Zaman yang semakin berkembang ternyata tidak selalu diikuti dengan perkembangan karakter manusia ke arah yang lebih baik. Akan selalu ada sekelompok manusia yang berbuat melampaui batas sebagaimana orang-orang Jahiliyah zaman dahulu. Mereka berbuat kecurangan hingga kejahatan yang merugikan orang lain.
Oknum-oknum yang berbuat melampaui batas tersebut hanya mementingkan keuntungan mereka tanpa pernah memikirkan konsekuensi yang didapat baik di dunia maupun di akhirat. Salah satu bukti konkret adalah mereka tidak pernah malu dikatakan koruptor atau sejenisnya. Sebab yang terpenting tujuan utama mereka untuk meraup kekayaan dapat terpenuhi.
Karakter orang-orang yang tidak takut berbuat kejahatan ini ternyata juga digambarkan di dalam Alquran sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Alaq [96]: 6-8 sebagai berikut.
كَلَّآ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰىٓ ۙ اَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰىۗ اِنَّ اِلٰى رَبِّكَ الرُّجْعٰىۗ
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, ketika melihat dirinya serba berkecukupan. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(-mu).
Tafsir tentang Manusia yang Melampaui Batas
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (jilid 8, hlm. 506) menjelaskan bahwa di dalam ayat di atas, Allah memberitahukan tentang karakter manusia. Bahwa ia merupakan makhluk yang bisa senang, jahat, sombong, dan sewenang-wenang jika ia merasa cukup dan memiliki harta yang banyak.
Menurut Imam Al-Qurthubi kata manusia di dalam ayat ini merujuk kepada Abu Jahal yang telah menganggap dirinya telah tercukupi segalanya. Sebab ia merupakan seorang hartawan yang kaya raya. Sehingga dengan keangkuhannya, Abu Jahal pun berbuat melampaui batas (Tafsir Al-Qurthubi, jilid 20, hlm. 557-559).
Baca juga: Istidraj: Jebakan Nikmat bagi Mereka yang Tak Taat
Sementara Prof. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir (jilid 15, hlm. 600-601) mempertegas bahwa di dalam ayat tersebut Allah menggambarkan tentang tabiat buruk yang ada pada diri manusia. Bahwa manusia memiliki kegembiraan dan kesenangan serta kesombongan dan pembangkangan ketika merasa berkecukupan dan memiliki harta yang banyak.
Kemudian pada ayat ke-8, Allah mengancam dan mengingatkan manusia bahwa dia akan kembali kepada-Nya.
Relevansi Ayat dengan Karakter Manusia di Zaman Modern
Karakter manusia yang disebutkan dalam ayat di atas adalah Abu Jahal. Jika ditelusuri, nama asli Abu Jahal adalah Amr bin Hisyam. Ia dijuluki Abu Jahal yang berarti “Bapak Kebodohan” karena memiliki perangai buruk dan selalu memusuhi Rasulullah. Ia melakukan serangan-serangan, provokasi, mencela, memboikot, hingga mengumpulkan orang untuk membunuh Rasulullah (Miqdam, Refleksi Diri Menjauhi Perangai Abu Jahal).
Abu Jahal tidak menyukai dakwah yang dibawa oleh Rasulullah, sehingga ia melakukan segala cara untuk menggagalkan dakwah yang dilakukan. Berdalih kebencian tersebut, Abu Jahal kemudian tidak pernah takut untuk berbuat jahat kepada umat Islam khususnya kepada Rasulullah.
Baca juga: Larangan Berlebihan dalam Beragama
Berdasarkan tafsir ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah menggambarkan kecenderungan manusia yang suka melampaui batas ketika mereka memiliki kemampuan berupa harta, jabatan, dan keunggulan lainnya. Seperti halnya Abu Jahal yang bertindak sewenang-wenang terhadap Rasulullah karena ia merasa dirinya memiliki segalanya, ditambah sifat sombong yang ada. Ia tidak pernah takut akan siksa atau hukuman yang ia terima dari perbuatan tersebut.
Karakteristik manusia yang digambarkan Allah dalam ayat ini nampaknya makin jelas di zaman sekarang. Ada banyak orang yang berbuat melampaui batas dengan kezaliman yang dilakukan tanpa takut hukuman yang akan didapat. Lebih-lebih hukuman di akhirat, hukuman di dunia yang terpampang nyata sekalipun seakan tidak terlalu dihiraukan.
Baca juga: Agresi Israel di Palestina Merupakan Kejahatan Luar Biasa (Extraordinary Crime)
Ketenaran hingga kekuasaan yang menyilaukan mata sampai menutup hati nurani seseorang untuk menghindari kezaliman. Keuntungan dunia yang dianggap menjanjikan dengan jalan yang instan lebih dipilih dibandingkan dengan ikhtiar-ikhtiar yang dibenarkan untuk keselamatan di akhirat.
Penutup
Dalam beberapa ayat di dalam Alquran Allah menyatakan larangan melampaui batas seperti terdapat dalam Q.S. Al-Maidah ayat 87. Hal ini menunjukkan bahwa karakter melampaui batas ini pada akhirnya akan mendapat balasan setimpal dari Allah SWT.
Sejumlah peringatan di dalam Alquran cukup memberikan kesadaran kepada kita untuk selalu mawas diri dalam berbuat hal-hal yang zalim atau melampaui batas. Sebab azab Allah tidak akan memandang status kita di dunia, melainkan seberapa besar dosa yang telah kita lakukan. Wallahu a’lam.