BerandaTafsir TematikIngin Curhat? Mari Belajar Curhat dari Nabi Yakub As. dalam Surah Yusuf...

Ingin Curhat? Mari Belajar Curhat dari Nabi Yakub As. dalam Surah Yusuf Ayat 86

Setiap orang di dunia ini pasti memiliki permasalahan dalam kehidupannya, baik itu permasalahan secara individu dengan teman, sahabat, keluarga atau dengan pasangannya, atau permasalahan secara kelompok. Curahan hati atau yang populer dengan istilah ‘curhat’ sering menjadi cara untuk meringankan beban pikiran. Kepada siapa sebaiknya kita curhat? Mari belajar dari kisah curhat Nabi Yakub As.

Fenomena yang terjadi saat ini, curhat banyak juga dilakukan di media sosial. Tidak jarang kita temui banyak curhatan kegalauan hidup seperti permasalahan dengan teman, rekan kerja, bahkan masalah rumah tangga pun diceritakan di medsos. Walaupun curhat dianggap bisa meringankan masalah, namun kita harus belajar di mana dan kepada siapa sebenarnya curhat yang paling tepat.

Meskipun curhat dianggap dapat meringankan masalah, namun tidak jarang kita dapati malah memperbesar masalah. Bisa jadi curhat kepada orang yang tidak tepat malah berujung membicarakan keburukan orang lain (ghibah) dan bisa  menjadi pintu masuk untuk mengungkap aib diri sendiri. Lantas bagaimana sebaiknya? Dalam tulisan ini kita akan belajar dari sikap Nabi Yakub As ketika menyikapi kesedihan dalam hidup. Pelajaran tersebut disuguhkan dalam QS. Yusuf [12]: 86.

Baca Juga: Kisah Kesabaran Nabi Ya’kub : Tafsir Surat Yusuf ayat 18

Kisah Curhat Nabi Yakub As.

Seorang Nabi Allah, Yakub Alaihissalam pernah ditimpakkan ujian yang begitu berat. Kesedihan yang teramat sangat di dalam jiwa Nabi Yakub karena kehilangan anak kesayanganya, Nabi Yusuf As. Kemudian disusul dengan kehilangan Binyamin saudara Yusuf. Al-Quran surah Yusuf ayat 86 memuat jawaban Nabi Yakub atas perkataan saudara-saudara Yusuf. Mereka mengasihani ayahnya (Yakub) karena terus mengingat Yusuf. Ayat ini kemudian menjadi petunjuk bagi seorang muslim kepada siapa sesungguhnya tempat berkeluh kesah. Surah Yusuf ayat 86 berbunyi:

قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.

At-Thabari dalam tafsirnya, Jami’ al Bayan Jilid 14, 915 menghimpun beberapa riwayat mengenai ayat ini, salah satunya dari As-Suyuti dalam Ad-Durr Al-Mantsur (4/571) sebagai berikut: “Yakub bin Ishaq kedatangan seorang tetangga, lalu ia berkata kepadanya, ‘Wahai Yakub, aku tidak melihatmu merasa lemah dan renta, serta tidak mencapai umur seperti bapakmu? ‘ Ia menjawab, ‘Ujian Allah kepadaku membuatku lemah dan renta karena kesedihan dan ingat akan Yusuf. Allah lalu memberikan wahyu kepadanya, ‘Wahai Yakub, apakah kamu mengadukan-Ku kepada makhluk-Ku?’ Yakub menjawab, ‘Wahai Tuhan, itu dosa yang aku perbuat, ampunilah aku’. Allah berfiman. Aku telah mengampunimu’. Setelah itu, bila Yakub ditanya, maka ia akan berkata ‘Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui, dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”

Dikatakan juga bahwa Nabi Yakub As. tidak pernah ditimpa bencana sama sekali kecuali ia selalu berpasangka baik kepada Allah. Kesedihan membuat kedua mata Nabi Yakub menjadi putih dan penglihatannya menjadi  kabur.  Namun, betapapun sedih dan besar malapetaka yang dialaminya, Nabi Yakub tetap tidak melakukan hal-hal yang tidak direstui Allah swt.

Baca Juga: Kisah Kesabaran Nabi Yusuf Yang Membuat Kagum Nabi Muhammad

Rasa yang teramat sedih Nabi Yakub tercermin dalam kata batstsi. Kata batstsi -kesusahanku- pada ayat 86, menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah jilid 6,513 bermakna sebuah kesusahan yang sangat besar. Sehingga, orang yang mengalaminya senantiasa menyebut dan menyampaikannya kepada siapa saja akibat tidak dapat memikulnya sendiri, inilah penyebab curhat Nabi Yakub. Kesedihan Nabi Yakub bahkan membuat penglihatannya menjadi kabur. Kesedihan tersebut dirasakan oleh Nabi Yakub As, dan ia akhirnya memilih untuk mengadu hanya kepada Allah swt.

Kisah curhat Nabi Yakub As menggambarkan juga betapa hebatnya perjuangan batin Nabi Yakub yang telah lanjut usia. Sebagai seorang nabi Allah, ia mengetahui perbuatan saudara-saudara yusuf, dan Nabi Yakub yakin bahwa Yusuf belum meninggal. Dia tetap bersabar dan menahan perasaan, batinnya kuat meski jasmaninya melemah. Pada akhirnya segala bentuk pengharapan kepada Allah dan kesabaran Nabi Yakub membuat penglihatannya kembali dan mengantarkan Ia bertemu lagi dengan kedua anaknya, Yusuf dan Bunyamin. (Q.S Yusuf 94-100).

Berdasar pada ayat tersebut setidaknya kita belajar bahwa tempat curhat terbaik adalah kepada Allah swt. Namun, bukan  berarti curhat kepada manusia dilarang sama sekali. Selama tujuan curhat untuk meminta nasihat, mencari solusi, bermusywarah tanpa membuka aib diri sendiri atau orang lain tentunya boleh dilakukan. Sebab, Al-Qur’an juga mengajarkan manusia untuk bermusyawarah dan saling menasehati dalam hal kebaikan.

Curhat Nabi Yakub yang akhirnya hanya kepada Allah Swt mencerminkan ukuran tingginya tauhid kepada Allah. Memprioritaskan Allah dalam segala urusan adalah sikap yang harus diasah dan diusahan seorang muslim sepanjang perjalan hidupnya. Dalam Al-Qur’an, Allah senantiasa mengingatkan kita untuk terus berharap, dan berdoa kepadaNya (al-Baqarah [2]:186).

Allah juga telah memberi tahu kepada kita dalam surah Qaf ayat 16, bahwa Ia mengetahui semua bisikan hati, dan lebih dekat kepada kita daripada urat leher. Dekat dalam arti dengan pengkabulan doa, pertolongan, ilmu dan taufikNya.

Allah juga telah menjajikkan dalam sejumlah firmanNya, bahwa Ia yang memperkenankan doa orang-orang yang dalam kesulitan dan menghilangkan kesusahannya (Q.S An-Naml: 62), Allah yang akan mencukupi setiap hamba-Nya (Q.S Az-Zumar: 36), dan memberikan pahala tiada batas kepada orang-orang yang bersabar (Q.S Az-Zumar:10).

Kita selalu membenarkan firman-firman Allah tersebut dengan berkata shadaqallahu ‘adzim (Maha benar Allah atas segala firmanNya) di setiap selesai membaca Qur’an. Pembenaran tersebut harus diyakini dengan keyakinan dalam hati. Semoga kita senantiasa terus belajar untuk menggali hikmah dari kisah-kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an dan meneladani sifat-sifat manusia yang dekat dengan Allah swt seperti Nabi Yakub As. Wallahu’alam.

Mida Hardianti
Mida Hardianti
Mahasiswi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...