BerandaKisah Al QuranKisah Pengembala, Pemilik Kebun, dan Kebijaksanaan Nabi Sulaiman

Kisah Pengembala, Pemilik Kebun, dan Kebijaksanaan Nabi Sulaiman

Nabi Sulaiman a.s. merupakan figur seorang nabi yang sekaligus menjabat sebagai seorang raja. Beliau seorang nabi yang menjadi bukti sejarah bahwa ilmu pengetahuan merupakan bekal utama untuk menaklukkan dunia. Alquran banyak menuturkan kisah-kisah unik dan inspiratif mengenai sosok nabi yang satu ini. Dengan ilmu dan kebijaksanaan yang dianugerahkan Allah Swt., beliau mampu menguasai bukan hanya dunia manusia, tetapi juga bangsa jin dan binatang tunduk di bawah kekuasaan dan kebijakannya.

Nabi Sulaiman a.s. merupakan putra Nabi Daud a.s. Keduanya sama-sama dianugerahi kenabian dan kekuasaan sekaligus. Jadi, bisa dikatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. sebenarnya melanjutkan estafet kepemimpinan dan perjuangan Nabi Daud a.s.

Dalam Alquran, ada satu kisah unik yang diceritakan berkenaan dengan kebijaksanaan Nabi Sulaiman a.s. Kisah ini terjadi ketika Nabi Daud a.s. masih menjabat sebagai seorang raja, dan di saat itu Nabi Sulaiman a.s. masih berusia sekitar belasan tahun. Penggalan kisahnya disebutkan dalam Q.S. Al-Anbiya ayat 78, Allah Swt. berfirman:

{وَدَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ} [الأنبياء: 78]

“Dan (ingatlah) kisah Daud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenaai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka.” (Q.S. Al-Anbiya [21]: 78).

Baca juga: Belajar Servant Leadership dari Kisah Nabi Sulaiman dalam Alquran

Ada setidaknya dua riwayat dari ulama tafsir terkait alur lengkap dari kisah di atas. Namun, secara substansi keduanya bermuara pada hal yang sama, yaitu ingin menggambarkan kebijaksanaan Nabi Sulaiman a.s.

Syahdan, dikisahkan bahwa pada kepemimpinan Nabi Daud as., terjadi sengketa antara seorang pengembala dan seorang tukang kebun. Tanpa disadari, kawanan kambing milik pengembala masuk ke kebun dan merusak tanaman yang ada di kebun tersebut.

Mengetahui hal tersebut, pemilik kebun tidak terima dan kemudian melaporkan masalah tersebut kepada Nabi Daud a.s. untuk meminta penyelesaian masalah. Setelah menaksir nominal harga kambing dan jumlah kerugian pemilik kebun yang ternyata sama, Nabi Daud a.s. kemudian memutuskan bahwa kambing-kambing tersebut harus diberikan seutuhnya kepada pemilik kebun sebagai ganti rugi atas tanamannya yang dirusak kambing tadi.

Setelah mendapatkan keputusan dari Nabi Daud a.s., keduanya pun pulang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Nabi Sulaiman a.s. yang pada waktu itu masih berusia sekitar sebelas tahun.

Baca juga: Riwayat Israiliyyat Batil dalam Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis

Karena mengetahui latar belakang masalah mereka, Nabi Sulaiman a.s. kemudian menanyakan hasil keputusan sang raja terhadap kasus yang menimpa mereka. Setelah mendapatkan penuturan dari keduanya tentang keputusan Nabi Daud a.s., ayahandanya, beliau kemudian berkomentar, “Keputusan itu bagus, tetapi sebenarnya ada keputusan lain yang lebih adil bagi kedua belah pihak.”

Mendengar bahwa ada keputusan yang lebih adil, mereka berdua kembali menghadap Nabi Daud a.s. dan mengabarkan bahwa putranya memiliki keputusan yang dirasa lebih dapat diterima oleh kedua belah pihak. Kemudian, Nabi Daud a.s. memerintahkan agar Nabi Sulaiman dibawa menghadap untuk ditanyakan apa keputusan yang dinilainya lebih baik itu.

Dengan penuh rasa penghormatan kepada seorang raja dan rasul sekaligus ayahandanya, beliau menjelaskan bahwa keputusan yang lebih baik adalah dengan menyerahkan kebun kepada si pengembala untuk dirawat sampai tanaman yang rusak tadi kembali seperti semula. Dalam jangka waktu tersebut, kambing milik si pengembala diserahkan sementara kepada pemilik kebun. Dan, si pemilik kebun berhak atas manfaat dari kambing tersebut berupa, susu, bulu atau bahkan anak dari kambing tersebut selama masa pemulihan kebunnya berlangsung.

Baca juga: Qiraah Maqashidiyah atas Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis

Setelah dirasa bahwa tawaran Nabi Sulaiman a.s. dinilal lebih adil bagi kedua belah pihak, akhirnya Nabi Daud a.s. memutuskan berdasarkan keputusan yang diawarkan oleh putranya [Mafatih al-Ghaib, juz 22, hal. 164].

Sejatinya, keputusan dari Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. sama-sama mengandung unsur keadilan. Akan tetapi, keputusan yang diambil oleh Nabi Sulaiman a.s. dirasa lebih pas dan bijaksana.

Sayyid Muhammad Thanthawi menjelaskan bahwa keputusan yang diambil oleh Nabi Daud a.s. hanya berorientasi kepada ganti rugi dari pihak pengembala kepada pemilik kebun. Namun, keputusan ini hanya berisi keadilan. Berbeda dengan keputusan yang diambil oleh Nabi Sulaiman yang mengandung keadilan sekaligus kebijaksanaan. Hal ini karena keadilan yang ditawarkan oleh Nabi Sulaiman a.s. berpotensi melahirkan keuntungan lebih bagi kedua belah pihak. Sayyid Thanthawi menyebutnya sebagai al-‘adl al-hayy al-ijabi (keadilan produktif-afirmatif). [Tafsir al-Wasith, juz 9, hal. 235].

Dalam ayat berikutnya, Allah Swt. menegaskan bagaimana Dia menganugerahkan pemahaman dan kecerdasan kepada Nabi Sulaiman; dan bagi setiap nabi dan rasul, Allah telah bekali dengan anugerah dan keistimewaan masing-masing. Allah Swt. berfirman:

{فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا} [الأنبياء: 79]

“Maka kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat); dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu.” (Q.S. Al-Anbiya [21]: 79).

Baca juga: Mencontoh Spirit dan Doa Nabi Sulaiman dalam Mensyukuri Nikmat

Demikianlah sekelumit kisah inspiratif yang mengungkap kebijaksanaan Nabi Sulaiman a.s. Dari kisah tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa ilmu dan kebijaksanaan tidak memandang usia. Allah Swt. maha kuasa memberikan anugerah ilmu dan kebijaksanaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.

Di samping itu, sikap Nabi Daud yang terbuka atas kritik dan tidak segan-segan menerima kebenaran dari siapapun perlu diteladani, terutama oleh pemegang otorias dan pembuat keputusan. Jangan sampai senioritas apalagi egoisme menghalanginya dari sikap terbuka untuk menerima kebenaran.

Muhammad Zainul Mujahid
Muhammad Zainul Mujahid
Mahasantri Mahad Aly Situbondo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Jami‘ al-Baya fi Tafsir al-Qur’an karya Muhammad al-Ijiy

Mengenal Tafsir Jami‘ al-Bayan Karya Muhammad Al-Ijiy

0
Nama Jami‘ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an dalam kajian tafsir di Indonesia memang tidak begitu atau bahkan tidak populer sama sekali. Hasil pencarian yang penulis...