BerandaKhazanah Al-QuranAl-Quran dalam Pandangan Orientalis dan 3 Ajaran Islam yang Diadopsi dari Yahudi...

Al-Quran dalam Pandangan Orientalis dan 3 Ajaran Islam yang Diadopsi dari Yahudi menurut Geiger

Al-Quran selain sebagai kitab suci Umat Islam, juga menjadi objek riset baik dari sarjana Barat, atau yang diistilahkan dengan orientalis. Para orientalis juga menjadikan Al-Quran sebagai objek penelitian. Secara umum kajian mereka terpetakan menjadi tiga bidang kajian: pertama, kajian tentang teks Al-Quran; kedua, studi mengenai alih bahasa Al-Quran; ketiga, adalah kajian yang mengarah pada bagaimana kaum muslim memahami Al-Quran.

Menurut Nur Kholis Setiawan dalam bukunya Orientalisme Al-Quran dan Hadis, sejarah teks Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari ciri khas kesarjanaan Barat yang melakukan penelitian melalui telaah filologis. Telaah filologis ini dipakai sebagai sebuah disiplin yang banyak berhubungan dengan ortohrafi dan sejarah muncul dan berkembangnya sebuah teks.

Baca juga: Robert of Ketton dan Dinamika Penerjemahan Al-Quran, Menjawab Kesimpulan Keliru Soal Kontribusi Orientalis dalam Studi Al-Quran

Pendekatan Orientalis dalam Studi Al-Quran

Adapun orientalis yang kita kenal saat ini sebagai tradisi kajian Islam secara ilmiah, dimulai atas beberapa tuduhan yang dilancarkan para penentang Muhammad. Khususnya, mengenai asal-usul Al-Quran yang memiliki kemiripan dengan konsepsi tuduhan yang disangkakan para orientalis Barat sejak abad pertengahan.

Menurut Sahiron Syamsuddin dalam Islam, Agama-agama, dan Nilai Kemanusiaan, pendekatan orientalis dalam studi Al-Quran di bagi 3 pendekatan. Pertama, Historis-Kritis, yaitu mengkaji sebuah teks dengan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kritik historis ini meliputi bentuk, teks, dan sumber. Kedua, interpretatif penafsiran, yaitu memandang Al-Quran sebagai teks yang final dan memerlukan penafsiran. Dalam melakukan penafsiran para sarjana menerapkan metode-metode yang bervariasi, antara lain linguistik, filologi, dan sastra. Ketiga, deskriptif antropologis sosial, yaitu menjadikan Al-Quran sebagai resepsi masyarakat atau komunal tertentu.

Baca juga: Al-Quran dan Orientalis: Penerjemahan Al-Quran dalam Bahasa Latin

Fokus pemikiran Geiger

Kajian orientalis tentang Al-Quran sudah berlangsung lama. Namun, yang bernuansa akademik, menurut sebagian peneliti, dimulai semenjak Abraham Geiger. Melalui karyanya, Was hat Mohammed aus dem Judenthum aufgenommen? (Apa yang telah diadopsi Muhammad dari Agama Yahudi). Geiger dalam karyanya, memusatkan perhatian pada anasir Yahudi terhadap Al-Quran. Buku tersebut menyimpulkan bahwa tidak sebagaian besar kisah para Nabi terdahlu yang merupakan  hasil duplikasi dari Yahudi, ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Quran juga meniru tradisi agama terdahulu.

Dalam kata lain, Geiger memposisikan Yahudi sebagai otoritas yang lebih tinggi untuk menilai islam. Sehingga, ia menganggap bahwa islam hanya mengadopsi tradisi budaya yang sebelumya sudah tersebar di Arab. Kesimpulan yang diambil Gieger ini didapatkan setelah ia melakukan kajian historis-kritis terhadap Al-Quran dengan analisis komporatif antara Yahudi dan Islam.

Baca juga: Massimo Campanini; Pengkaji Al-Quran Kontemporer dari Italia

Abraham Geiger dalam karyanya Judaism and Islam, menjelaskan bahwa Al-Quran terpengaruh oleh agama Yahudi dalam beberapa hal-hal berikut : Pertama, Linguistik, keimanan dan doktrin. Kedua, peraturan-peraturan dalam hukum dan moral. Ketiga, pendangan tentang kehidupan. Keempat, cerita cerita dalam Al-Quran.

Untuk membuktikan Nabi Muhammad mengadopsi ajaran Yahudi, Geiger menyatakan dua fakta; pertama, adalah fakta tentang adanya unsur-unsur agama lain yang telah diambil dan dipadukan ke dalam Islam. Karena sebuah budaya relatif terbuka bagi masuknya konsep budaya lain. Kedua, fakta bahwa unsur-unsur agama lain dalam Islam berasal daro tradisi Yahudi, bukan Kristen atau Jahiliyyah.

3 hal yang diadopsi Nabi Muhammad dari Yahudi

Abraham Geiger menyebutkan ada 3 hal pokok yang diadopsi Nabi Muhammad dari tradisi Yahudi, Yaitu:

Pertama, kosakata Al-Quran berasal dari bahasa Ibrani. Menurutnya, ada sejumlah kata Al-Quran yang diadopsi dari bahasa Ibrani, diantaranya; Tabut, Jannatu ‘Adn, Jahannam dan sebagainya.

Kedua, konsep keimanan, menurut Geiger Nabi Muhammad beberapa konsep keimanan Yahudi, seperti : tentang konsep penciptaam langit dan bumi dan isinya ada enam hari, surga memiliki tujuh tingkat, dan pembalasan di hari akhir. Bahwasanya ketiga kosep di atas itu ada dalam Islam.

Ketiga, aturan hukum dan moral, menurut Geiger, cara sholat yang diajarkan Nabi Muhammad dengam cara berdiri dan duduk, dan ketentuan ‘iddah bagi perempuan yang bercerai adalah bagaian dari tradsisi Yahudi yang sengaja dijiplak oleh Nabi Muhammad.

Respons sarjana Muslim atas Geiger

Sebagai umat Islam, jika membaca karya Abraham Geiger tersebut pasti akan geram dan tidak terima atas pernyataan tersebut. Oleh sebab itu perlu adanya respon positif yang dilakukan untuk mengcounter pernyataan Abraham Geiger ini, salah satunya yakni menggunakan analisis kritis secara metodologis.

Syed Muhammad Naquin al-Atthas mengkritik keras terhadap pernyataan Abraham Geiger, yang berpendapat bahwa kosa kata Al-Quran berasal dari bahasa lain. Dengan anggapan seperti itu bukan berarti Islam mengalami ketergantungan pada bahasa Yahudi dan Kristen. al-Atthas juga menyatakan bahwa makna dari kosakata Al-Quran tidak harus dikembalikan kepada makna dari sumber asalnya.

Baca juga: Fazlur Rahman: Sarjana Muslim Pencetus Teori Double Movement

Hal ini disebabkan Islam telah mengisi makna kosakata tersebut dari makna yang baru dan meluruskan ajaran yang salah dari Agama Yahudi, Kristen dan Jahiliiyah. Oleh sebab itu al-Atthas berpendapat bahwa bahasa Arab dalam Al-Quran adalah bahasa Arab dalam bentuk baru. Meskipun dari segi kata yang sama dalam Al-Quran telah digunakan pada zaman sebelum islam, tidak serta merta memiliki peran dan konsep yang sama.

Dengan demikian hal yang perlu di ketahui yaitu Al-Quran tidak semata-mata diturunkan dengan begitu saja, akan tetapi ia menyesuaikan diri dengan kondisi sosio-kultur masyarakat Arab pada saat itu dengan tujuan agar diterima dan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat setempat. Namun bukan berarti Al-Quran itu hanya kitab suci yang dikhususkan kepada orang Arab saja, tetapi Al-Quran adala kitab suci yang shalih li kulli makan wa zaman.

Wallahu a’lam[]

Muhammad Siroj Judin
Muhammad Siroj Judin
Santri di PP. Al-Luqmaniyyah Umbulharjo Yogyakarta Mahasiswa S1 Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU