Doa kepada Allah swt adalah ibadah esensial dalam ajaran Islam. Bahkan, salat – yang disebut sebagai tiang dan tunggak agama Islam – secara etimologi, bermakna doa atau permohonan. Selain itu, doa tidak hanya berisi permohonan atau permintaan, melainkan juga manifestasi dari ketundukan, kekhusyukan, dan penyerahan diri. Karena alasan itulah, setiap muslim diperintahkan untuk berdoa kepada Allah swt.
Allah swt berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖ ٦٠
Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Surah Ghafir ayat 60).
Pada ayat di atas, Allah swt secara tegas memerintahkan manusia berdoa kepadanya dan doa tersebut niscaya akan ia kabulkan. Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafzir Al-Qur’an al-Azim, ayat tersebut merupakan bukti besar dan luasnya kasih sayang Allah kepada umat Nabi Muhammad saw. karena Dia telah menjamin terkabulnya doa bagi mereka yang memohon kepada-Nya dengan rendah hati tanpa rasa sombong sedikit pun.
Baca juga: Kunci Kesembilan dan Kesepuluh Menggapai Kebahagiaan: Berdoa dan Bertawakal
Hal senada disampaikan oleh Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah. Menurutnya, ayat ini bermakna, “Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk beribadah kepada-Nya dengan memurnikan ketaatan dan melaksanakan tuntunan. Niscaya Dia akan memperkenankan secara mantap apa yang mereka harapkan. Mereka juga dilarang untuk merasa angkuh sehingga enggan berdoa dan beribadah, karena sesungguhnya orang yang sombong akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.”
Jika diperhatikan secara saksama, ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt. sangat menyukai hamba-hamba-Nya yang memohon kepada-Nya, karena itu doa dianjurkan setiap saat. Amat tercela jika seseorang berlaku seperti kaum musyrikin, yang hanya berdoa ketika dalam kesulitan. Bukan hanya hal tersebut menunjukkan kerendahan etika, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka tidak menyadari bahwa setiap saat – kapan dan di mana pun berada – manusia membutuhkan bantuan Allah swt (Tafsir Marah Labid).
Lantas kenapa terkadang doa belum dikabulkan?
Ketika seseorang telah berdoa kepada Allah swt. – tentu – ia menunggu dengan penuh harap agar permohonannya tersebut segera terkabul. Mana kala doa belum dikabulkan, bisa saja ia menjadi kecewa dan bertanya-tanya kenapa doa belum dikabulkan oleh Allah swt., padahal Dia telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Bahkan, segelintir orang mungkin merasa putus asa dalam doanya karena merasa tak pernah diijabah oleh Tuhannya.
Imam Fakhruddin al-Razi dalam kitabnya Mafatih al-Ghaib menyebutkan bahwa salah satu penyebab belum dikabulkannya doa seseorang adalah belum tiba waktu yang tepat atau si hamba belum siap untuk menerimanya, sehingga dapat berujung pada hal-hal yang tidak semestinya dilalukan. Artinya, doa seorang hamba mungkin belum dikabulkan karena berkaitan dengan ketidaksiapan dirinya sebagaimana tertuang dalam Surah Assyura ayat 27.
وَلَوْ بَسَطَ اللّٰهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهٖ لَبَغَوْا فِى الْاَرْضِ وَلٰكِنْ يُّنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرٌۢ بَصِيْرٌ ٢٧
“Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.”
Ayat di atas menginformasikan kepada pembaca Alquran bahwa belum dikabulkannya doa atau belum dilimpahkannya rezeki kepada seorang muslim yang berdoa kepada Allah adalah demi kebaikan dirinya sendiri. Allah swt. menunggu waktu yang tepat untuk mengabulkan segala doa agar tidak menyebabkan seorang hamba lalai dan tersesat. Di akhir ayat tersebut ditegaskan Allah Mahateliti dan Mahamengetahui (keperluan) hamba-Nya.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Benarkah Baca Selawat Kepada Nabi Wajib Ketika Salat?
Kemudian, sebagian orang mungkin bertanya, ”kenapa ada pelaku maksiat yang rezekinya melimpah dan segala harapannya terwujud?” Jawabannya – menurut Imam Fakhruddin al-Razi dalam kitabnya Mafatih al-Ghaib – penting diketahui bahwa sesungguhnya pengabulan doa seorang muslim berlandaskan tasyrif atau memuliakan, sedangkan pengabulan doa orang kafir atau ahli maksiat berlandaskan istijraj atau lanjuran sebagai hukuman bagi mereka.
Istijraj secara etimologi diambil dari kata bahasa Arab da-ra-ja yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya (al-Mu’jam al-Lughah al-Arabiyah). Secara sederhana, istijraj dari Allah dapat dipahami sebagai hukuman yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung. Orang yang diberikan istijraj mungkin terlihat dipenuhi dengan kenikmatan, namun sesungguhnya itu hanyalah kenikmatan semu yang membuat mereka tenggelam dalam kelalaian.
Kapan doa seorang muslim dikabulkan?
Doa seorang muslim pasti akan dikabulkan oleh Allah swt terlepas dari seberapa besar dan banyaknya. Hanya saja, pengabulan doa mungkin tidak sepenuhnya sama dengan apa yang diinginkan oleh hamba. Allah akan memberikan atau mengabulkan doa sesuai dengan keperluan hambanya, karena Dia Mahamengetahui dan Mahakuasa. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak boleh ragu sedikit pun kepada Allah swt.
Berkenaan dengan pengabulan doa, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda:
“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan satu doa, melainkan pasti Allah memberikannya kepadanya, atau Allah menghindarkannya dari kejelekan yang sebanding dengan doanya, selama ia tidak mendoakan dosa atau memutuskan silaturahim.” Lalu seseorang berkata, “Kalau begitu, kita akan memperbanyak doa.” Beliau bersabda, “Allah lebih banyak memberi (dari apa yang kalian minta).” (HR. Tirmidzi)
Baca juga: Keistimewaan Doa Nabi Yunus Yang Dibaca Masyarakat Banjar Pada Arba Musta’mir
Dalam kitab Bahjah al-Nazhirin Syarh Riyadh al-Shalihin diterangkan pengabulan doa seorang muslim dilakukan dalam tiga cara, yaitu: Pertama, dikabulkan langsung (segera) di dunia setelah meminta; Kedua, ditunda hingga waktu tertentu dan diselamatkan dari bencana sesuai kadarnya; Ketiga, disimpan hingga hari kiamat dan diganti dengan pahala berlipat ganda sesuai kehendak Allah swt.
Dengan demikian – berdasarkan penjelasan di atas – dapat dipahami bahwasanya Allah swt akan senantiasa mengabulkan doa hamba-Nya, baik itu sedikit atau banyak. Namun, apakah doa tersebut dikabulkan segera, ditunda, atau diganti dengan yang lebih baik, merupakan hak prerogatif Allah swt. Yang perlu diketahui hanya satu, yakni Allah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui keadaan hambanya. Oleh karena itu, seorang muslim tidak sepantasnya berputus asa dalam doanya. Wallahu a’lam.