BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiAnalogi Surah al-Baqarah Ayat 155-156, Lima Ujian Yang Dihadapi Pelajar

Analogi Surah al-Baqarah Ayat 155-156, Lima Ujian Yang Dihadapi Pelajar

Mau tidak mau setiap orang yang hendak naik kelas atau derajat, pasti diuji oleh Allah, tak terkecuali seorang pelajar. Ujian itu tidak untuk dijauhi, melainkan dihadapi. Problematika akut bagi pelajar hari ini adalah ketidakmampuan diri dan ketidaklengkapan pengetahuan sehingga mudah menyerah dan putus asa. Padahal, Allah swt sendiri jauh-jauh hari sudah menegaskan bahwa Kami pasti akan mengujimu agar engkau naik kelas. Datangnya suatu ujian harus kita pahami bahwa Allah hendak menaikkan status atau derajat kita. Paradigma itu yang harus di-ugemi (dipegang) bagi seorang pelajar.

Artikel ini akan mengulas lima ujian yang harus dihadapi pelajar berdasarkan firman Allah swt dalam Surah Al-Baqarah Ayat 155-156 di bawah ini.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali) (Q.S. Al-Baqarah [2]: 155-156).

Sedikit Ketakutan

“Allah tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuannya”, begitulah bunyi ayat Al-Quran yang senada dengan ayat di atas. Bahkan, Allah tidak menginginkan hamba-Nya untuk tidak bahagia. Itulah mengapa hampir semua mufasir menafsirkan bisyain minal khauf dengan sedikit ketakutan. Ketakutan yang dimaksud, sebagaimana penafsiran Quraish Shihab, adalah keresahan hati menyangkut sesuatu yang buruk, atau yang hal-hal yang tidak menyenangkan yang diduga akan terjadi.

Baca Juga: Teladan Baginda Nabi dalam Membangun Relasi Suami-Istri

Bagi pelajar, semestinya ketakutan itu bukanlah sesuatu yang menghambat. Takut itu muncul karena ketidaklengkapan pengetahuan kita akan sesuatu tersebut sehingga muncul rasa was-was dan takut. Hidup ini kalau bisa, seperti yang diutarakan Emha Ainun Nadjib, kita jalani dengan berupaya membebaskan diri dari ketakutan atau keberanian. Takut itu pintu penyakit jiwa, juga berani. Manusia itu statusnya lebih besar dari ketakutan dan keberanian. Pun, ia juga lebih hebat dari kegembiraan dan kesedihan.

Sedikit Kelaparan

Paradigma yang harus dipedomani bagi pelajar adalah ia butuh rasa lapar. Dengan rasa lapar, kita akan mengerti bagaimana kelezatan makanan yang dimakan atau bagaimana nikmat Allah yang diberikan kepada kita sehingga mensyukuri. Rasa lapar juga menginformasikan kepada kita bahwa kita butuh makan, kita bukan manusia super. Artinya, rasa lapar mengingatkan kepada pelajar bahwa sehebat apapun capaian atau prestasi yang ia ukir, ia tetaplah manusia biasa. Kompetensi yang ia miliki masih jauh dari sempurna. Di atas langit masih ada langit. Sepandai apapun dia, masih ada orang lebih yang pandai darinya.

Jadi, yang dibutuhkan pelajar adalah bersabar dan bersyukur bahwa beruntung ia dikaruniai rasa lapar, bukti bahwa Allah masih menyayangi dirinya dan memberi rahmat-Nya kepada kita. Terkadang persoalan dan ujian hidup adalah bagaimana kita menyikapinya dengan bijak.

Kekurangan Harta

Hampir pasti setiap pelajar merasakan kekurangan bekal (bulghah) atau logistik. Harta di sini dapat bermakna dalam arti yang sesungguhnya, yakni harta benda. Ada juga yang menafsirkan harta adalah segala sesuatu yang bersifat materi yang menempel dalam tubuh kita seperti yang diungkapkan Ibn Katsir. Di abad 21 ini, sebagaimana dikemukakan Emha Ainun Nadjib, kebanyakan makhluk di bumi lupa bahwa seluruh kehidupan ini milik-Nya, sehingga segala urusan kehartaan, keusahaan dan perdagangan dalam kehidupan, Tuhan-lah yang berhak mutlak menentukan aturan dan kriterianya, terutama umat manusia. Mereka sedang memiliki masalah sangat serius dan besar dengan Tuhan. Untunglah di dalam mekanisme transaksi dunia dan akhirat, Allah mengutamakan policy Rahman Rahim dan Shabur Halim.

Di sinilah letak jihad fil ‘ilm yang sesungguhnya bagi seorang pelajar. Karena itu, benar sekali ayat Alquran, mereka yang bersabar atas letihnya belajar, kurangnya bekal, kurangnya istirahat, ia ditinggikan derajatnya di dunia dan akhirat (Q.S. Al-Mujadalah: 11).

Kekurangan Jiwa

Jiwa di sini bermakna meninggalnya teman-teman, kerabat keluarga dan orang tercinta di sekitar kita sebagaimana penafsiran Ibn Katsir. Dalam arti yang lain, kekurangan jiwa dapat dimaknai merasa terombang-ambing, muncul keraguan (kegamangan), overthinking dan insecure. Ia merasa di titik nadir kehidupan. Hal ini lumrah dialami oleh pelajar, terutama anak remaja di rentang usia 11-19 tahun. Anak remaja jika sudah mencapai usia 11-19 tahun atau masa transisi, ia tengah mencari jati dirinya.

Karena itu, di sinilah peran penting sosok guru sebagai pembimbing, motivator dan “teman” diskusi baginya. Sudah tidak zamannya lagi, guru mengajarkan dengan pendekatan top-down atau memperlakukan mereka laiknya gelas kosong, pendekatan guru sebaiknya bottom-up dengan mengacu pada karakter, psikologi, dan fitrah peserta didiknya sehingga ia merasa tidak sendiri dalam menghadapi kenyataan hidup serta terkembang potensinya sesuati fitrah-Nya.

Belum Mencapai Tujuan

“Kekurangan buah” dalam ayat tersebut dapat dimaknai belum kunjung hasil apa yang diharapkan. Seringkali, pelajar sudah berusaha keras dalam belajar namun belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Dalam konteks ini, kami tidak menggunakan redaksi “tidak hasil atau tidak tercapai”, namun “belum” tercapai.

Baca Juga: Tiga Niat dalam Menuntut Ilmu

Digunakannya kata belum menandakan bahwa kerja keras, ketekunan dan kegigihan dalam belajar berkemungkinan untuk tercapai dalam rentang waktu kemudian. Jika hasil itu belum tercapai hari ini, yakinlah buahnya akan ia petik suatu saat. Di sinilah letak kesabaran seorang pelajar sedang diuji. Seberapa sabar ia tekun dan gigih dalam berjuang, meskipun seakan-akan tidak membuahkan hasil, seberapa besar itu pula yang akan ditunai. Kesuksesan itu hanya persoalan waktu bagi mereka yang tekun dan gigih dalam berjuang. Bukankah Allah pernah bilang kepada kita, “Wahai Hamba-Ku, janganlah engkau berputus asa dan letih dari rahmat-Ku, Sungguh Aku pasti menjawab doa-Mu”.

Semoga kita semua yang tengah menyandang status sebagai pelajar, dimudahkan dalam mensyukuri atas segala nikmat-Nya, dilapangkan hati dan pikirannya sehingga tidak mudah menyerah, disabarkan dalam menjalani segala proses menuntut ilmu, menjalani semua ujian mendapat ridha dari-Nya. Aamiin. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...