BerandaKisah Al QuranBelajar dari Kehancuran Kaum ‘Ad dan Kota Iram

Belajar dari Kehancuran Kaum ‘Ad dan Kota Iram

Ahli geografi dari Anatolia bernama Yaqut al-Hamawi menulis sebuah ensiklopedia geografi yang berjudul Mu’jam al-Buldan. Di dalam mukadimahnya, ia mengutip satu pendapat yang dinisbatkan kepada Nabi ‘Isa a.s., yang berbunyi: “Dunia adalah tempat percontohan (keteladanan) sekaligus  tempat melangkah. Jadilah orang-orang yang berjalan-jalan di dalamnya. Pelajarilah apa yang ditinggalkan oleh orang-orang terdahulu.”

Dari argumen ini, mengetahui sejarah adalah hal yang bermanfaat dikarenakan muatan pelajaran kehidupan yang terdapat di dalamnya. Tidak terkecuali, soal nama-nama suatu negeri dan atau kota-kota yang disebut di dalam Alquran. Dengan cara itu akan tersingkap penggambaran keadaan suatu tempat serta karakteristik yang dimilikinya.

Dalam hal ini, Iram adalah salah satu nama kota yang juga disebut oleh Alquran pada Q.S. al-Fajr [89]: 6-9. Berkaitan dengan hal tersebut, adakah argumen-argumen yang ditunjukkan oleh ulama tafsir tentang kota Iram dan ciri-ciri khusus yang terkait dengannya? Lalu, apa interpretasi moral atas peristiwa yang pernah terjadi di kota Iram, yang menjadi tempat tinggal bagi kaum ‘Ad tersebut?

Genealogi dan Nama Kota

Iram merupakan nama leluhur kaum ‘Ad. Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (juz 8, h. 384) merunut silsilah kaum ‘Ad awal, yaitu: ‘Ad bin Iram bin ‘Awsh bin Sam bin Nuh. Beberapa pendapat juga turut menjelaskan maksud sebutan Iram. Qatadah bin Di’anah dan al-Suddi mengatakan: Iram adalah rumah (istana) kerajaan ‘Ad. Sedangkan Mujahid berpendapat bahwa Iram adalah umat terdahulu atau kaum ‘Ad periode awal.

Data lain tentang kota Iram datang dari Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir (juz 5, h. 529). Menurutnya, terdapat dua kabilah yang dinisbatkan ke Iram, yaitu ‘Ad Iram dan Iram Tsamud. Untuk alasan itulah sepertinya Imam Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb (juz 31, h. 152), menyebut tiga kisah kelompok yang semuanya ingkar di masa lalu, yaitu ‘Ad, Tsamud, dan kaumnya Fir’aun. ‘Ad dan Tsamud-lah  yang dihubungkan sebagai bagian dari Iram.

Baca juga: Kisah Nabi Hud As dan Kaum ‘Ad dalam Alquran

Data lain, berkaitan dengan aspek geografis letak kota Iram. Imam al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an (juz 24, h. 361), mengutip pendapat al-Qurazhi bahwa Iram terletak di Iskandariyah (Alexandria), Mesir saat ini. Sedangkan Abu Ja’far berpendapat bahwa Iram terletak di Damaskus. Imam Ibnu Katsir yang mengutip riwayat dari Sa’id bin al-Musayyab juga menyebut bahwa Iram adalah sebuah kota yang terletak di Damaskus.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, terdapat satu kesamaan yang tidak saling bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya, yaitu keterhubungan antara Iram dan ‘Ad. Keduanya adalah satu bagian. Hanya saja para ulama berbeda pendapat soal status nama Iram dan ‘Ad, sebagai nama kabilah atau nama kota, begitu juga sebaliknya. Jawaban yang mengakomodasi hal ini adalah pendapat Imam al-Baydhawi dalam Anwar a-Tanzil wa Asrar al-Ta‘wil (juz 5, h. 310), bahwa Iram adalah nama bagi sebuah kabilah sekaligus nama sebuah negeri.

Karakteristik Kota Iram

Kota Iram dalam narasi tafsir Alquran dijelaskan dengan tiga karakteristik utama, yaitu ciri kota, ciri penduduk, dan ciri pekerjaan.  Hal tersebut disebut Alquran dalam Q.S. Al-Fajr [89]: 6-9:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ  *  إِرَمَ ذَاتِ ٱلْعِمَادِ  *  ٱلَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي ٱلْبِلاَدِ  *  وَثَمُودَ ٱلَّذِينَ جَابُواْ ٱلصَّخْرَ بِٱلْوَادِ

Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad, (yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)? (Tidakkah engkau perhatikan pula kaum) Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.

Berdasarkan pendapat Imam Ibnu Katsir, kaum ‘Ad mendiami kota Iram. Mereka tinggal di gedung-gedung tinggi yang ditegakkan dengan pilar-pilar yang kokoh. Data ini dikuatkan oleh berbagai pendapat ulama tafsir.

Baca juga: Tantangan Alquran kepada Penentang Risalah Nabi Muhammad

Tentang ciri fisik kaum ‘Ad, Imam Ibnu Katsir menyebut perawakan penduduk kota Iram besar, jika diukur pada zaman itu. Hal itu dipertegas dengan pendapat Imam al-Thabari yang menyatakan bahwa penduduk Iram adalah Dzat al-‘Imad, yang berarti memiliki ketinggian, hal itu berasal dari perkataan orang Arab untuk menggambarkan seseorang yang tinggi al-Rajul al-Thawil atau Rajul Mu’ammad, tinggi perawakannya.

Adapun perihal pekerjaan penduduk Iram, menurut Imam al-Baydhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil (juz 5, h. 310), salah satu pekerjaan orang Iram adalah memahat gunung-gunung sebagai bahan untuk membuat bangunan. Ini seperti yang disinggung Q.S. Al-Syu’ara [26]: 149:

وَتَنْحِتُوْنَ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتًا فٰرِهِيْنَ

“Kamu pahat dengan terampil sebagian gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah yang mewah.”

Apa yang dilakukan oleh kaum ‘Ad adalah di luar kebiasaan. Al-Thabari mengutip pendapat Ibnu Zayd, menjelaskan bahwa orang Iram membangun dan membuat bangunan tinggi yang memiliki rongga-rongga. Aktivitas semacam itu tidak didapati di tempat lain.

Kisah Kehancuran dan Pelajarannya 

Berdasarkan karakteristik kota, perawakan fisik, dan pekerjaan orang-orang Iram, dapat terlihat kelebihan dan kekhususan yang mereka miliki. Nabi Hud memperingatkan kaum ‘Ad atas segala karunia Tuhan itu, untuk taat kepada Allah. Akan tetapi, mereka sombong dengan segala kelebihan yang mereka miliki, seperti dinyatakan oleh Imam Ibnu Katsir. Fakta itu didukung oleh Q.S. Fushshilat [41]: 15:

فَاَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوْا فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوْا مَنْ اَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً ۗ اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ الَّذِيْ خَلَقَهُمْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً ۗ وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يَجْحَدُوْنَ

Adapun (kaum) ‘Ad, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Mereka berkata, “Siapakah yang lebih hebat kekuatannya daripada kami?” Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka itu lebih hebat kekuatan-Nya daripada mereka? Mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami.

Menurut Imam al-Syaukani, kisah tentang kaum ‘Ad dan Tsamud sudah dikenal oleh masyarakat Arab karena letaknya yang juga berada di tanah Arab. Orang-orang Arab mendengar kisah tentang ‘Ad dan Tsamud dari ahli kitab, ketika bercerita tentang Fir’aun.

Imam al-Baydhawi menceritakan bahwa ‘Ad memiliki dua anak bernama Syadad dan Syadid. Mereka berkuasa dan menaklukkan. Kemudian, Syadid mati. Syadad lalu berkuasa dan menguasai banyak kerajaan di bawahnya. Mereka semua tunduk kepada Syadad. Syadad, kemudian mendengar kata surga dan segala keindahannya, lalu ia membangun hal serupa surga di salah satu gurun di Aden dan menamainya Iram.

Baca juga: Kaum Madyan dalam Alquran: dari Asal Usul Penamaan hingga Silsilah Keturunan

Imam al-Zamakhsyari, dalam al-Kasysyaf (juz 4, h. 748), melengkapi data di atas dengan menambahkan informasi tentang lamanya proses pembuatan bangunan-bangunan menyerupai surga tersebut, yaitu selama 300 tahun. Umur Syadad sendiri adalah 900 tahun. Dikabarkan, Iram adalah kota yang sangat megah; istana-istananya dibangun dari emas dan perak dan menara-menaranya terbuat dari batu zamrud dan batu permata. Di dalamnya terdapat berbagai jenis pepohonan dan sungai-sungai yang mengalir. Setelah Iram selesai dibangun, Syadad pergi ke Iram bersama penduduknya menempuh perjalanan sehari semalam. Lalu Allah kemudian menurunkan guntur dari langit yang membuat mereka binasa.

Berdasarkan kisah di atas, citra yang menonjol dari apa yang dilakukan oleh kaum ‘Ad adalah tentang kemajuan dalam hal teknik bangunan dan arsitektur yang mencapai taraf tertinggi pada masanya. Keberhasilan tersebut menjadi gambaran majunya peradaban kota Iram. Penduduk kota Iram atau kaum ‘Ad memang berhasil membangun bangunan fisik yang megah, tetapi gagal membangun kebijaksanaan dan kearifan diri di hadapan Tuhan atas segala anugerah yang mereka miliki. Orientasi pembangunan yang mereka lakukan adalah untuk kesombongan. Mereka berusaha “menentang” Allah dengan membuat sebuah kota menyamai surga yang bahkan belum pernah mereka lihat.

Baca juga: Alquran Pembebas Kaum Mustadh’afin (Bagian 1)

Masih tentang kemurkaan Allah atas kaum ‘Ad, Imam Ibnu Katsir berpendapat bahwa azab Allah turun disebabkan oleh beberapa sifat buruk kaum ‘Ad, di antaranya adalah: pembangkangan, zalim, tiran, dan tidak taat kepada Allah. Mereka juga mendustakan nabi dan mengingkari kitab-Nya.

Menurut Syaikh Isma’il Haqqi, dalam kisah kaum ‘Ad terdapat pengajaran Allah yang memuat relevansi kesejarahan, bahwa kehancuran umat terdahulu, sebagaimana kaum ‘Ad akan terjadi pula pada kaum Nabi Muhammad yang ingkar (Ruh al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an juz 10, h. 422)

Tragedi hancurnya kaum ‘Ad berlaku umum, orang-orang yang membelakangi kebenaran dan berbuat kezaliman akan binasa. Sedangkan, orang-orang yang beriman dan mengikuti kebenaran akan selamat. Keimanan harus menjadi dasar sekaligus tujuan dalam pembangunan peradaban manusia. Wa allahu a’lam bi al-shawab.                                                           

Muhammad Julkarnain
Muhammad Julkarnain
Pedagang; peminat kajian Alquran.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...