BerandaKisah Al QuranKurban Perasaan Nabi Sulaiman

Kurban Perasaan Nabi Sulaiman

Tidak lama lagi kita akan menyambut bulan Dzulhijjah. Bulan yang dinantikan umat Islam yang hendak menunaikan ibadah haji dan kurban. Bulan yang dinantikan umat Islam yang senang dengan datangnya hari raya Iduladha. Baik yang miskin maupun kaya, semua bersatu dalam kebahagiaan perayaan kurban.

‘Kurban apa tahun ini?’ Ini jadi pertanyaan yang lumrah kita dengar ketika momen Iduladha tiba. Melalui pertanyaan tersebut kita sering mendengar istilah ‘kurban perasaan’, suatu pernyataan sederhana agar tidak terkesan polos menjawab ‘tidak kurban’.

Kurban perasaan pada faktanya tidak semudah kata-kata. Ia menjadi lebih sulit, terlebih jika perasaan yang dimaksud adalah cinta. Mencintai sesuatu melebihi kecintaan terhadap Allah, lebih memilih bersama perasaan itu daripada menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, nyatanya perasaan tidak semudah itu dikurbankan.

Baca Juga: Kewafatan Nabi Sulaiman as. Dan Ketidaktahuan Jin tentang Hal Gaib

Alquran, surah Shad ayat 30 sampai 33 mengabadikan kisah Nabi Sulaiman yang merelakan kecintaannya kepada suatu hal demi kembali berzikir kepada Allah.

وَوَهَبْنا لِداوُدَ سُلَيْمانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (30) إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِناتُ الْجِيادُ (31) فَقالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوارَتْ بِالْحِجابِ (32) رُدُّوها عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحاً بِالسُّوقِ ‌وَالْأَعْناقِ (33

Dan kami anugerahkan Sulaiman kepada Dawud, ialah sebaik-baik hamba seorang yang bertaubat. Ketika pada suatu sore dihadapkan kepadanya kuda-kuda yang gagah nan gesit. Ia berkata, ‘sungguh aku mencintai kemilau kebaikan (dunia) daripada mengingat Tuhanku hingga mentari tiada terlihat lagi. Bawalah semua kuda itu padaku, lalu ia mengusap-usap kaki dan leher kuda tersebut.

Ibnu Asyur menyebut dalam kitab tafsir beliau, at-Tahrir wa at-Tanwir  bahwa kata awwab mengandung maksud banyak atau gemar di dalamnya, banyak atau gemar bertaubat. Adapun kelanjutan kisah Nabi Sulaiman dan kecintaannya pada keindahan kuda adalah salah satu dari kisah tentang pertaubatan beliau yang dianggap luar biasa.

Kata masaha pada ayat 33 di atas oleh Ibnu Asyur dimaknai dengan memenggal, bukan sekedar mengusap biasa melainkan mengusap dengan pedang. Menurut beliau jika tidak dimaknai dengan memenggal maka konteks kisah di atas menjadi rancu.

Melalui pemaknaan seperti Ibn Asyur di atas dapat dipahami bagaimana kisah kurban perasaan Nabi Sulaiman. Demi kembali berzikir kepada Allah beliau sampai hati merelakan kuda-kuda pilihan.

Baca Juga: Kisah Pengembala, Pemilik Kebun, dan Kebijaksanaan Nabi Sulaiman

Barangkali ada di antara pembaca yang menganggap kuda adalah hewan biasa pada masa kini, perlu diketahui bahwa kuda merupakan satu-satunya alat transportasi tercepat di kala itu. Adapun kuda pilihan nan gagah ibarat mobil sport mewah pada masa kini. Kuda yang bagus dan terawat menunjukkan bahwa pemiliknya adalah tokoh dengan kekuatan finansial tinggi.

Jika diibaratkan masa kini, adakah seseorang yang bisa merelakan mobil mewahnya begitu saja demi kesempatan dan waktu untuk mengingat Allah? Oleh karena beratnya merelakan perasaan cinta akan keindahan, terlebih sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, Allah memberikan pujian terhadap Nabi Sulaiman.

Kurban perasaan bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Seseorang yang mengorbankan perasaannya demi rida Allah akan mendapatkan predikat tersendiri dari-Nya seperti halnya Nabi Sulaiman. Mengalahkan perasaannya sendiri demi rida Ilahi yang lebih luhur menunjukkan bahwa tokoh tersebut memiliki kekuatan pengendalian diri yang kuat.

Dalam satu hadis yang ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnad beliau disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda,

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ للَّهِ  

Pejuang sejati adalah seorang yang melawan nafsunya demi (ridha) Allah.

Baca Juga: Belajar Servant Leadership dari Kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Quran

Seringkali perasaan dalam hati adalah nafsu, suatu keinginan yang beriringan dengan larangan Allah. Keberhasilan seseorang untuk mengurbankan perasaannya demi Tuhannya adalah suatu pencapaian tersendiri. Wallahu a’lam.

Muhammad Fathur Rozaq
Muhammad Fathur Rozaq
Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....