Selalu ada kisah perjuangan dari masa kecil seorang Nabi. Salah satunya kisah masa kecil Nabi Musa. Masa kecil Nabi Musa diceritakan dengan begitu dramatis dalam Alquran, dan tokoh penting selain Nabi Musa di sini adalah ibunya. Berkat ketegaran dan kesabaran sang ibu (dalam menjalankan perintah Allah), Nabi Musa bisa selamat dari pembantaian bayi laki-laki oleh Firaun ketika itu.
Alquran tidak menyebutkan dengan jelas nama dari ibu Nabi Musa. Alquran hanya menyebutnya dengan Umm Mūsā. Adapun dalam tafsir, nama Umm Mūsā dikenal dengan dua versi. Dalam tafsir Marah Labid, nama Umm Mūsā tertulis Yūḥāniẓ bint Lāwī bin Ya’qūb. Sedang dalam Tafsir ats-Tsa’labī dijelaskan bahwa nama beliau adalah Yūkhābad bin Lāwī bin Ya’qūb.
Ketika menceritakan kisah ibu Nabi Musa, Bint asy-Syāṭi’ dalam Umm an-Nabī mengutip surah al-Qaṣaṣ ayat 7.
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ (7)
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.” (Terjemah Kemenag RI)
Baca Juga: Kisah Ibu Para Nabi dalam Al-Quran (1): Perjuangan Siti Hajar, Ibu Nabi Ismail
Detik-detik Nabi Musa dihanyutkan ke sungai Nil
Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai profil Umm Mūsā, baik itu langsung di Alquran maupun dalam beberapa tafsir. Informasi yang ada hanya sebatas seorang ibu dengan satu anak perempuan (sebelum lahir Nabi Musa) yang hidup di Mesir, di masa kekuasaan raja Firaun.
Tafsir Marah Labid dan juga beberapa tafsir lainnya menjelaskan lebih detail tentang detik-detik ibu Nabi Musa menghanyutkan bayi Musa.
Mendengar berita tentang pembantaian bayi laki-laki oleh Firaun di kalangan Bani Israil, ibu Musa a.s. sangat cemas dengan keselamatan bayinya. Dalam proses kelahiran Nabi Musa, ibu Musa a.s. dibantu oleh seorang bidan. Ketika melihat bayi Musa, bidan tersebut langsung jatuh hati dan sayang terhadap bayi tersebut, sehingga berpesan kepada sang ibu untuk senantiasa menjaga dan menyelamatkannya agar bisa tetap hidup.
Ketika bidan tersebut keluar dari rumah ibu Nabi Musa, para prajurit yang stand by di sekitar rumah tersebut langsung menaruh curiga dan menuju rumah tersebut. Jika mengikuti alur tafsir ini, maka prajurit itu mendatangi rumah tempat bayi Musa dilahirkan sesaat setelah proses kelahiran Nabi Musa. Namun, ada penjelasan lain tentang jarak waktu antara kelahiran Nabi Musa dengan eksekusi penghanyutan Nabi Musa ke sungai Nil. misal dalam tafsir at-Tabari dan tafsir as-Samarqandī, di situ disebut bahwa ada waktu sekitar tiga hingga empat bulan atau bahkan lebih dari hari kelahiran Nabi Musa hingga beliau dihanyutkan ke sungai Nil.
Namun demikian yang jelas tersampaikan dalam Alquran adalah perintah untuk menyusui Nabi Musa. Artinya, sebentar atau lamanya jarak waktu antara kelahiran dan penghanyutan, ibu Nabi Musa masih sempat menyusui Nabi Musa.
Saking paniknya sang ibu, ketika prajurit mulai masuk ke rumah ibu Nabi Musa, beliau langsung membungkus Nabi Musa dengan kain lap dan (tidak sengaja) meletakkan bayi Musa di tungku perapian yang mendidih. Allah menjadikannya api itu dingin dan Nabi Musa tetap selamat.
Baca Juga: Kisah Nabi Musa dan Doa-Doa yang Dipanjatkannya dalam Surat al-Qashash
Setelah prajurit keluar dari rumah dan tidak berhasil menemukan bayi Musa, sang ibu bergegas untuk membeli tabut (peti) kepada seorang tukang kayu yang termasuk pendukung Firaun. Hal ini dilakukan sebagaimana perintah Allah yang diilhamkan kepada beliau.
Ketika sang ibu ditanya oleh si penjual tentang maksud membeli peti tersebut, ibu Musa a.s. tidak bisa berbohong dan menjawab dengan jujur bahwa beliau akan menggunakannya untuk menghanyutkan bayi laki-lakinya ke sungai. Si tukang kayu pun berniat memberi tahu informasi tersebut kepada para prajurit Firaun, namun Allah menolong ibu Musa a.s. dengan membuat si Tukang kayu tadi tidak bisa berbicara tiba-tiba.
Nabi Musa kemudian ditaruh di peti tersebut dan dihanyutkan di sungai Nil oleh sang ibu dengan perasaan sedih dan cemas. Beliau lantas meminta saudara perempuan Nabi Musa untuk mengikuti aliran sungai membawa peti tersebut.
Diceritakan bahwa sang ibu sempat merasa hampa dan menyesali keputusannya tersebut, pada kondisi ini setan membisiki untuk mengambil kembali bayi Musa. Untungnya sang ibu tidak terpengaruh dengan bisikan setan tersebut.
Peti tersebut lantas menuju ke pemandian istana Firaun dan ditemukan oleh istrinya, Asiyah bint Muzahim dan singkat cerita beliau memohon kepada Firaun untuk tidak membunuhnya dan menjadikan bayi Musa sebagai anak angkatnya.
Ketika Asiyah mencari ibu susu untuk bayi Musa, saudara perempuan Nabi Musa membantunya untuk mencarikan ibu susu tersebut yang tidak lain adalah ibu kandung Nabi Musa. Akhirnya ibu Musa a.s. bisa menggendong dan merawat kembali putranya tersebut. Hal ini yang sedari awal dijanjikan oleh Allah kepada sang ibu.
Kisah ini diceritakan secara runtut dalam Alquran, setidaknya dalam surah al-Qaṣaṣ ayat 7 hingga 13.
Baca Juga: Ingin Diberi Kelancaran Urusan? Baca Doa Nabi Musa Ini!
Gambaran perjuangan seorang ibu
Kisah ibu Nabi Musa dalam episode masa kecil Nabi Musa memberikan gambaran yang sangat jelas tentang perjuangan seorang ibu. Apa pun dilakukan olehnya asal bayinya bisa selamat dan bertahan hidup. Hal seperti ini juga yang dilakukan oleh ibu Nabi Ismail ketika mencari air minum untuk bayinya yang sedang kehausan. Hal yang sama juga akan dilakukan oleh para ibu di sekitar kita.
Dalam kisah Nabi Musa, jika Nabi Musa pada akhirnya bisa kuat dan tegar menghadapi kezaliman Firaun dan ujian-ujian yang lain dalam dakwahnya, hal itu karena sudah menjadi pelajaran pertamanya sejak kecil, ketika ibunya kuat dan tegar merelakan anaknya dihanyutkan ke sungai agar bisa selamat dari pembantaian Firaun. Wallah a’lam