Salah satu persoalan yang dihadapi oleh generasi hari ini adalah melemahnya ikatan-ikatan moral agama, kebudayaan dan sosial yang berdampak pada degradasi moral. Realitas faktual itu, menurut Shriya Agnihotri merupakan isu yang sangat mengkhawatirkan. Terlebih didukung oleh berkembangnya media digital yang dibanjiri dengan konten-konten yang tidak selalu baik, generasi muda tidak boleh gamang dan bimbang. Idealnya mereka hidup dalam idealisme-idealismenya, yang bersandar pada nilai-nilai luhur, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama. Berkenaan dengan hal tersebut, Alquran mengajukan satu konsep nilai, yaitu “al-futuwwah” (keperwiraan) pada QS. Al-Kahf [18] ayat 13.
Baca Juga: Tiga Karakter Pemuda Ideal Menurut Al-Qur’an
Makna al-Futuwwah Menurut Tafsir Sufistik
Alquran memberi sifat al-futuwwah terhadap pemuda-pemuda yang berada di gua (Ashab al-Kahf), seperti tergambarkan dalam QS. Alkahfi [18]: 13:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَاَهُمْ بِالْحَقِّۗ اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ
Kami menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami menambahkan petunjuk kepada mereka.
Ayat ini berkategori kisah, yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai bentuk pengajaran dari Allah. Kata al-futuwwah adalah derivasi dari kata fityah yang berarti para pemuda. Bin Jabbar Samiyah Amar Jidel dalam al-Tathawwur al-Dalali Li Mushthalah al-Futuwwah Fi al-Adab al-Shufi (h. 417-418) mendefinisikan al-futuwwah sebagai al-kabir min al-syabab (titik puncak dari masa muda) yang dinisbatkan kepada Ashab al-Kahf dengan merujuk pada ayat tersebut di atas.
Lebih lanjut, Bin Jabir menambahkan karakteristik pemuda yang dimaksud adalah memiliki tubuh yang kuat dan pandangan yang futuristik. Mereka berani mengambil inisiatif, pro-aktif terhadap berbagai persoalan yang berat, untuk menyelesaikannya, mereka akan melakukan yang terbaik. Mereka juga memiliki kedermawanan, kemuliaan dan independensi. Sebagaimana tafsir sufi yang juga menekankan makna batin, selain makna lahir dari ayat-ayat Alquran.
Fityah dalam konteks ayat ini tidak hanya dimaknai secara literal sebagai subjek, yakni para pemuda. Tetapi juga dimuati dengan makna batin dalam bentuk sifat-sifat mulia yang tersimpul dalam kata al-futuwwah. Para pemuda (fityah) dalam ayat ini merujuk pada Ashab al-Kahfi, sifat-sifat mulia tersemat pada mereka. Para mufasir-sufi mengidealkan mereka dan menyematkan al-futuwwah sebagai sifat yang melekat pada mereka. Untuk alasan itulah kiranya, konsep al-futuwwah ini diusung oleh para mufasir-sufi seperti Imam al-Sulami dan Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani.
Baca Juga: Ashabul Kahfi: Representasi Perjuangan Pemuda dalam Al-Quran
Menurut Imam al-Sulami dalam Haqa‘iq al-Tafsir (h. 857), al-futuwwah adalah benarnya perkataan dan janji, beriman dengan sebenarnya, keadaan batin yang sejalan dengan sikap lahir (yang terlihat), berpegang teguh pada hukum-hukum syariat dan sunah Nabi, hati yang luas dan akhlak yang baik. Secara khusus, dalam kitab al-Muqaddimah fi al-Tashawwuf (h.9), Imam al-Sulami memperinci makna al-futuwwah sebagai sifat keperwiraan yang ditandai dengan menjaga lima perkara, yaitu: memiliki sifat amanah, memelihara kehormatan, jujur, memiliki rasa persaudaraan yang baik dan berusaha terus menerus memperbaiki hati.
Kualitas personal para pemuda yang memiliki futuwwah dijelaskan pula oleh Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani dalam Tafsir al-Jilani (jilid 3, h. 60), menurutnya, al-futuwwah tersemat pada para pemuda Ashab al-Kahf. Hal itu terlihat dalam budi pekerti yang mereka miliki. Selain akhlak yang mulia, orang-orang dengan sifat keperwiraan juga memiliki kualitas intelektual yang baik (‘aql al-kamil) dan memperoleh bimbingan Allah (al-rusyd al-tam).
Dengan kapasitas itu, mereka mampu melihat segala fenomena dengan pemikiran yang mendalam (al-ta‘ammul), dan dari pandangan itulah mereka merenungi segala kebesaran, kemuliaan dan kesempurnaan sifat-sifat Allah (al-tadabbur). Berdasarkan dua tafsir di atas, dapat dipahami bahwa al-futuwwah adalah karakter ideal. Realitas itu bahkan dinyatakan dalam sejarah melalui sekelompok pemuda yang menjaga idealismenya (Ashab al-Kahf) dalam keimanan kepada Allah.
Menuju Pribadi Yang Tercerahkan
Pemuda yang memiliki al-futuwwah adalah pemuda yang tercerahkan. Untuk mencapai kepribadian yang tercerahkan itu, kedua tafsir di atas mengisyaratkan dua cara, yaitu melalui jalan al-ladunni (anugerah Allah) dan al-kasbi (perolehan yang diusahakan). Jalan laduniyyah diisyaratkan melalui kalimat “kami menambahkan petunjuk kepada mereka”. Petunjuk Allah dalam narasi sufistik dapat berupa pancaran cahaya ketuhanan (Nur Ilahiyyah) dan pandangan mata hati yang tajam (bashirah/vision) dalam keimanan seperti dikatakan oleh Imam al-Tusturi dalam Tafsir al-Tusturi (h. 97).
Selain jalan anugerah Allah, untuk menjadi pribadi yang tercerahkan dapat ditempuh dengan jalan perolehan yang diusahakan, yaitu melalui komitmen dalam keimanan kepada Allah dan rasul-Nya, memiliki kebaikan lahir dan batin, jujur dalam pikiran dan tindakan serta memaksimalkan fungsi akal dan dan hati dalam merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah (al-ta‘ammul wa al-tadabbur).
Baca Juga: Surat Yusuf Ayat 23-25: Seruan Kisah Pemuda (Nabi Yusuf) Ketika Keluar dari Zona Nyaman
Ashab al-Kahf dan sifat al-futuwwah, menurut Imam Ahmad bin ‘Umar dalam tafsir al-Ta‘wilat al-Najmiyyah fi Tafsir al-Isyari al-Shufi (Jilid 4, 121), merupakan orang-orang yang beriman dengan penyelidikan dalam mencapai kebenaran, bukan dengan taklid. Ashab al-Kahf digambarkan sebagai kelompok pemuda yang mencari jalan petunjuk Allah sesuai dengan pandangan dan tekad mereka. Dalam petunjuk Allah pada mereka, terdapat keutamaan dan kemuliaan.
Urgensi Al-Futuwwah
Konsep al-futuwwah bagi generasi muda bangsa Indonesia sangat urgen. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan proyeksi berdasarkan tren, akan terjadi peningkatan jumlah penduduk Indonesia mencapai 328,93 juta jiwa pada tahun 2050. Proporsi penduduk dengan usia 15-64 tahun diproyeksi mendominasi hingga 64,88 % dari total populasi pada 2050. Artinya, Indonesia akan memiliki kelompok produktif yang diharapkan mampu memberikan perubahan dan kemajuan bagi bangsa Indonesia.
Dalam konteks bonus demografi Indonesia dan berdasarkan pemaparan para ulama sebelumnya berkenaan dengan al-futuwwah, setidaknya pemuda dengan sifat al-futuwwah akan memiliki tiga kualitas kepribadian, yaitu: kualitas spiritual, mental dan sosial. Secara spiritual, al-futuwwah bagi pemuda ditandai dengan keimanan, ketaatan dalam ibadah dan kehidupan yang berorientasi menuju Tuhan.
Selain itu, kualitas mental mereka dalam keadaan seimbang yang dicitrakan dengan perwujudan akhlak yang baik, termasuk di dalamnya kejujuran. Yang terakhir, pemuda yang memiliki al-futuwwah dalam diri mereka akan cenderung bekerjasama dan berkolaborasi dalam kebaikan, seperti ditunjukkan oleh Ashab al-Kahf. Yang terakhir, dengan keimanan mereka juga berusaha memberikan pengaruh-pengaruh baik kepada orang lain.
Dengan demikian, al-Futuwwah memiliki relevansinya dengan perubahan mentalitas generasi muda. Jika sifat dan sikap itu diimplementasikan secara masif oleh generasi muda dalam berbagai bidang, maka Indonesia berpotensi menjadi negara maju dan sejahtera. Hal itu dikarenakan, karakteristik al-Futuwwah yang menjadi antitesis dari kebohongan dan ketidakadilan. Dengan al-Futuwwah, seseorang akan cenderung untuk bersikap anti korupsi, mencintai kebenaran, menegakkan keadilan dan bijaksana. Melalui sumber daya manusia dengan karakteristik tersebut, Indonesia akan mencapai perubahan yang menyeluruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wa Allahu A’lam bi al-Shawab.