Masjidil Haram merupakan masjid yang paling utama di antara masjid-masjid lain di muka bumi. Seluruh manusia dibuat berdecak kagum dengan keberadaannya sebagai pusat ibadah agama Islam. Umat Islam tentu punya alasan yang bersifat syar’i untuk memasuki masjidil haram. Namun, bagaimana dengan saudara kita yang non muslim, bolehkah non-muslim masuk ke masjidil haram?
Masjid merupakan rumah Allah untuk dijadikan tempat ibadah umat Islam. Adapun masjid yang paling mulia adalah masjidil haram yang berada di Makkah. Shalat di masjid tersebut mendapat pahala berlipat ganda dari pahala shalat di masjid yang lain. Betapa mulia dan agungnya masjid tersebut, sehingga tidak hanya muslim, non-muslim juga memiliki keinginan untuk mengunjungi tempat bersejarah lahirnya salah satu agama terbesar dunia ini. Bagaimana hukumnya, bolehkah non-muslim masuk ke masjidil haram?
Allah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هٰذَا ۚوَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati masjidil haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 28)
Sebelum ke pembahasan bolehkah non-muslim masuk ke masjidil haram, terlebih dahulu mari kita singgung tentang kriteria orang-orang musyrik yang dilarang masuk masjidil haram tersebut.
Baca Juga: Potret Romantisme Islam dan Kristen dalam Al Quran
Sebenarnya sudah sering disampaikan perbedaan pendapat tentang siapa itu orang-orang musyrik, dan tetap akan seperti itu pendapatnya, tidak akan berubah. Namun yang bisa diambil dari keragaman pendapat tersebut adalah semangat kehati-hatian ulama untuk menyematkan status musyrik bagi seseorang.
Banyak dari mufasir berpendapat bahwa musyrik adalah sebutan khusus bagi penyembah berhala, sebab musyrik berarti orang yang menjadikan tuhan lain selain Allah. Sehingga, ahli kitab meskipun statusnya kafir tetap tidak masuk kategori musyrik. Sebagian ulama membantah dengan argumen bahwa musyrik juga mencakup kafir ahli kitab. Berdasarkan surat An-Nisa 48, kata al-isyrak (menyekutukan) diucapkan untuk menunjukkan al-kufru (kekufuran). Sedangkan al-Shabuni menetapkan secara sahih bahwa lafad musyrik mencakup orang kafir, entah Yahudi, Nasrani, atau kaum pagan.
Setelah selesai dengan definisi musyrik, kemudian As-Shabuni menjelaskan pendapat tentang maksud dari masjidil haram dalam ayat di atas, yaitu:
Pertama, ‘masjidil haram’ dalam ayat tersebut bermakna seluruh masjid yang ada di dunia. Secara nash tertulis masjidil haram, secara qiyas berarti semua masjid. Ini adalah pendapat yang diambil mazhab Maliki. Menurutnya, dalam diri orang musyrik terdapat najis yang membuatnya haram memasuki seluruh masjid.
Kedua, bermakna Makkah yang merupakan tanah haram menurut mazhab Hanbali. Alasannya, karena lafal masjidil haram dimutlakkan, sehingga mencakup tempat-tempat yang berada di tanah haram, bukan hanya masjidnya.
Ketiga, maksudnya adalah larangan untuk melakukan haji dan umrah sebagaiman pendapat yang diambil mazhab Hanafi. Dalil pendapat ini adalah kelanjutan redaksi ayat ‘sesudah tahun ini’ yang menunjukkan waktu untuk haji dan umrah. Maka, menurut mazhab Hanafi larangan tersebut tidak berlaku bagi non-muslim yang hanya mendatangi tanah haram dan masjidnya tanpa tujuan haji dan umrah.
Keempat, bermakna sesuai dohir ayat yakni masjidil haram itu sendiri menurut mazhab Syafi’i. Berdasarkan ayat tersebut, maka masjid yang dimaksud adalah masjidil haram itu sendiri. sedangkan yang dimaksud orang kafir adalah keseluruhan tanpa terkecuali. Maka, orang-orang musyrik diperbolehkan memasuki masjid manapun selain masjidil haram.
Baca Juga: Esensi Sujud dan Fungsi Masjid Yang Sebenarnya
Sedangkan alasan larangan untuk memasuki masjid, baik masjidil haram atau masjid secara umum berdasar pada redaksi ayatnya yaitu karena mereka najis. Nah, untuk pemaknaan najis ini pun muncul beragam pemahaman. Larangan bagi orang musyrik untuk memasuki masjidil haram karena mereka najis lebih disebabkan karena kondisi mereka tidak dalam kedaan bersuci, tidak berwudu, tidak mandi besar.
Sedangkan az-Zamakhsyari dalam tafsirnyaو al-Kasysyaf mengutip perkataan Ibnu ‘Abbas bahwa orang musyrik itu najis seperti halnya anjing dan babi, nampaknya ia berpegang pada redaksi dohir ayat. Demikian juga Ibnu Jarir at-Thabari mengutip perkataan al-Hasan al-Bashri: “Barang siapa yang berjabat tangan dengan mereka, maka berwudhulah.”
Baca Juga: Inilah Perilaku Toleran Yang Harus Muslim Tunjukkan Menurut Al-Qur’an
Namun, makna najis di ayat 28 surat At-Taubah menurut pendapat yang rajah (unggul) dari mayoritas ulama adalah najis ma’nawi, sifat musyriknya itu yang membuatnya seperti bersifat najis, bukan fisiknya yang najis. Ini dibuktikan dengan tidak adanya larangan oleh Al-Quran untuk bersosialisasi dengan mereka. Demikian juga dengan Rasulullah saw. yang berjabat tangan dengan orang-orang non-muslim.
Wallahu A’lam