Istri-istri Rasulullah merupakan perempuan mulia, yang terpilih untuk mendampingi Nabi saw. Istri-istri Rasulullah juga menjadi Ummahat al-Mukminin (Ibunda bagi orang-orang yang beriman), di mana kaum mukminin wajib untuk memuliakan dan menghormati mereka. Keutamaan dan kemuliaan mereka disebutkan dalam Alquran, dengan sebab tidak terlepas dari luhurnya kedudukan Rasulullah. Beberapa kemuliaan tersebut sebagaimana berikut:
Baca Juga: Hikmah Dibalik Kisah Kecemburuan Ummahat al-Mukminin
Mendapat Gelar Tinggi Sebagai Ibunda Orang Beriman
اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ وَاَزْوَاجُهٗٓ اُمَّهٰتُهُمْ
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. (Q.S. Al Ahzab [33]: 6)
Imam at-Thabari dalam Tafsir Jami’ al-Bayan (11/122) menerangkan bahwa dengan (kedudukan) sebagai istri Rasulullah, Allah mengagungkan hak-hak mereka. Dalam Tafsir al-Qurtubi (13/82) dijelaskan, maksud ayat tersebut adalah Allah memuliakan istri-istri Rasulullah dengan menjadikan mereka sebagai Ummahat al-Mukminin, sehingga wajib memuliakan, berbuat baik, mengagungkan, serta haramnya kaum mukminin untuk menikahi Ummahat al-Mukminin sebagaimana dalam surah al-Ahzab ayat 53.
Hal itu sebagaimana dikatakan bahwa sebab kasih sayang Ummahat al-Mukminin kepada umatnya Rasulullah itu sama seperti kasih sayang ibu kandung kepada anak-anaknya, maka mereka diposisikan sebagai ibu bagi kaum Mukminin. Kedudukan para istri Rasulullah sebagai Ummahat al-Mukminin tidak lantas menyebabkan saling waris mewarisi sebagaimana dengan ibu kandung. Juga keharaman menikahi mereka tidak menyebar kepada anak perempuan atau saudari-saudari mereka. Oleh karena itu halal bagi para sahabat untuk menikahi anak atau saudari-saudari istri-istri Rasulullah.
Baca Juga: Teladan Baginda Nabi dalam Membangun Relasi Suami-Istri
Kemuliaan Mereka di atas Kaum Perempuan Lainnya
يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِنِ اتَّقَيْتُنَّ
Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. (Q.S. al-Ahzab ayat 32)
Istri-istri Rasulullah dianugerahi Allah dalam hal keutamaan, kedudukan, kehormatan, dan kemuliaan yang menjadikan mereka istimewa dan berbeda dari segenap kaum perempuan lain pada umumnya. Karena mereka adalah Ummu al-Mukminin dan istri dari sebaik-baik Rasul, wahyu Alquran turun di rumah mereka, dan adanya sejumlah ayat Alquran yang khusus turun berkenaan dengan diri mereka. (Tafsir al-Munir, 11/325)
Akan tetapi, sebagaimana diterangkan di ayat 32 tersebut, kemuliaan itu ada syaratnya, yaitu ketakwaan dan amal saleh. Demikian pula, kaum muslimat juga memiliki keistimewaan dan keutamaan lebih dibandingkan kaum perempuan lainnya dengan ketakwaan dan amal saleh. Akan tetapi, tentunya derajat mereka di bawah derajat para Ummahat al-Mukminin, istri-istri Rasulullah saw.
Janji Allah Akan Pahala yang Berlipat untuk Mereka dari Pahala Kaum Mukminin
وَمَن يَقْنُتْ مِنكُنَّ لِلهِ وَرَسُولِهِۦ وَتَعْمَلْ صٰلِحًا نُؤْتِهَآ أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ وَأَعْتَدْنَا لَهَا رِزْقًا كَرِيمًا
Dan barangsiapa di antara kamu sekalian (istri-istri Rasul) tetap taat pada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia. (Q.S. al-Ahzab [33]: 31)
Ketika Allah menggandakan hukuman atas istri-istri Rasulullah jika mereka melakukan suatu perbuatan keji yang nyata (surah al-Ahzab: 30), keadilan dan rahmat-Nya tentu menghendaki untuk memberikan kompensasi berupa penggandaan pahala amal saleh mereka. Karena itu kemuliaan yang diberikan kepada Ummahat al-Mukminin juga berupa penggandaan pahala bagi mereka atas amal saleh yang mereka kerjakan, serta menyiapkan untuk mereka rizki yang mulia.
Ibnu Katsir menafsirkan rizki atau pahala tersebut, yaitu kedudukan di surga. Sesungguhnya mereka (para istri Rasulullah) sesuai dengan tingkatan Rasulullah. Allah menjanjikan mereka pada maqam tertinggi, di atas kedudukan seluruh makhluk, yakni dalam kedudukan al-washilah yang merupakan tempat di surga yang terdekat dengan arsy-Nya.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 28-29: Didikan Allah Swt Kepada Istri-Istri Nabi
Allah Berkeinginan Menyucikan Mereka dari Dosa
Allah mencintai, menghendaki, dan memudahkan, serta menetapkan para istri Rasulullah untuk condong kepada jalan kebaikan. Di samping itu juga menjauhkan dari perbuatan buruk dan menyucikan serta membersihkannya dari noda kemaksiatan dan perbuatan dosa, serta menyemarakkan hati mereka dengan nur keimanan. Hal ini sebagaimana dalam surah al-Ahzab ayat 33:
وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجٰهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ الزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُۥۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.
Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir (11/330) menerangkan bahwasanya semua perintah dan adab tersebut adalah dengan maksud untuk membersihkan keluarga rumah tangga kenabian dari kotoran kemaksiatan-kemaksiatan dan noda perbuatan-perbuatan kemungkaran, serta menjadikan mereka sebagai kaum perempuan terdepan dalam hal keiffahan serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu a’lam bis-shawwab.[]