BerandaTafsir TematikStrategi Al Quran dalam Mengembangkan Ekonomi Maritim

Strategi Al Quran dalam Mengembangkan Ekonomi Maritim

Letak geografis Indonesia yang tidak kurang dari wilayah kelautan, mengaharuskan masyarakat Indonesia dituntut mampu mengembangkan potensi kekayaan lokal, agar menjadi lebih kreatif dalam memanfaatkan sumber daya kelautan. Strategi Al Quran dalam mengembangkan ekonomi maritime juga dapat ditemui dalam surat al-Kahfi ayat 79 berikut ini.

أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَٰكِينَ يَعْمَلُونَ فِى ٱلْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا

“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera” ( QS. Al-Kahfi 98).

Pada ayat itu merepresentasikan kisah Musa a.s bersama  Khidir a.s ketika berada di laut. Ada sebuah tindakan Khidr menjadikan dorongan kepada manusia untuk betul-betul dapat memanfaatkan sektor laut. Baca juga: Kisah Teladan Nabi di Bulan Muharram; Nabi Yunus Keluar dari Perut Ikan Paus

Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 79

Surat ini terdiri atas 110 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Dinamai “Al Kahfi” artinya “Gua” dan “Ashhabul Kahfi” yang artinya: “Penghuni-penghuni gua”. Namun penjelasan ini akan terfokus pada penafsiran surat al-Kahfi ayat 79 saja.

Pada tafsir Ibnu Katsir yang ditulis Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, sebuah kisah dari Musa as dengan Khidir as ketika Khidir melubangi perahu dengan tujuan ialah membuat perahu itu cacat. Meskipun perahu tersebut merupakan sumber penghasilan ekonomi untuk nelayan. Tapi Khidir tetap merusak perahu tersebut dengan maksud penjagaan dari serangan raja zalim yang merampas harta tiap-tiap bahtera. 

Jika perahu itu terlihat cacat, si raja pun akhirnya enggan untuk merampas harta yang ada di perahu cacat tersebut. Sehingga para pemiliknya yang miskin dapat menggunakannya dan mengambil manfaat darinya. Karena perahu tersebut merupakan satu-satunya milik mereka untuk mencari nafkah di laut.

Strategi Al Quran dalam Mengembangkan Ekonomi Maritim

Walaupun secara global Al Quran memperbolehkan pemanfaatan kekayaan laut untuk kepentingan manusia. Namun dalam kesempatan lain Allah Swt sudah memberikan rambu rambu agar dalam memanfaatkan kekayaan alam. Manusia dapat berlaku lebih hati-hati, baik itu menjaga dari serangan atau bersikap untuk tidak serakah dalam memanfaatkan kekayaan sumber daya kelautan. Baca juga: Etika Menjadi Seorang Pebisnis dalam Membangun Kepercayaan

Yang dimaksud menjaga dari serangan ialah selain pihak masyarakat yang aksi dalam mengembangkan produktifitas sector kelautan, menjaga keamanan laut juga sangat penting. Baik itu antara pihak masyarakat nelayan dengan pemerintah harus pro aktif menjaga laut bersama. Pihak pemerintah jangan sampai menjadi penghambat laju perekonomian maritim.

Misalnya seorang raja yang diceritakan pada surat al-kahfi ayat 79, jangan sampai raja merampas harta rakyat nelayan. Jika itu terjadi, nelayan harus berfikir aktif seperti halnya yang dilakukan oleh Khidir as. Ketika terjadi serangan, Khidir a.s merusak perahu untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar. Ada bisa dengan strategi keamanan yang lainnya.

Kisah surat al-kahfi ayat 79 dapat diambil pesan tentang cara memimpin rakyat dalam perjuangan untuk mencapai sebuah kemakmuran rakyat.

Kemudian tidak serakah maksudnya di sini ialah segala macam yang ada di laut dapat dimanfaatkan untuk industri. Baik itu mutiara yang dijadikan perhiasan, atau macam kerajinan lainnya yang memiliki seni dan dapat di jual. Akan tetapi kekayaan semua itu yang diberikan oleh Allah jangan dinikmati untuk kenikmatan semata. Manfaatkanlah untuk kemakmuran rakyat bersama.

Norma Azmi Farida
Norma Azmi Farida
aktif di Cris Foundation (Center For Research of Islamic Studies) Redaktur Tafsiralquran.id
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...