BerandaTafsir TematikTafsir Surat An-Nur Ayat 30: Perintah Menjaga Pandangan

Tafsir Surat An-Nur [24] Ayat 30: Perintah Menjaga Pandangan

Al-Qur’an adalah kitab pedoman bagi umat Islam. Di dalamnya, terdapat banyak tuntunan bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia, baik perihal ibadah maupun etika sosial-kemasyarakatan, seperti etika bertamu dan perintah menjaga pandangan. Tuntunan tersebut diberikan agar manusia tidak mencederai hak sesama manusia lainnya.

Setiap tuntunan Al-Qur’an seperti perintah menjaga pandangan adalah ajaran yang mengandung dua manfaat, yakni internal dan eksternal. Pada satu sisi, menjaga pandangan mencegah seseorang dari mencederai hak orang lain yang dilihatnya. Di sisi lain, menjaga pandangan juga dapat mencegah seseorang dari gejolak nafsu yang diakibatkan pandangan berlebih.

Menjaga pandangan sangatlah penting bagi manusia, baik perempuan maupun laki-laki, karena mata adalah jendela hati. Ia juga merupakan sahabat sekaligus penuntun hati. Mata mentransfer objek dan informasi-informasi yang dilihatnya ke hati, kemudian informasi tersebut – baik negatif maupun positif – tertanam, berkembang dan mempengaruhi perilaku seseorang.

Jika pandangan mata tak tertuntun, maka itu akan mempengaruhi dan mengotori hati, bahkan mungkin mematikannya. Sedangkan pandangan yang tertata dapat membuat hati menjadi lapang, hidup, bersih, dan bening layaknya cermin. Dengan hati yang bersih ini, seseorang dapat memberikan nilai positif bagi dirinya dan lingkungan sekitar.

Tafsir Surah An-Nur [24] Ayat 30: Perintah Menjaga Pandangan

Karena menjaga pandangan sangat vital dan signifikan bagi kehidupan manusia, maka Allah Swt melalui Al-Qur’an memerintahkan setiap hamba yang beriman agar menundukkan pandangannya dari segala sesuatu yang dikhawatirkan dapat menjerumuskan kepada kemaksiatan. Perintah ini termaktub pada surah an-Nur [24] ayat 30 yang berbunyi:

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ ٣٠

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

Menurut Quraish Shihab, ayat di atas merupakan kelanjutan dari larangan bagi tamu untuk melihat rahasia pemilik rumah yang disebutkan pada surah an-Nur [24] ayat 29. Pada ayat 30 kemudian dilanjutkan dengan perintah menjaga pandangan dan kemaluan, karena barangkali ketika seseorang bertamu matanya menjadi liar dan karena itu pula hasratnya menjadi-jadi.

Baca Juga: Baca Ayat Ini Untuk Menjaga Hafalan Al-Quran dan Semua Ilmu Pengetahuan

Thahir Ibnu ‘Asyur juga menghubungkan an-Nur [24] ayat 29 dan 30. Menurutnya, setelah ayat 29 menjelaskan ketentuan memasuki rumah, di sini (ayat 30) diuraikan etika yang harus diperhatikan bila seseorang telah berada di dalam rumah, yakni tidak mengarahkan seluruh pandangan kepadanya dan membatasi diri dalam pembicaraan serta tidak mengarahkan pandangan kecuali sesuatu yang sukar dihindari.

Apapun hubungannya, yang jelas ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw, seakan-akan Allah Swt berfirman, “Hai Rasul, katakanlah yakni perintahkanlah kepada laki-laki mukmin yang demikian mantap imannya bahwa: Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka yakni tidak membukanya lebar-lebar untuk melihat segala sesuatu yang terlarang seperti aurat wanita dan sesuatu yang kurang pantas untuk dilihat seperti area kamar.”

Dan di samping itu, hendaklah mereka memelihara secara utuh dan sempurna kemaluan mereka sehingga sama sekali tidak menggunakannya kecuali pada yang halal, tidak juga membiarkannya terlihat kecuali kepada siapa yang boleh melihatnya. Yang demikian itu yakni menahan pandangan dan memelihara kemaluan adalah lebih suci dan terhormat bagi mereka. Ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

Kata yaghudhdhu pada surah an-Nur [24] ayat 30 terambil dari kata ghadhdha yang berarti menundukkan atau mengurangi. Apa yang dimaksud di sini adalah mengalihkan arah pandangan, serta tidak memantapkan pandangan dalam waktu yang lama kepada sesuatu yang terlarang atau sesuatu yang kurang pantas untuk dilihat (Tafsir Al-Misbah [9]: 324).

Sedangkan kata furuj adalah jamak dari kata farj yang pada mulanya berarti celah di antara dua sisi. Al-Qur’an menggunakan kata yang sangat halus itu untuk sesuatu yang sangat rahasia bagi manusia, yakni alat kelamin. Memang kitab suci Al-Qur’an dan hadis selalu menggunakan kata-kata halus, atau kiasan untuk menunjuk hal-hal yang dianggap oleh manusia sebagai aib untuk diucapkan (Tafsir Al-Misbah [9]: 325).

Ayat di atas menggunakan kata min ketika berbicara tentang abshar atau pandangan-pandangan dan tidak menggunakan kata min ketika berbicara tentang furuj atau kemaluan. Kata min itu dipahami dalam arti sebagian, karena memang agama memberi sedikit kelonggaran bagi mata dalam pandangannya. Ali bin Abi Thalib berkata, “Anda diberi toleransi dalam pandangan pertama, tapi tidak dalam pandangan kedua.”

Menurut Yusuf Qardhawi dalam al-Halal wa al-Haram, yang dimaksud dari “menundukkan pandangan pada surah an-Nur [24] ayat 30 bukanlah memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah, karena itu merupakan hal yang sangat sulit dilakukan dan berpotensi menimbulkan bahaya. Apa yang dimaksud dari ayat tersebut sebenarnya adalah menjaga pandangan dari sesuatu yang dilarang syariat.

Baca Juga: Baca Ayat Ini untuk Menghilangkan Rasa Takut dan Menjaga Kesehatan Mental

Lebih jauh, Yusuf Qardhawi menegaskan bahwa pandangan yang terjaga adalah pandangan yang apabila melihat kepada lawan jenis, maka ia tidak mengamati secara intens keelokannya dan tidak menoleh kepadanya dalam jangka waktu yang lama, serta tidak pula melekatkan pandangannya itu terhadap lawan jenis atau sesuatu yang lain tanpa henti.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa surah an-Nur [24] ayat 30-31 merupakan perintah menjaga pandangan dan kemaluan – baik bagi laki-laki maupun perempuan – dari hal yang tidak dihalalkan. Maksud menjaga pandangan di sini adalah tidak melihat secara intens lawan jenis, menghindarkan pandangan dari hal yang tidak dibolehkan, bukan menundukkan kepala secara berlebihan dan bukan pula memejamkan mata, karena ini berpotensi membahayakan. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU