BerandaUlumul QuranAyat-Ayat Al-Qur’an yang Turun Lebih dari Sekali dan Hikmah di Baliknya

Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Turun Lebih dari Sekali dan Hikmah di Baliknya

Pada umumnya, setiap ayat dalam Al-Qur’an diturunkan sekali kepada Nabi Muhammad saw. Masing-masing ayat tersebut kemudian diklasifikasikan sebagai ayat atau surah makkiyah (turun sebelum Nabi hijrah) atau madaniyah (turun setelah Nabi hijrah). Namun ada beberapa ayat Al-Qur’an yang turun lebih dari sekali, di mana ayat yang sudah turun sebelumnya, kembali turun kepada Nabi Muhammad saw di kemudian hari. Implikasinya, ayat tersebut dapat digolongkan sebagai ayat makkiyah dan madaniyah sekaligus.

Diulangnya penurunan beberapa ayat itu mengandung berbagai hikmah dan faedah. Sayyid Muhammad al-Maliki dalam al-Qawaid al-Asasiyah fi Ulum al-Qur’an (hal. 21) menyebutkan tiga hikmah dalam pengulangan penurunan ayat tersebut, yaitu; berfungsi untuk mengingatkan kembali (tadzkir) dan sebagai nasihat (mauidhzah), adanya maksud penting (wujud al-muqtadha) yang perlu disampaikan kembali, dan untuk menunjukkan keutamaan yang lebih pada ayat yang diturunkan tersebut.

Hikmah-hikmah tersebut bisa lebih dipahami dengan mengulas sebab turun dan kandungan ayat-ayat yang turun lebih dari sekali tersebut. Berikut sedikit ulasan mengenai ayat-ayat yang turun lebih dari sekali, yang dimuat dalam berbagai kitab Ulumul Qur’an:

Baca juga: Mungkinkah Terjadi Pengulangan Turunnya Ayat Al-Quran?

  1. Surah Al-Fatihah

Al-Fatihah merupakan surah Al-Qur’an yang memiliki banyak keutamaan. Nama lainya yaitu al-sab’u al-matsani (tujuh yang diulang-ulang), merujuk pada jumlah ayat surah Al-Fatihah dan pembacaanya yang diulang-ulang pada setiap rakaat salat. Bukan hanya pembacaanya yang disyariatkanya dibaca berulang-ulang, Al-Fatihah juga diturunkan secara berulang-ulang sebanyak dua kali kepada Nabi Muhammad. Sekali di Makkah dan sekali di Madinah. Pengulangan itu menunjukkan pengagungan pada surah Al-Fatihah.

Surah ini diturunkan di Makkah berdasarkan riwayat dari Sayyidina Ali karramallahu wajhah, sahabat Ibnu Abbas ra., Abu Hurairah ra., dan mayoritas ulama’. Sementara sekelompok ulama’ meriwayatkan turunya surah ini di Madinah, termasuk di antaranya riwayat Manshur dari Mujahid. Mujahid berkata; “Sesungguhnya Iblis berteriak melengking dengan keras (karena kesakitan) sebanyak empat kali, yaitu saat dilaknat, saat diturunkan dari surga, saat diutusnya Nabi Muhammad saw., dan saat diturunkanya pembukanya Al-Qur’an (surah Al-Fatihah) yang diturunkan di Madinah.” (Tafsir Surah Al-Fatihah, hal. 16-17).

  1. Surah Al-Ikhlash

Surah ke-112 dalam urutan mushaf ini diwahyukan sebanyak dua kali, sebagai jawaban atas pertanyaan dan tantangan dari kaum Musyrik di Makkah dan para Ahlul Kitab di Madinah. Orang-orang musyrik Makkah bertanya pada Rasulullah saw; “Jelaskan sifat-sifat Tuhanmu untuk kami!”, kemudian turunlah ayat “Qul huwa Allahu ahad (artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), Dialah Allah yang Maha Esa)” sampai akhir surah.

Sementara itu, saat di Madinah, Nabi juga mendapatkan pertanyaan yang sama dari orang Yahudi, di antaranya Ka’b bin al-Asyraf dan Huyay bin Akhthab, lalu surah Al-Ikhlas kembali diwahyukan pada Nabi Muhammad saw. (Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, hal. 219). Diulangnya penurunan surah ini, memiliki hikmah sebagai pengingat kembali kejadian yang menjadi sebab penurunan surah, untuk menghindari lupa terhadapnya.

Baca juga: Mungkinkah Kisah-Kisah Al-Quran Terulang Kembali? Ini Penjelasannya Menurut As-Sya’rawi

  1. Ayat Ruh (QS. Al-Isra’ ayat 85)

Berdasarkan kesepakatan ulama’, surah Al-Isra’ termasuk surah makkiyah. Di dalamnya, banyak ayat-ayat turun untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari kaum musyrik Makkah tentang Dzul Qurnain, Ashabul Kahfi, dan sebagainya. Namun terdapat riwayat yang dimuat dalam dua kitab shahih masyhur dari Sahabat Ibnu Mas’ud RA., bahwa ayat ruh dalam surah Al-Isra’ turun berkenaan dengan pertanyaan orang Yahudi di Madinah (Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Juz 1 hal. 30). Di dalam ayat tersebut dijelaskan, bahwa ruh termasuk urusan Allah, di mana manusia hanya diberikan sedikit pengetahuan tentangnya.

  1. At-Taubah ayat 113

Ayat ini turun di Makkah saat wafatnya Abu Thalib, paman terkasih Nabi yang tidak sempat bersyahadat. Rasulullah saw. kemudian bersabda: “Demi Allah, sungguh akan aku mintakan ampunan (pada Allah) untukmu, selama aku tidak dilarang”. Kemudian turunlah ayat ini, firman Allah Swt.:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قربى

Artinya: “Tidak ada hak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka itu kerabat(nya).….”

Ayat ini juga kembali turun di Madinah. Salah satunya berdasarkan riwayat dari Sayidina Ali – karramallahu wajhah-, beliau berkata: “Aku mendengar seorang lelaki memintakan ampun bagi orang tuanya yang keduanya musyrik, lalu aku menegurnya, ‘Apa kamu memintakan ampun bagi orang tuamu, sedangkan keduanya musyrik?’, ia menjawab ‘Nabi Ibrahim memintakan ampun untuk ayahnya, sedang ayahnya pun musyrik’. Kemudian aku menceritakan hal itu pada Nabi Muhammad saw.” Lalu, turunlah ayat 113 surah At-Taubah ayat 113 ini.

  1. Hud ayat 114

Surah Hud menurut kesepakatan ulama’ termasuk golongan surah makkiyah. Namun ada riwayat bahwa ayat 114 dari surah ini turun di Madinah. Beberapa ulama’ ragu akan riwayat tersebut, karena kesepakatan status makkiyah-nya surah Hud. al-Zarkasyi membantah keraguan itu dengan menjawab, tidak ada yang salah dengan riwayat ini, karena itu berarti ayat ini turun dua kali, sekali di Makkah dan sekali di Madinah.

Ayat ini turun di Madinah berkenaan dengan Abu Yasir yang mengaku pada Rasul, bahwa ia telah mencium seorang perempuan di rumahnya. Kemudian turunlah ayat ini yang artinya kurang lebih: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan dari malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.

  1. Akhir Surah An-Nahl dan Awal Surah ar-Rum

Menurut Ibnu al-Hashar sebagaimana yang dicatat al-Suyuthi dalam Al-Itqan (Juz 1 hal. 130), diulangnya penurunan ayat Al-Qur’an dengan turun lebih dari sekali merupakan bentuk dari pengingat kembali dan pembelajaran. Beliau menyebutkan, termasuk dari golongan ayat itu adalah akhir surah An-Nahl dan awal surah Ar-Rum.

Wallahu a’lam bish shawab.

Baca juga: Agen dalam Mekanisme Pewahyuan Al-Quran: Tuhan, Jibril ataukah Keduanya?

Nuzula Nailul Faiz
Nuzula Nailul Faiz
Santri PP Nurul Ummah Yogyakarta dan mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penulis berbagai situs keislaman.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....