BerandaKisah Al QuranBelajar Keteguhan Hati Seorang Ayah dari Kisah Nabi Ya’kub

Belajar Keteguhan Hati Seorang Ayah dari Kisah Nabi Ya’kub

Alquran merupakan pedoman hidup dan petunjuk bagi manusia. Salah satu isi kandungan Alquran memuat kisah-kisah umat terdahulu. Setiap kisah nabi dan rasul selalu dipenuhi dengan ujian dan cobaan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Ini membuktikan bahwa Allah sangat sayang dan cinta kepada hamba-Nya. Nabi dan rasul selalu menghadapi ujian dan cobaan tersebut dengan penuh kesabaran serta keikhlasan, sehingga menjadikan mereka sebagai suri teladan yang baik bagi manusia.

Salah satu kisah inspiratif di dalam Alquran yaitu kisah keluarga Nabi Ya’kub a.s. Beliau sangat menjaga kerukunan dalam keluarga, sehingga dapat dijadikan contoh, terutama bagi seorang ayah dalam mendidik anaknya.

Nabi Ya’kub a.s. adalah putra dari Ishaq bin Ibrahim. Beliau memiliki empat orang istri dan dikarunia 12 orang anak. Dari istrinya yang bernama Raahil, lahirlah Nabi Yusuf a.s. dan Bunyamin. Dari istrinya yang bernama Layaa lahirlah Ruubil, Syam’un, Laawi, Yahuudza, Isaakhar, dan Dazbilon. Dari budak milik Raahil lahir Daan dan Naftaali. Dan dari budak milik Layaa lahir Jaad dan Asyir (“Pola Pendidikan Nabi Ya’kub a.s. dalam Mendidik Nabi Yusuf a.s. Perspektif Alquran, Jurnal Pendidikan Agama Islam, hlm. 221).

Nabi Ya’kub a.s. memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama untuk semua anaknya. Namun, pada Yusuf dan Bunyamin, beliau lebih menaruh perhatian lantaran keduanya masih kecil dan ditinggal ibunya setelah melahirkan Bunyamin. Sehingga anak-anak yang lain merasa ayahnya lebih menyayangi Yusuf dan Bunyamin. Hingga Nabi Ya’kub berpesan kepada mereka agar tidak berlaku zalim terhadap saudaranya sendiri.

Baca juga: Kisah Kesabaran Nabi Ya’kub : Tafsir Surah Yusuf Ayat 18

Wahyu Allah melalui mimpi kepada Yusuf

Suatu ketika, Yusuf mengalami mimpi dan menceritakannya kepada ayahnya. Mimpi Yusuf termaktub di dalam firman Allah Q.S. Yusuf [12]: 4 – 5 berikut:

اِذْ قَالَ يُوْسُفُ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ اِنِّيْ رَاَيْتُ اَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَاَيْتُهُمْ لِيْ سٰجِدِيْنَ ٤ قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًا ۗاِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٥

(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya (Ya‘kub), “Wahai ayahku, sesungguhnya aku telah (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan. Aku melihat semuanya sujud kepadaku.” Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu karena mereka akan membuat tipu daya yang sungguh-sungguh kepadamu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang jelas bagi manusia.”

Hamka menyebutkan dalam tafsir al-Azhar yang dikutip dari pernyataan Ibnu Abbas bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sebelas bintang yang dimaksud adalah sebelas saudara Yusuf, matahari adalah ayahnya, dan bulan adalah ibunya. (Tafsir al-Azhar, jilid 5, hlm. 3589).

Nabi Ya’kub melarang Yusuf untuk menceritakan mimpinya kepada para saudaranya karena beliau telah mengetahui takwil mimpi itu. Dia khawatir jika Yusuf menceritakannya kepada para saudaranya, mereka juga akan memahami takwilnya sehingga timbul dalam diri mereka kedengkian dan akan membuat tipu daya kepada Yusuf. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia karena terus berupaya memunculkan rasa permusuhan di antara sesama. (Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir).

Baca juga: Ingin Curhat? Mari Belajar dari Nabi Yakub a.s.

Perselisihan Yusuf dengan saudara-saudaranya

Kasih sayang Nabi Ya’kub telah menimbulkan iri dan dengki anak-anaknya sehingga mereka berencana untuk menyingkirkan Yusuf. Suatu ketika, mereka meminta izin kepada Nabi Ya’kub untuk membawa Yusuf pergi bermain, mengembala, dan menikmati pemandangan. Mereka berjanji akan menjaga Yusuf dengan sebaik mungkin.

Setelah mendengar bujukan anak-anaknya, Nabi Ya’kub dengan berat hati mengizinkan mereka untuk pergi. Lalu mereka pun memasukkan Yusuf ke dalam sumur dan kembali pulang pada petang harinya. Mereka pura-pura menangis menemui ayahnya dengan membawa robekan baju Yusuf yang berlumuran darah dan mengatakan Yusuf telah diterkam serigala. Nabi Ya’kub tidak mempercayai mereka. Beliau menghadapinya dengan sabar dan hanya memohon pertolongan kepada Allah. (Tafsir al-Mishbah, vol. 6, hlm. 412).

Baca juga: Mengenal Empat Tipologi Anak dalam Alquran

Keteguhan hati Nabi Ya’kub a.s

Menyikapi peristiwa ini, Nabi Ya’kub telah menunjukkan jiwa yang besar. Dalam hati kecilnya telah ada ilham bahwa Yusuf tidaklah mati. Dengan akal sehatnya, beliau sabar menghadapi perangai buruk anak-anaknya. Bertahun-tahun lamanya Nabi Ya’kub bersedih hati karena kehilangan putra kesayangannya. Beliau menangis tanpa henti sampai matanya rabun dan selaput luarnya menjadi putih. (Tafsir al-Azhar, jilid 5, hlm. 3617).

Pada waktu yang sama, negeri Nabi Ya’kub mengalami masa penceklik. Beliau menyuruh anak-anaknya pergi ke Mesir, kecuali Bunyamin yang harus menemani beliau di rumah. Di sana mereka bertemu dengan Yusuf, tetapi mereka tidak mengenalinya. Di saat memberikan bahan makanan kepada mereka, Yusuf berpesan kepada mereka untuk kembali lagi dengan membawa Bunyamin agar mendapat tambahan makanan. Mereka pulang dan menyampaikan pesan Yusuf kepada Nabi Ya’kub. Mereka meminta agar diizinkan membawa Bunyamin. Nabi Ya’kub takut kejadian yang sama terulang kedua kalinya, dan beliau meminta anak-anaknya bersumpah akan membawa Bunyamin kembali. (Tafsir al-Mishbah, vol. 6, hlm, 488).

Sesampai mereka di Mesir, Yusuf berkata kepada Bunyamin bahwa beliau adalah saudaranya. Lalu beliau dengan sengaja memasukkan piala ke dalam karung milik Bunyamin, seolah-olah dia telah mencuri barang koleksi raja. Ini merupakan siasat agar Bunyamin tidak bisa pulang. Saudara-saudara Yusuf segera pulang menemui ayah mereka dan berterus terang bahwa anaknya telah mencuri dan dihukum. Nabi Ya’kub kembali merasa teramat sedih. Namun, dia masih memiliki harapan yang tidak pernah putus kepada Allah. (Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, hlm. 388).

Saudara-saudara Yusuf kembali ke Mesir untuk memperoleh makanan karena keadaan mereka telah mencapai puncak kritis. Mereka bertemu lagi dengan Yusuf, dan beliau memerintahkan agar membawa baju miliknya untuk diusapkan ke wajah ayah mereka supaya kembalilah penglihatannya. Lalu dia berpesan untuk membawa ayah dan saudaranya yang lain ke Mesir.

Pertemuan antara Nabi Ya’kub dengan Yusuf menjadikan saudara-saudaranya menyesali perbuatan mereka dahulu. Kesabaran dan ketabahan Nabi Ya’kub berbuah manis dan beliau memohon ampunan kepada Allah atas kesalahan anak-anaknya.

Melihat realitas sekarang, banyak orang tua yang lalai terhadap anaknya. Mereka disibukkan dengan pekerjaanya sehingga kurang waktu bersama anak, terutama sang ayah. Dari kisah Nabi Ya’kub ini, banyak hikmah yang dapat diambil, terutama bagi seorang ayah dalam mendidik anak-anaknya. Di antaranya yaitu menjaga kerukunan keluarga dengan penuh cinta dan kasih sayang, menghindari terjadinya konflik dalam keluarga, sabar dan pemaaf dalam menghadapi anak, memberikan nasehat, dan yang terpenting selalu bertawakal kepada Allah dan tidak berputus asa dari rahmat-Nya.

Baca juga: Parenting Demokratis ala Nabi Ibrahim dalam Surah As-Saffat Ayat 102

Annisa Wineldi Putri
Annisa Wineldi Putri
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...