BerandaKhazanah Al-QuranAbu Aswad Ad-Du’ali dan Kisah Pemberian Tanda Baca dalam Mushaf Al-Quran

Abu Aswad Ad-Du’ali dan Kisah Pemberian Tanda Baca dalam Mushaf Al-Quran

Sekarang ini umat Islam begitu mudah membaca mushaf Al-Quran. Kemudahan ini dikarenakan mushaf yang digunakan menunjukkan kejelasan perihal tanda baca dan titik pembeda huruf. Misalkan kita hidup di era-era awal penulisan mushaf, tentu sangat sulit bagi orang ‘ajam seperti kita membaca Kalam Ilahi itu. Selain tidak ada tanda baca, huruf-huruf yang memiliki bentuk yang sama pun tak ada pembedanya. Semuanya polos hingga akhirnya Abu Aswad Ad-Du’ali membubuhkan tanda baca itu.

Abu Aswad Ad-Du’ali merupakan murid kinasih Ali bin Abi Thalib. Nama aslinya ialah Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu’mar bin Du’ali. Sementara Abu Aswad adalah nama kuniyahnya. Ia dilahirkan di Basrah pada tahun 603 M dan wafat pada 69 Hijriyah. Meski lahir sebelum Hijriyah, Abu Aswad masuk Islam pada akhir masa kenabian dan tak sempat melihat Rasulullah. Sehingga ia pun dikenal sebagai tabi’in.

Karir akademiknya sangat moncer, terlebih di bidang tata Bahasa Arab. Ia pun dikenal sebagai peletak dasar ilmu Nahwu. Selain itu, karir politiknya juga bagus. Tercatat saat masa Khalifah Umar bin Khattab, ia menjabat sebagai hakim di Basrah. Setelah itu, di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-41 H) ia juga diangkat sebagai gubernur di Basrah. Namun saat Muawiyah menggeser tampuk kekuasaan Ali, Abu Aswad Ad-Du’ali tidak lagi menjabat sebagai Gubernur Basrah. Meski demikian, kelihaian Abu Aswad dalam ilmu tata Bahasa Arab masih dibutuhkan di masa Dinasti Umayyah.

Baca juga: Kenali Ayatul Qurra (Ayat Para Pembaca Al-Quran), Begini Penjelasannya

Kisah pemberian tanda baca dalam Mushaf Al-Quran

Banyak riwayat yang menjelaskan awal mula pembubuhan titik yang dilakukan oleh Abu Aswad Du’ali. Ada yang menyebut saat era kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, namun ada juga yang menyebut saat awal Dinasti Umayyah.

Alkisah saat awal Dinasti Umayya, Abu Aswad Ad-Du’ali diminta Ziyad Gubernur Basrah untuk menyusun suatu kaidah yang memudahkan orang-orang non-Arab untuk membaca Al-Qur’an. Karena rasa keberpihakan terhadap gurunya (Ali bin Abi Thalib) masih kuat, ia semula tak mau mengungkapkan pengetahuan dari gurunya itu. Namun Ziyad tak mau kehabisan akal, ia pun mengirim seseorang yang membuntuti Abu Aswad.

Seorang utusan Ziyad itu pun suatu ketika dengan sengaja membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan salah.

أَنَّ ٱللَّهَ بَرِىٓءٌ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ  وَرَسُولُهُۥ

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin”

Ayat ini, oleh utusan Ziyad itu dibaca wa rasulihi (kasrah), bukan wa rasuluhu (dummah). Saat mendengar bacaan itu, Abu Aswad Ad-Du’ali tercengang. Ia pun berkomentar, mana mungkin Allah berlepas diri dari rasul-Nya. Karena kejadian inilah akhirnya Abu Aswad Ad-Du’ali menghadap ke Ziyad dan mulai membuat tanda baca untuk mushaf Al-Quran.

Baca juga: Sejarah Penomoran Ayat Mushaf Al-Quran dari Jerman hingga Turki

Akhirnya Abu Aswad memilih Abdi al-Qais, dari 30 juru tulis yang disiapkan oleh Ziyad untuk membantu penyusunan tanda baca itu. Abu Aswad pun memerintahkan Abdi al-Qais untuk menyiapkan mushaf Al-Quran dan tinta warna merah.

Ia pun mulai mendikte Abdi al-Qais.

“Apabila saya membuka muluku (fathah), buatlah satu titik di atas huruf. Apabila saya membuka mulut ke bawah (kasrah), buatlah satu titik di bawah huruf. Apabila saya kedepankan mulutku (dlummah)”, maka buatlah satu titik di depan huruf. Kemudian apabila saya ikuti ghunnah, yakni tanwin dari harakat tersebut, maka buatkanlah dua titik,” ungkap Abu Aswad pada Abdi al-Qais.

Dari kisah itu, usaha Abu Aswad berhasil memudahkan orang non-Arab untuk membaca Al-Qur’an. Seiring berkembangnya waktu, tanda baca dengan titik merah itu ternyata belum memuaskan para pembaca. Hingga muridnya pun turut melengkapi, yakni Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya’mur al-Udwan al-Laitsi. Kedua murid ini turut membubuhi titik pada huruf-huruf yang berbentuk sama, seperti ba’, ta’, tsa’, jim, ha’, kha’, dal, dzal, dan lain sebagainya.

Baca juga: Sejarah Jual-Beli Mushaf Al-Quran di Era Awal Islam

Dalam penelitian lebih lanjut, Mustafa Al A’zami menyebut, pemberian titik sebenarnya sudah ada jejaknya dalam penulisan pra-Islam. Sehingga ada yang menyebut usaha Abu Aswad Ad-Du’ali mengadopsi dari tradisi penulisan sebelumnya. Namun dalam konteks Mushaf Al-Quran, upaya yang dilakukannya merupakan hal baru. Oleh karena itu, pemberian tanda baca oleh Abu Aswad Ad-Du’ali merupakan langkah kongkret yang patut diapresiasi.

Berkat inovasi-inovasi seperti ini, akhirnya mushaf Al-Quran semakin dinamis demi kemudahan baca oleh para pemeluk Islam non-Arab.

Wallahu a’lam[]

Zainal Abidin
Zainal Abidin
Mahasiswa Magister Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal-Universitas PTIQ, Jakarta. Juga Aktif di kajian Islam Nusantara Center dan Forum Lingkar Pena. Minat pada kajian manuskrip mushaf al-Quran.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...