BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanMenafsirkan Ayat-Ayat yang Membentuk Karakter Bangsa

Menafsirkan Ayat-Ayat yang Membentuk Karakter Bangsa

Alquran adalah sumber inspirasi bagi umat Islam, baik sebagai pedoman hidup individu maupun sebagai panduan dalam membangun masyarakat dan bangsa. Banyak ayat di dalamnya yang mengandung pelajaran tentang etika dan moral, yang jika diterapkan, dapat menjadi fondasi pembentukan karakter bangsa. Artikel ini akan mengeksplorasi beberapa ayat Alquran yang relevan, dengan merujuk pada tafsir para ulama klasik dan modern serta pandangan tokoh-tokoh dunia.

Ayat tentang Keadilan dan Kebajikan

Salah satu ayat yang sering disebut sebagai inti ajaran moral dalam Islam adalah firman Allah berikut.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (Q.S. An-Nahl [16]: 90).

Kata al-‘adl (keadilan) dalam ayat ini memiliki makna keseimbangan dan memberikan hak kepada pemiliknya. Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menegaskan bahwa keadilan adalah pilar utama dalam menjaga harmoni masyarakat dan menghindarkan dari kehancuran (Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 10: 106).

Lebih lanjut, konsep ihsan (الإحسان) dalam ayat ini mencerminkan usaha melampaui keadilan semata, yaitu melakukan sesuatu dengan kualitas terbaik. Bangsa yang menerapkan nilai ini tidak hanya menjamin hak rakyatnya, tetapi juga memberikan ruang untuk berkembangnya keutamaan. Hal ini sejalan dengan gagasan John Rawls dalam bukunya, A Theory of Justice, yang menyatakan bahwa keadilan sosial adalah fondasi bagi kesejahteraan bersama.

Komunitas yang Mendorong Kebaikan

Pembentukan karakter bangsa juga erat kaitannya dengan keberadaan komunitas yang aktif menyeru kepada kebaikan, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (Q.S. Ali Imran [3]: 104).

Baca juga: Mengenal Karakter Pemimpin Ideal dari Kisah Dzulkarnain

Imam Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan bahwa amar makruf nahi mungkar adalah tugas kolektif yang harus dijalankan oleh masyarakat untuk menjaga moralitas dan keberlanjutan bangsa (Mafatih al-Ghaib, 3: 197). Dengan kata lain, bangsa yang tidak aktif mendorong kebaikan akan mudah terjerumus dalam kehancuran moral.

Pandangan ini juga diperkuat oleh sosiolog modern seperti Robert Putnam dalam bukunya, Bowling Alone. Putnam menyatakan bahwa “modal sosial” (social capital), seperti solidaritas dan kepercayaan antarwarga, adalah elemen penting dalam menciptakan masyarakat yang kuat.

Pendidikan sebagai Pilar Bangsa

Salah satu aspek kunci pembentukan karakter bangsa adalah pendidikan. Allah Swt. berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۢ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11).

Ayat ini menekankan pentingnya ilmu sebagai jalan menuju kemuliaan. Dijelaskan dalam Tafsir As-Sa’di (h. 202) bahwa ilmu bukan hanya untuk individu, tetapi juga untuk membangun masyarakat yang lebih baik.

Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, pernah berkata, “Pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia.” Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya bertujuan mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga bermoral dan berkarakter.

Toleransi dalam Keberagaman

Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang beragam membutuhkan toleransi untuk menjaga persatuan. Alquran menegaskan:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (Q.S. Al-Hujurat [49]: 13).

Ibnu Katsir menyoroti bahwa ayat ini mengajarkan umat manusia untuk tidak membanggakan identitas etnis atau suku, tetapi justru menjadikan keragaman sebagai sarana untuk saling mengenal dan bekerja sama (Tafsir Ibnu Katsir, 7: 382).

Baca juga: Politisasi Agama dan Politik Identitas: Dua Hal yang Tidak Boleh Dilanggengkan

Nelson Mandela pernah berkata, “No one is born hating another person because of the color of his skin, or his background, or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love.” Pandangan ini mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan karakter dalam membangun bangsa yang damai di tengah keberagaman.

Kesimpulan

Karakter bangsa yang kuat dapat dibentuk melalui penerapan nilai-nilai Alquran secara holistik. Ayat-ayat tentang keadilan, kebajikan, ilmu, dan toleransi menjadi panduan utama untuk menciptakan masyarakat yang bermartabat dan beradab.

Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Muhammad Abduh, “Alquran tidak diturunkan untuk menciptakan umat yang stagnan, tetapi untuk mendorong mereka menjadi pemimpin bagi seluruh dunia.”

Wallahu a’lam bishawab.

Khoirul Ibad
Khoirul Ibad
Alumni Institut Imam Malik, Maroko (2021) dan Magister Ilmu Alquran dan Tafsir IIQ Jakarta (2024)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Memilih Circle di Media Sosial: Pelajaran dari Surah Al-Kahfi

Memilih Circle di Media Sosial: Pelajaran dari Surah Al-Kahfi

0
Di era digital, circle pertemanan atau atau lingkaran pergaulan tidak hanya terbentuk di dunia nyata, tetapi juga di media sosial. Grup WhatsApp, TikTok, komunitas...