Bulan Syakban adalah salah satu bulan mulia yang terkenal akan keberkahan dan limpahan karunia di dalamnya. Nama Syakban berasal dari kata “sya’b” yang artinya “cabang”. Dinamakan demikian, karena kebaikan tumbuh bercabang-cabang pada bulan ini. (Ar-Ra’id Mu’jam Lughawi ‘Ashriy, 474)
Bertaubat pada bulan ini merupakan salah satu ghanimah terbesar, dan berbuat taat di dalamnya adalah salah satu tijarah (perniagaan) yang paling menguntungkan. Siapa saja yang mampu membiasakan diri untuk sungguh-sungguh beramal di dalamnya, maka akan memenangkan gaya hidup yang saleh di bulan Ramadan.
Al-Hasan bin Sahl menceritakan bahwa suatu ketika bulan Syakban pernah mengadu kepada Allah Swt.. Ia merasa minder dan iri pada dua bulan mulia yang mengapitnya, yaitu Rajab dan Ramadan. Lalu, ia memohon agar diberikan sesuatu yang spesial juga.
Akhirnya, Allah Swt. mengabulkan permohonannya. Syakban dianugerahi gelar kemuliaan sebagai bulan qira’atul qur’an, yakni bulan untuk membaca Alquran. Tetapi, Allah Swt. menjelaskan bahwa akan banyak manusia yang rugi karena lalai pada bulan ini. (Latha’iful Ma’arif, 135)
Baca Juga: Beberapa Amalan Sunah di bulan Syakban
Perlu untuk diketahui, orang-orang saleh terdahulu selalu antusias mengaji ketika Syakban tiba. Kepedulian mereka terhadap bulan ini bahkan membuat pekerjaan mereka, seperti perdagangan, dan semua perhatian mereka di bulan ini tertuju pada Alquran.
Hal ini mereka kerjakan dalam rangka mengikuti sunah dan mengejar fadilat Syakban. Sehingga, pada akhirnya Syakban disebut juga sebagai syahrul qurra’ (bulannya pembaca Alquran), yang menjadikannya spesial dari pada bulan-bulan lainnya.
Anas bin Malik r.a. menceritakan bahwa ada dua amalan yang digemari para sahabat ketika memasuki bulan Syakban, yaitu membaca Alquran dan segera menunaikan zakat harta. (Fathul Bari, Juz 13, 310-311)
Tidak hanya dengan hafalan, mereka juga mengeluarkan alat-alat mengaji yang mereka simpan. Berupa pelepah kurma, potongan tulang dan kulit binatang yang bertuliskan ayat-ayat suci. Sebagai persiapan untuk menyibukkan diri dengan bacaan Alquran.
Adapun di generasi tabiin, terdapat Hubaib bin Abi Tsabit yang merupakan salah satu guru dari tokoh tasawuf Sufyan ats-Tsauri. Beliau terkenal memiliki kebiasaan menyambut masuknya Syakban dengan berkata, “Hadza syahrul qurra’!” “Ini adalah bulannya pembaca Alquran!”
Lain lagi dengan Amr bin Qays al-Mula’i, tabiin super zuhud yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang bumbu rempah. Begitu Syakban datang, tokonya libur panjang dan pemiliknya sibuk dengan tilawah Alquran. (Latha’iful Ma’arif, 135)
Baca Juga: Perintah dan Keutamaan Membaca dalam Alquran
Syakban merupakan muqaddimah bulan Ramadan. Syakban adalah momentum untuk mempersiapkan diri dan hati demi menyongsong datangnya Ramadan yang dikenal sebagai syahrul qur’an (bulan Alquran). Maka sudah sepatutnya bulan ini diisi dengan memperbanyak mengaji seperti halnya juga memperbanyak puasa, agar ketika Ramadan tiba kita sudah terbiasa.
Ahli hikmah terdahulu berkata, “Satu tahun itu ibaratkan pohon. Pada bulan Rajab dedaunannya tumbuh, pada bulan Syakban ranting cabangnya menyebar, dan pada bulan Ramadan buahnya siap dipanen. Dan pemanennya ialah orang-orang yang beriman”. (Latha’iful Ma’arif, 121)
Nasihat itu hendaknya menjadi renungan bersama. Sekarang, bulan Syakban 1444 H sudah hampir usai. Sampai manakah usaha dan kesungguhan dalam membaca Alquran sebagai persiapan membuka pintu bulan suci Ramadan? Jangan heran sendiri jika nanti puasa dan tarawih terasa berat, kalau bulan Syakban saja tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
Mari bersihkan debu-debu yang menutupi mushaf Alquran, membuka dan membacanya kembali dengan penuh peresapan dan pengharapan. Luangkan waktu barang beberapa menit saja, untuk mengulang kembali hafalan-hafalan yang memudar terlalaikan.
Baca Juga: Tradisi Membaca Awal Alquran saat Khataman
Mari membacanya dengan lantunan-lantunan damai di qiyamul lail dan nikmati kembali masa-masa indah bersama Alquran. Sehingga, mencapai kedudukan maqamam mahmuda. Allahumma bariklana fi Rajab wa Sya’ban, wa ballighna Ramadhan, wa amitna ‘alash shiyam wal qiyam wa tilawatil Qur’an.
Wallahu a’lam bishshawab.