BerandaTafsir TematikTafsir AhkamAda Keringanan, Rahmat Allah, dan Kehidupan dalam Syariat Kisas

Ada Keringanan, Rahmat Allah, dan Kehidupan dalam Syariat Kisas

Kisas (bahasa Arab: qishash) merupakan salah satu bentuk hukuman dalam hukum pidana Islam atau jinayah. Pemberlakuan hukum kisas ini sebagai upaya yang dilakukan agama untuk melindungi nyawa manusia. Di samping itu, kehadiran kisas juga merupakan usaha untuk menekan angka kejahatan di tengah masyarakat.

Lebih dari itu, tujuan adanya hukum kisas ini adalah menjaga hak-hak manusia, terutama dalam hal menjaga keberlangsungan hidup. Tidak heran, keadilan menjadi prinsip dari hukum kisas. Akan tetapi, hukum kisas ini dapat dibatalkan jika ahli waris (keluarga) dari korban yang dibunuh memaafkan pembunuh.

Ketentuan tersebut telah diatur dalam Q.S. Albaqarah [2]: 178. Ayat tersebut menjelaskan bahwa jika ada pemberian maaf dari keluarga (yang dibunuh), kewajiban bagi pembunuh adalah membayar diyat. Diyat merupakan denda yang dibayarkan oleh pembunuh kepada keluarga korban. Lantas, apa hikmah adanya hukum kisas?

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. Siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya hendaklah mengikutinya dengan cara yang patut dan hendaklah menunaikan kepadanya dengan cara yang baik. Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Siapa yang melampaui batas setelah itu, maka dia akan mendapat azab yang sangat pedih.

Menurut Wahbah al-Zuhaily, ayat di atas berbicara tentung hukum kisas dan hikmah yang terkandung di dalamnya (al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syariʻah wa al-Manhaj, juz 2: 103). Pendapat tersebut menegaskan bahwa diyat termasuk dari pembahasan kisas.

Keringanan dan Kasih Sayang dari Allah Swt.

Hikmah pertama dalam hukum kisas ini adalah sebagai bentuk keringanan bagi umat manusia. Apabila diperhatikan secara sekilas, bagaimana mungkin kisas yang notabene menghilangkan nyawa sebagai bentuk keringanan?

Untuk menghilangkan anggapan seperti itu diperlukan logika berpikir yang baik. Kehadiran hukum kisas di dalam hukum Islam tidak mutlak membunuh pelaku, tetapi ada aturan lain yang bisa diberlakukan, yaitu diyat.

Adanya diyat dalam hukum kisas ini tentunya meringankan pelaku, jika dibandingkan harus kehilangan nyawa. Sederhananya, hikmah pertama ini akan terasa apabila mereka sanggup melihat betapa bernilai dan berharganya nyawa manusia.

Walaupun secara nominal dan ketentuan jumlah diyat yang tidak sedikit pasti masih memberatkan. Namun, anggapan itu tidak akan terjadi jika pelaku melihat dari sudut pandang pentingnya nyawa diri sendiri. Tentunya tidak akan sebanding dengan harga berapa pun.

Imam al-Razi (w. 606 H) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “keringan dan kasih sayang dari Tuhan kalian” berhubungan dengan pemberlakuan tiga hukum yang diterima oleh umat Nabi Muhammad saw. Tiga hukum tersebut mencakup kisas, membayar diyat, dan memaafkan pelaku (Mafatih al-Ghaib, juz 5: 228).

Sebab, umat Yahudi hanya diberlakukan hukum kisas saja; sedangkan Nasrani hanya ada ketentuan memaafkan. Hal yang sama juga diungkapkan dalam Tafsir al-Jalalayn (juz 1: 36); yang membedakan adalah membayar diyat hanya diberlakukan bagi kaum Nasrani.

Sedangkan bagi umat Nabi Muhammad saw., Allah Swt. memberikan keleluasaan dan pilihan hukum mana yang diberlakukan kepada pelaku. Kisas dengan menghilangkan nyawa pelaku; memaafkannya disertai kewajiban membayar diyat; atau memaafkan pelaku dengan cuma-cuma.

Pemaparan di atas memberikan perspektif berbeda bahwa “hikmah keringan dan kasih sayang” tersebut dapat dilihat dengan pendekatan pemberlakuan dan keleluasaan memilih di antara tiga hukum tersebut. Di samping itu, hal ini menjadi kekhususan dan keistimewaan bagi umat Nabi Muhammad.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Qishas dalam Alquran

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam hikmah pertama ini adalah kesediaan pelaku dan keluarga korban mengikuti hukum yang berlaku dan membayar diyat dengan baik. Sebab, walaupun tiga hukum tersebut dapat diberlakukan (dapat dipilih), jika kedua belah pihak tidak menjalankan hukum yang telah disepakati, maka bukan keringanan yang akan didapatkan, tapi kesusahan.

Bukan kasih sayang yang muncul tapi sifat dendam yang akan membara. Misalnya, kedua belah pihak sudah menyepakati diyat dibanding memberlakukan kisas. Akan tetapi, pelaku tidak membayar dengan semestinya (baik dengan mengurangi nominal diyat atau menunda pembayaran) atau keluarga korban balas membunuh pelaku setelah menerima diyat.

Gambaran di atas akan menimbulkan permasalahan baru yang tidak akan berakhir, karena melanggar perjanjian dan ketentuan yang berlaku. Alquran menyebut orang seperti itu dengan faman iʻtada (فَمَنِ اعْتَدٰى) “orang yang berlebihan”.

Supaya lebih komprehensif merenungi hikmah tersebut, kita bisa menelusuri kata isyarat dzalika (hal itu) yang ada dalam ayat di atas; apakah kembali pada al-hukmu al-madzkur (hukum yang telah disebutkan) atau pada kalimat fattibāʻun bi al-maʻrūf wa ’adā’un ’ilayhi bi ’iḥsān (hendaklah mengikutinya dengan cara yang patut dan menunaikan kepadanya dengan cara yang baik).

Menjaga Keberlangsungan Hidup

Hikmah selanjutnya berkaitan dengan ayat selanjutnya, yaitu Q.S. Albaqarah [2]: 179.

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal agar kamu bertakwa.

Secara umum, (jaminan) kehidupan tersebut mencakup lima poin, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta; atau yang disebut dengan maqashid al-syari’ah.

Ahmad Musthafa al-Maraghi (w. 1371 H) menafsirkan bahwa di dalam hukum kisas itu ada hikmah menjaga manusia dari saling bermusuhan (Tafsir al-Maraghi, juz 2: 63). Interpretasi tersebut lebih menekankan kehati-hatian pada dampak yang terkecil dari pembunuhan.

Hikmah ini dirasakan, baik kedua belah pihak (pembunuh dan dibunuh), atau yang lain (selain pembunuh dan dibunuh). Jika calon pembunuh mengetahui bahwa orang yang membunuh akan dihukum dengan dibunuh pula, dia akan segera mengurungkan niatnya tersebut. Dengan demikian, maka terjagalah kehidupan orang yang menjadi targetnya dan di saat yang bersamaan kehidupannya juga akan terjaga dari hukuman kisas.

Ketika sudah terjadi pembunuhan pun, Allah masih memberikan alternatif hukuman berupa membayar diyat jika keluarga korban bersedia.

Sementara itu, bagi selain mereka (qāthil dan maqthūl) hikmah kehadiran kisas ini akan menekan golongan-golongan fanatik di kedua belah pihak dari terjadinya fitnah karena pembunuhan. Wallahu A’lam.

Baca juga: Makna Qishash Menurut Alquran, Berikut Penjelasannya

Sihabussalam
Sihabussalam
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...