Salah satu kajian ulumul Qur’an yang masih menjadi polemik dan perdebatan antara beberapa ulama adalah terkait kemungkinan adanya proses pengulangan turunnya sebuah ayat Al-Quran. Perdebatan tersebut terbagi menjadi dua kelompok, satu sisi terdapat ulama yang menolak adanya pengulangan turunnya ayat Al-Quran, dan di sisi lain terdapat ulama yang menerima hal tersebut.
Melalui artikel singkat ini penulis ingin sedikit mengurai perdebatan masalah tikrar al-nuzul tersebut berdasarkan beberapa pendapat dan kaidah yang telah disusun oleh para ulama’.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menyampaikan terkait argumentasi kelompok yang menolak adanya pengulangan turunnya ayat Al-Quran. Dalam kitab al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Imam Jalaluddin al-Suyuthi, dijelaskan bahwa mereka yang menolak hal tersebut berpandangan bahwa mencari sesuatu yang sudah ada atau dalam kata lain mengulangi sesuatu yang sudah pernah disampaikan itu tidak ada faedahnya sama sekali. Jika demikian, benarkah pandangan tersebut?
Baca Juga: Belajar Sabab Nuzul dalam Menafsirkan Al Quran Sangat Penting!
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis ingin mencantumkan sebuah kaidah dasar terkait problem pengulangan turunnya ayat Al-Quran tersebut. Kaidah ini disampaikan oleh Khalid ibn Utsman al-Sabt dalam karyanya Qawa’id al-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, sebagaimana berikut:
الأَصْلُ عَدَمُ تِكْرَارِ النُّزُوْلِ
“Hukum asalnya adalah tidak ada pengulangan turunnya ayat Al-Quran”
Dalam kaidah tersebut, Khalid ibn Utsman al-Sabt menjelaskan bahwa memang secara asalnya tidak ada pengulangan turunnya ayat Al-Quran. Namun ia melanjutkan bahwa apabila terdapat riwayat yang sanadnya shahih dan redaksinya sharih (jelas) tentang adanya kejadian proses pengulangan turunnya ayat, maka riwayat tersebut dapat dikeluarkan dari ketetapan kaidah asal tersebut. Sehingga, dapat dipahami bahwa tidak bisa dipungkiri memang terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan keberadaan pengulangan turunnya ayat Al-Quran.
Terjadinya proses pengulangan turunnya ayat Al-Quran tersebut bukanlah tanpa alasan. Khalid ibn Utsman al-Sabt menyebutkan bahwa pengulangan ayat tersebut memiliki tiga fungsi utama, yaitu: (1) sebagai pengingat (tadzkir) terhadap suatu hukum yang terkandung dalam ayat yang telah diturunkan sebelumnya; (2) sebagai bentuk penegasan dan penekanan (ta’kid) atas ayat yang diturunkan ulang tersebut; dan (3) sebagai penjelas bahwa kejadian yang baru tersebut masuk dalam ketetapan hukum sebuah ayat yang telah disampaikan sebelumnya.
Selain itu, terjadinya pengulangan turunnya ayat tersebut merupakan bentuk penurunan ayat yang sama namun dengan huruf yang berbeda. Hal ini dikarenakan Al-Quran turun atas tujuh huruf. Dan selama periode Makkah ayat turun hanya berdasar satu huruf yaitu huruf Quraisy, sehingga enam huruf sisanya turun pada periode Madinah. Oleh karena itu, ketika menyikapi adanya pengulangan turunnya surah al-Fatihah, Imam al-Suyuthi berpendapat demikian:
“Boleh saja surah al-Fatihah itu turun pada kali pertama berdasar satu huruf, dan turun yang kedua dengan huruf-huruf yang lainya, seperti kata maliki dan maaliki, kata ash-shiraath dan ash-shirath, dan lain sebagainya.”
Baca Juga: Kaidah Asbabun Nuzul: Manakah yang Harus didahulukan, Keumuman Lafaz atau Kekhususan Sabab?
Salah satu contoh ayat yang turun berulang selama dua kali adalah ayat tentang ruh dalam Q.S. al-Isra’ [17] ayat 85:
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا – ٨٥
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit”
Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya ayat tersebut turun ketika Nabi berada di Madinah. Pada saat itu, terdapat seorang Yahudi yang bertanya kepada Nabi perihal ruh. Mendengar pertanyaan tersebut, Nabi pun kemudian berdiri seraya mengangkat kepala beliau ke langit, tidak lama kemudian turunlah ayat tersebut.
Baca Juga: Ketika Al-Quran Menceritakan Proses Nuzulul Quran
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengomentari riwayat tersebut, bahwasanya ayat tersebut merupakan ayat madaniyah, padahal semua isi surah al-Isra’ adalah makkiyah. Sehingga menunjukkan bahwa ayat tersebut turun di Madinah untuk kedua kalinya, sebagaimana pernah diturunkan di Makkah.
Selain ayat tersebut, Imam al-Zarkasyi menyebutkan dua ayat lainya yang turun selama dua kali yaitu Q.S. al-Taubah [9]: 113 dan Q.S. Hud [11]: 114. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memang dimungkinkan adanya pengulangan turunnya ayat Al-Quran. Terjadinya pengulangan ayat tersebut bukanlah tanpa alasan, namun di dalamnya terdapat fungsi dan hikmah tertentu yang berkaitan terhadap ayat yang diulang tersebut. Sehingga, pengulangan ayat ini memiliki berbagai faedah yang luar biasa. Wallahu A’lam