Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam pepatah Arab di katakan “Janganlah kamu menghina atau merendahkan yang lain, karena setiap orang memiliki maziyyah (kelebihan) masing-masing”. Surga terlalu luas untuk ditempati seorang saja, sedangkan ada begitu banyak jutaan bidang keahlian atau keilmuan yang kita tidak kuasai. Karena itu, penting bagi pelajar untuk tidak merendahkan atau menghina orang lain atas ketidakmampuan suatu bidang yang dimiliki. Sebaliknya, pelajar harus memiliki paradigma bahwa setiap orang memiliki keistimewaan masing-masing.
Surah Annur ayat 45 menyinggung tentang ciri khas dan masing-masing karakter dari ciptaanNya. Jika membacanya dari kacamata pendidikan, ayat tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa ciri khas dari masing-masing ciptaan Allah menunjukkan tentang keahlian dari mereka yang memang diberikan oleh Allah sejak awal. Allah swt berfirman,
وَاللّٰهُ خَلَقَ كُلَّ دَاۤبَّةٍ مِّنْ مَّاۤءٍۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى بَطْنِهٖۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى رِجْلَيْنِۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰٓى اَرْبَعٍۗ يَخْلُقُ اللّٰهُ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Allah menciptakan semua jenis hewan dari air. Sebagian berjalan dengan perutnya, sebagian berjalan dengan dua kaki, dan sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Q.S. al-Nur [24]: 45)
Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Pandai-pandailah Memanfaatkan Momentum Belajar dengan Baik!
Tafsir surah Annur ayat 45
Sepintas, ayat di atas menginformasikan tentang cara Allah menciptakan berbagai jenis hewan dan cara mereka bertahan hidup. Allah swt. tidak lupa untuk memberikan sejumlah organ tubuh agar mereka bisa bertahan hidup. Tentu perbedaan organ di antara beragam hewan itu tidaklah sama. Hal itu bersifat alamiah, sesuatu yang sifatnya kodrati, tidak untuk direndahkan, diremehkan apalagi dibunuh.
Ali al-Shabuni dalam Shafwah al-Tafasir memaknai ayat tersebut bahwa semua jenis hewan itu diciptakan untuk memberi bukti akan kekuasaan Allah swt., juga pemuliaan Allah terhadap penduduk langit dan bumi. Kemudian khusus mengenai kondisi hewan, mufasir yang lain, yakni Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah swt. dengan kekuasaan dan otoritas-Nya yang powerfull menciptakan semua jenis makhluk dalam berbagai bentuk, warna, sifat dan kekhasannya itu semua berasal dari satu air (min ma’in wahid).
Sementara itu, ‘satu air’ yang dimaksud pada ayat tersebut coba dijelaskan oleh At-Tabari dalam tafsirnya, Tafsir al-Tabari yaitu nuthfah (sperma). Mufasir yang berjuluk syaikh al-mufassirin ini juga menjelaskan bahwa penciptaan pada ayat ini tidak hanya terbatas pada hewan saja, bahkan manusia sekalipun juga tumbuh-tumbuhan semuanya diciptakan dari bahan yang satu, yaitu air.
Ibn Katsir memaknai macam-macam hewan yang disinggung dalam ayat tersebut. Hewan yang diitilahkan dengan ‘ala batnih adalah ular dan hewan yang serupa dengannya, yakni hewan melata. Sedang hewan yang bersifat rijlain dicontohkan seperti burung dan manusia. Untuk hewan yang bersifat ‘empat kaki’ (‘ala arba’) adalah hewan ternak yang berjalan menggunakan empat kaki.
Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Dua Pantangan yang harus dijauhi bagi Pelajar
Setiap orang memiliki keahlian masing-masing
Dari ayat di atas, sebagaimana setiap hewan mempunyai ciri khasnya sendiri, seseorang pun demikian. Setiap orang mempunyai ciri khas atau keistimewaan masing-masing. Tidak elok kiranya apabila seseorang mengunggulkan/ menyombongkan keilmuan yang dimilikinya dengan merendahkan keilmuan yang lain. Pelajar harus memegang prinsip “Benar tanpa menyalahkan, baik tanpa mengafirkan, dan beradab tanpa bermuka dua”. Mengutip pernyataan Abdul Wahab Ahmad, intelektual muda NU, “ada ratusan atau bahkan mungkin ribuan bidang pengetahuan dan keahlian di dunia ini. Kita hanya menguasai satu dua saja dan bodoh selebihnya. Lalu bagaimana bisa ada yang merasa hebat?”.
Setiap bidang ilmu dan keahlian memiliki “ulil amri”-nya sendiri. Semisal keilmuan agama merujuk pada ulama, kiai, ustad. Pakar kesehatan merujuk pada dokter. Pakar geografi dan klimatologi merujuk pada ahli geografi, dan seterusnya. Dalam pepatah Arab dikatakan,
لاَ تَحْتَقِرْ مَنْ دُوْنَكَ فَلِكُلِّ شَيْئٍ مَزِيَّةٌ
“Jangan menghina seseorang yang lebih rendah daripada kamu, karena segala sesuatu itu mempunyai kelebihan.”
Dalam bahasa Quraish Shihab, surga terlalu luas untuk dimonopoli atau didiami sendirian. Syekh Az-Zarnuji dalam Ta’lim Muta’allim berpesan,
وَيَنْبَغِيْ اَنْ يَكُوْنَ صَاحِبُ الْعِلْمِ مُشْفِقًا نَاصِحًا غَيْرَ حَاسِدٍ فَالْحَسَدُ يَضُرُّ وَلَا يَنْفَعُ
“Orang berilmu harus menyayangi sesama. Senang kalau orang mendapat kebaikan. Tidak iri (hasad) karena sifat iri itu berbahaya dan tidak ada gunanya.”
Syekh Az-Zarnuji menambahkan, “barang siapa yang sibuk mengerjakan sesuatu yang tidak berguna, maka dia kehilangan sesuatu yang berguna baginya”. Manusia adalah makhluk sosial. Setiap manusia memiliki kedaulatan berpikir dan kebebasan untuk mengembangkan kemampuannya sesuai fitrah Allah swt. Maka, jangan kemudian lantas sombong, merasa paling pintar sejagad sehingga merendahkan dan meremehkan yang lain. Itu bukan akhlak seorang pelajar. Akhlak seorang pelajar adalah cinta kasih kepada sesama. Wallahu A’lam.