BerandaTafsir TematikLinguistik dalam Alquran: Menjawab Tuduhan Orientalis

Linguistik dalam Alquran: Menjawab Tuduhan Orientalis

Ada banyak serangan dari orientalis pada Alquran. Salah satu bentuk serangan mereka adalah dengan mengatakan bahwa dalam mushaf Alquran terdapat kesalahan yang nyata, kekeliruan linguistik, dan pencampuran yang hampir tidak tersembunyi bagi siapa pun yang memiliki ilmu bahasa Arab. Mereka memberikan contoh sebagai berikut:

Baca Juga: Inilah Beberapa Argumentasi Orientalis dalam Mematahkan Autentisitas Al-Quran

Firman Allah Ta’ala:

وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ

Seharusnya (menurut mereka), bentuk yang lebih tepat adalah “وَالصَّابِرُونَ” bukan “وَالصَّابِرِينَ”.

Firman Allah Ta’ala:

وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا

Seharusnya (menurut mereka), dikatakan “وَأَسَرَّ النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا”.

Dan juga dalam ayat:

ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا كَثِيرٌ مِنْهُمْ

Seharusnya (menurut mereka), dikatakan “ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا كَثِيرًا مِنْهُمْ”.

Firman Allah Ta’ala:

لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ

Seharusnya (menurut mereka), dikatakan “وَأَكُونَ” bukan “وَأَكُن”.

Mereka mengklaim bahwa ayat-ayat tersebut memiliki kesalahan linguistik atau ketidaktepatan dalam struktur tata bahasa Arab. Namun, dalam ilmu tafsir dan qira’at, penjelasan mengenai bentuk-bentuk ini telah dikaji dengan mendalam oleh para ulama. (Fadl Hasan ‘Abbas, al-Madkhal li Dirāsah al-Qur’ān, 383)

Baca Juga: Alquran di Mata Orientalis Abad Renaisans

Asumsi-asumsi di atas dijawab oleh Fadl Hasan ‘Abbas dengan beberapa argument. Berikut penjelasannya:

Pertama, adapun mengenai firman-Nya, “dan orang-orang yang sabar”, maka kata “الصابرين” (orang-orang yang sabar) dalam ayat ini berbentuk manshub sebagai bentuk pujian, yang berarti “Aku memuji orang-orang yang sabar”. Perbedaan dalam gaya penyampaian ini, yang tidak mengikuti pola yang sebelumnya, bertujuan untuk menjelaskan keutamaan kesabaran dan kedudukannya yang tinggi dalam kebajikan (al-birr).

Seolah-olah Allah SWT ingin menjelaskan kepada kita bahwa meskipun disebutkan terakhir dalam penyebutan, kesabaran tetap memiliki kedudukan yang mulia dan pahala yang besar. Fadl Abbas mengemukakan pendapat para imam bahasa dan nahwu mengenai kebiasaan orang Arab dalam menggunakan bentuk nasab untuk tujuan pengkhususan (an-nashb ‘ala al-ikhtishash). (Fadl Hasan ‘Abbas, al-Madkhal li Dirāsah al-Qur’ān, 384)

Dalam kitab Mafātih al-Ghaib (48) karya al-Rāzī dijelaskan bahwa dalam menashabkan kata “الصابرين” menurut Al-Farra’ sebagai pujian, meskipun merupakan sifat dari man (مَن). Dan alasan kata المُوفُونَ (orang-orang yang menepati) dalam ayat tersebut berada dalam keadaan marfu’ (رفَعَ) sementara الصّابِرِينَ (orang-orang yang sabar) dalam keadaan manshub (نَصَبَ) adalah karena panjangnya pembicaraan dalam bentuk pujian. Bangsa Arab memang sering menggunakan bentuk manshub dalam konteks pujian atau celaan jika kalimatnya panjang dan tersusun dalam rangkaian sifat untuk satu hal yang sama.

Kedua, firman Allah (وَأَسَرُّوا) dan (ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا), maka ini datang berdasarkan beberapa dialek suku Arab, yaitu dalam bahasa yang dikenal sebagai Akalūnī al-Barāghīth. Bahasa ini memiliki banyak bukti dalam bahasa Arab. Dalam dialek ini, sufiks yang melekat pada kata kerja bukanlah dhamir tetapi merupakan tanda untuk menunjukkan bentuk dual atau jamak, sedangkan kata setelahnya adalah fa’il (subjek). Atau bisa juga dipahami bahwa sufiks tersebut adalah fa’il, sementara kata yang mengikutinya merupakan badal (pengganti) dari fa’il tersebut, atau berfungsi sebagai fa’il untuk fi’il yang dihilangkan yang dijelaskan oleh kata setelahnya. Dalam ayat ini, misalnya, takdirnya adalah (وَأَسَرُّوا النَّجْوَى أَسَرَّهَا الَّذِينَ ظَلَمُوا) yang berarti “Dan mereka merahasiakan bisikan itu, mereka yang zalim merahasiakannya.” Penjelasan ini mensinyalir penjelasan al-Zamakhsyari dalam kitab al-Kasyāfnya. (Mahmūd bin ‘Umar al-Zamahsyarī, al-Kassyāf, 126)

Baca Juga: Dialek Alquran Kedaerahan dalam Perspektif Linguistik

Ketiga, firman Allah (فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ), Fadl Hasan (384) berkata bahwa terdapat dua qira’ah (cara pembacaan) yang sahih dalam qira’ah sab’ah: Pertama, (وَأَكُونَ) dengan nashab (fathah), yang dibaca oleh Abu Amr, dan ini memiliki makna yang jelas. Ibnu ‘Asyūr menjelaskan dalam kitabnya al-Tahrīr wa al-Tanwīr (28:254) bahwa Abu ‘Ali al-Farisi dan al-Zujaj menafsirkan bacaan mayoritas ulama dengan menjadikan (وأكُنْ) sebagai kata yang di’athafkan kepada posisi (فَأصَّدَّقَ).

Kedua, (وَأَكُنْ) dengan dibaca jazm (sukun), yang dipahami sebagai bentuk ‘athf ‘ala al-ma’na (penyandaran pada makna). Dalam konteks ini, kalimat memiliki makna syarat (kondisional), sehingga seakan-akan Allah berfirman: “Jika Engkau menangguhkan aku hingga waktu yang dekat, niscaya aku akan bersedekah dan aku akan menjadi bagian dari orang-orang yang saleh.” Bentuk seperti ini dalam bahasa Arab dikenal dalam ilmu nahwu sebagai al-’athf ‘ala al-tawahhum (penyandaran pada dugaan makna). (Fadl Hasan ‘Abbas, al-Madkhal li Dirāsah al-Qur’ān, (384.)

Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa Abu ‘Amr sendiri dari sepuluh qira’at membacanya dengan (وأكُونَ) dalam bentuk nashab. Bacaan ini adalah riwayat mutawatir meskipun berbeda dengan rasm mushaf-mushaf mutawatir. Dikatakan bahwa bacaan ini sesuai dengan rasm Mushaf Ubay bin Ka’b dan Mushaf Ibnu Mas’ud. Al-Hasan, al-A’mash, dan Ibnu Mahidh juga membaca dengan bacaan tersebut, meskipun termasuk dalam qira’at yang tidak masyhur. Bacaan ini juga diriwayatkan dari Malik bin Dinar, Ibnu Jubair, dan Abu Raja’, namun dengan tingkat ketenaran yang lebih rendah.

Baca Juga: Unsur Keindahan Linguistik Ayat-Ayat dalam Surah Attakwir

Itulah jawaban-jawaban dari Fadl Hasan ‘Abbas terhadap tuduhan miring dari para orientalis, ditambah dengan penjelasan dari ulama tafsir, seperti al-Rāzī, al-Zamahsyarī dan Ibnu ‘Asyūr oleh penulis sebagai penguat atas jawabannya. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa susunan bahasa dalam alquran sama sekali tidak ada yang salah dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah Bahasa arab.

Abd Hamid
Abd Hamid
Dosen Institut Agama Islam al-Khairat Pamekasan
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

work life balance_pelajaran dari surah al-'asr

Work-Life Balance di Era Digital: Pelajaran dari Surah Al-‘Asr

0
Di dunia digital yang tak pernah tidur, waktu sering kali terasa semakin singkat. Notifikasi yang terus berdatangan, deadline dunia maya menggerus waktu, tekanan untuk terus...