BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanAdakah Dalil Nasionalisme? Inilah Dalilnya dalam Al Quran

Adakah Dalil Nasionalisme? Inilah Dalilnya dalam Al Quran

Nasionalisme yang secara sederhana berarti kecintaan terhadap tanah air merupakan fitrah dan naluri semua manusia. Setiap manusia dengan mental yang sehat dilahirkan mencintai tanah kelahirannya (QS al-Baqarah [2]: 144). Dengan demikian sebetulnya tidak dibutuhkan dalil nasionalisme, karena Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah (QS al-Rum [30]: 30).

Tetapi merupakan sebuah realita, bahwa ada sebagian manusia yang menyalahi fitrahnya atau berpikiran pendek, dengan mengatakan bahwa tidak ada dalil nasionalisme dan tidak ada tuntunannya dalam agama. Untuk itu melalui tulisan sederhana ini saya ingin mengangkat beberapa teks otoritatif Alquran beserta tafsirnya, yang menunjukkan bahwa dalil nasionalisme itu ada dan betapa pentingnya arti nasionalisme atau kecintaan terhadap tanah air.

Pertama, Q.S al-Qasas ayat 85:

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

“Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (petunjuk) Alquran benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (Q.S Al-Qasas [28]: 85).

Syeikh Ismail Haqqi, seorang ulama mufasir penulis kitab tafsir Ruhul Bayan menyatakan bahwa ayat ini mengandung petunjuk bahwa mencintai tanah air adalah sebagian dari iman. Ayat ini menjadi pelipur untuk Nabi saat berhijrah ke Madinah yang pada saat itu masih terus merindukan tanah kelahirannya Makkah, karena itu Allah berjanji kelak akan membawanya kembali ke tanah asal.

Kedua, Q.S al-Baqarah ayat 126 yang merupakan doa Nabi Ibrahim untuk negerinya:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” Allah berfirman: “Dan kepada orang kafir pun Aku beri kesenangan yang sementara, kemudian Aku haruskan ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali” (QS al-Baqarah [2]: 126).

Dalam kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Ibn Asyur menyatakan bahwa doa tersebut selain masyhur diucapkan oleh Nabi Ibrahim, juga diucapkan oleh semua nabi untuk negaranya masing-masing. Setiap nabi berdoa agar di negaranya terwujud keadilan, kemakmuran, dan rasa bangga.

(Baca Juga: Tafsir Surat An-Nisa Ayat 66: Indonesia Adalah Rumah Kita Bersama)

Ketiga, QS al-Taubah ayat 24:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ.

“Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS al-Taubah [9]: 24).

Frasa “tempat tinggal yang kamu sukai” oleh Ahmad al-Najuli dalam al-Muwathanah fi al-Islam diartikan sebagai tanah air. Dalam hal ini kepentingan mencintai dan menjaga tanah air ditempatkan di atas kepentingan mencintai keluarga, harta-benda, dan seterusnya.

Keempat, Q.S al-Nisa ayat 66:

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِم أَنِ اقْتُلُوْا أَنْفُسَكم أَوِ أخرُجُوا مِن دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوْه إِلَّا قليلٌ منهم

“Sesungguhnya seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): ‘Agar membunuh diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka.” (QS. Al-Nisa [4]: 66).

Penulis kitab Tafsir al-Munir, Syeikh Wahbah al-Zuhaily menyatakan, bahwa ayat tersebut menunjukkan betapa besar kecintaan dan keterpautan hati manusia terhadap tanah kelahirannya, terbukti kehilangan atau keluar dari tanah air disejajarkan dalam hal berat dan kesulitannya dengan kehilangan nyawa.

Masih banyak pula ayat-ayat lain yang menyampaikan pesan yang sama, yakni menyejajarkan berat kehilangan tanah air dengan kehilangan nyawa, di antaranya Q.S al-Anfal ayat 30, Q.S al-Baqarah ayat 191, Q.S al-Baqarah ayat 84, Q.S al-Baqarah ayat 85.

Kelima, Q.S al-Taubah ayat 122:

وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke pertempuran). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. Al-Taubah [9]: 122).

Dalam kitab Tafsir al-Wadih karya Syeikh Muhammad Mahmud al-Hijazi dijelaskan bahwa ayat tersebut memberikan petunjuk tentang kewajiban belajar ilmu di samping kewajiban mempertahankan tanah air. Hal ini juga ditegaskan dalam QزS al-Baqarah ayat 246 di mana pembahasan jihad dihubungkan dengan mempertahankan tanah air:

قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا

“Mereka berkata: Mengapa kami tidak berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?”. (QS al-Baqarah [2]: 246).

Demikian beberapa ayat yang memberi pesan tentang betapa pentingnya mencintai dan membela tanah air bagi seorang manusia yang fitrah. Di samping ayat-ayat tersebut, masih banyak sesungguhnya ayat-ayat lainnya yang memberikan pesan yang sama. Pesan yang juga ditemukan dalam banyak hadis Nabi.

Simpulan dari paragraf-paragraf ayat di atas adalah, bahwa nasionalisme yang sebetulnya tidak membutuhkan dalil karena ia sudah menjadi fitrah manusia, ternyata mempunyai landasan yang kuat dalam Alquran. Alquran memang sebuah samudera yang sangat luas dan lagi dalam mengandung banyak petunjuk, termasuk dalam persoalan ketatanegaraan, tinggal bagaimana kita mau menggali setitik tetesannya. Mengatakan nasionalisme tidak ada dalilnya hanya berdasarkan membaca terjemah satu atau dua ayat Alquran adalah suatu ungkapan sembrono dan menyesatkan dari orang yang masih perlu banyak belajar.

M. Najih Arromadloni
M. Najih Arromadloni
Pengurus MUI Pusat, Adviser CRIS Foundation dan Pengajar di Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum, Lumpur Losari Brebes
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...