsir, Khalifah Al-Watsiq (memerintah tahun 842-847 M) mengirim ekspedisi untuk menemukan dinding tersebut untuk kemudian menceritakan kepadanya usai kembali nanti. Tim yang tergabung dalam ekspedisi ini menjelajahi berbagai negeri dan kerajaan, hingga konon akhirnya mereka berhasil menemukan bendungan tersebut dan menyaksikan bangunannya yang terbuat dari besi dan tembaga.
Mereka melihat sebuah gerbang besar pada bendungan itu, serta gembok yang sangat besar. Mereka sempat pula melihat sisa-sisa batu bata di salah satu menaranya, dan bahwa bendungan tersebut dijaga ketat oleh para penjaga dari kerajaan-kerajaan yang berdekatan dengannya. Dikatakan pula bahwa bendungan tersebut sangat tinggi, bahkan lebih tinggi daripada bukit-bukit yang ada di sekitarnya.
Selanjutnya, di Kaukasus ditemukan kandungan mineral yang kaya. Bahkan, di sanalah penambangan logam dilakukan untuk pertama kalinya. Hal ini penting karena Zulkarnain mendirikan dinding besi dengan campuran tembaga. Allah berfirman:
ءَاتُونِى زُبَرَ ٱلْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ ٱلصَّدَفَيْنِ قَالَ ٱنفُخُوا۟ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَعَلَهُۥ نَارًا قَالَ ءَاتُونِىٓ أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا
“Berilah aku potongan-potongan besi”. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: “Tiuplah (api itu)”. Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu.” [QS. Alkahfi: 96]
Para peneliti menyatakan Georgia merupakan salah satu wilayah kemunculan besi sejak abad 9 SM. Kandungan mineral berupa besi dan tembaga begitu melimpah di sana. Juga di wilayah yang disebut Transcaucasia itu, keberadaan besi telah ada sejak abad 15-16 SM. Besi sampai ke wilayah Eropa melalui Georgia, selain juga dari wilayah Balkan.
Membaca kisah Zulkarnain di dalam Alquran, tampak bahwa pembangunan mega konstruksi dinding besi setinggi dan menutupi bayna al-saddayn (di antara dua gunung) itu melibatkan penduduk setempat. Banyak ulama tafsir menyebutkan, penduduk lokal bergotong-royong bersama Zulkarnain, baik dengan menyediakan sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
Mafhumnya, di lokasi itu terdapat penambangan mineral, atau apapun itu, sehingga Zulkarnain dapat mengolah kekayaan alam suatu kaum demi kepentingan kaum itu sendiri. Tidak seperti kolonialisme yang datang ke suatu negeri lalu mengeksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam dan manusia untuk kepentingan kolonial. Di saat yang sama, membiarkan penduduk negeri tersebut sengsara.
Baca juga: Mengenal Imran Hosein dan Diskursus Yajuj dan Majuj di Dunia Modern
Zulkarnain bukanlah seorang imperialis dan kolonialis. Dia membantu kaum tersebut sebagai rasa syukur dengan semangat taawun. Karenanya dia menolak imbalan. Dia bekata, ma makkani fihi Rabbi khayr (Apa yang Rabb-ku kuasakan kepadaku, ujarnya, adalah lebih baik dari imbalanmu itu). Meski tidak termasuk ke dalam Tujuh Keajaiban Dunia versi UNESCO, mega konstruksi itu Allah abadikan di dalam Alquran. Meski kita tidak dapat melihatnya, manfaatnya lestari.
Setelah sukses membangun dinding besi campuran tembaga yang kokoh dan menjulang hingga rata dengan dua puncak gunung, Zulkarnain menisbatkan keberhasilan itu kepada Rahmat Allah. Dia berkata hadza rahmah min Rabbi (ini adalah rahmat dari Tuhanku).
Berapa banyak mega infrastruktur yang didirikan dengan mindset tahudiy, dan berapa banyak profil kualitas pemimpin seperti ini? Rasanya tidak banyak. Akidah lurus, ilmu, kekuatan, keadilan, keikhlasan, dan tawadu, semua terkumpul pada Zulkarnain.
Bersambung Insyaallah. Wallahu a’lam