BerandaKisah Al QuranBelajar Menghadapi Mental Block dari Kisah Siti Maryam

Belajar Menghadapi Mental Block dari Kisah Siti Maryam

Mental block adalah salah satu gejala psikologis yang dialami seseorang ketika terjadi penolakan tak terkendali yang berasal dari otak. Kondisi ini didefinisikan sebagai bentuk penyangkalan di alam bawah sadar terhadap sebuah pemikiran atau emosi. Saat mental block terjadi, seseorang tidak dapat berpikir dengan baik seperti biasanya, khususnya dalam topik-topik tertentu. Akibat yang sering terjadi dari mental block ini adalah terjadi keputusasaan atau hilangnya harapan akan berhasil (hellosehat.com).

Terkait kondisi mental block ini, ada satu kisah menarik dalam Alquran, yaitu tentang kondisi Siti Maryam saat dia akan melahirkan Nabi Isa. Hal tersebut terekam dalam Q.S. Maryam [19]: 23-25 sebagai berikut.

فَأَجَآءَهَا ٱلۡمَخَاضُ إِلَىٰ جِذۡعِ ٱلنَّخۡلَةِ قَالَتۡ يَٰلَيۡتَنِي مِتُّ قَبۡلَ هَٰذَا وَكُنتُ نَسۡيٗا مَّنسِيّٗا فَنَادَىٰهَا مِن تَحۡتِهَآ أَلَّا تَحۡزَنِي قَدۡ جَعَلَ رَبُّكِ تَحۡتَكِ سَرِيّٗا وَهُزِّيٓ إِلَيۡكِ بِجِذۡعِ ٱلنَّخۡلَةِ تُسَٰقِطۡ عَلَيۡكِ رُطَبٗا جَنِيّٗا

Terjemah: “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma. Dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”. Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (Q.S. Maryam [19]: 23-25).

Baca juga: Tafsir Q.S. Ali Imran Ayat 139: Berdamai dengan Mental Health

Tafsir Q.S. Maryam [19]: 23-25 tentang kisah melahirkan Siti Maryam

Menurut Tafsir Kementerian Agama, ketika Maryam merasa sakit karena akan melahirkan anaknya, dia terpaksa bersandar pada pangkal pohon kurma untuk memudahkan kelahiran. Dengan penuh kesedihan dia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya jika aku mati saja sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.”

Maryam mengharapkan seandainya mati saja sebelum melahirkan karena merasa beratnya penderitaan akibat melahirkan anak tanpa seorang ayah. Dia yakin hal ini akan berakibat timbulnya tuduhan dan cemoohan dari kaumnya yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Maka datanglah Jibril dan berseru dari suatu tempat yang rendah, dan mengatakan kepada Maryam untuk tidak bersedih hati, karena Allah telah mengalirkan sebuah anak sungai di bawahnya. Ini merupakan suatu rahmat bagi Maryam karena di tempat itu pada mulanya kering; tidak ada air yang mengalir, tetapi kemudian terdapat aliran air yang bersih.

Jibril kemudian menyuruh Maryam untuk menggoyang pohon kurma supaya pohon itu menjatuhkan buahnya yang telah masak kepadanya. Dan ini adalah rahmat yang lain untuk Maryam karena pada mulanya pohon kurma itu telah kering. Namun, dengan kehendak Allah ia menjadi hijau dan subur kembali serta berbuah sebagai rezeki untuk Maryam.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah juga menjelaskan bahwa Maryam membayangkan kemungkinan sikap ingkar keluarganya terhadap kelahiran anaknya kelak. Dia pun berharap cepat meninggal dunia supaya kejadian ini tidak lagi berarti dan cepat dilupakan.

Senada dengan hal di atas, Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir juga mengatakan bahwa kala itu Maryam berangan-angan untuk mati karena malu dari manusia dan karena takut jika mereka menganggapnya sebagai orang yang buruk dalam agama. Dia berangan-angan menjadi sesuatu yang tidak diindahkan seperti sebatang tonggak dan tali.

Namun, dia tetap melaksanakan perintah Allah untuk menggoyangkan batang kurma itu yang kemudian mengugurkan kurma-kurma basah dan segar yang sudah masak dan dapat langsung dimakan, tanpa perlu difermentasi dan diolah. Hal ini juga menjadi salah satu kuasa Allah yang begitu luar biasa.

Baca juga: Kisah Keluarga ‘Imran (Bag. 4): Ujian Maryam dan Kelahiran Isa yang di Luar Nalar

Kondisi Siti Maryam yang mengalami mental block

Kondisi mental dan mindset Siti Maryam yang tergambar dalam ayat di atas benar-benar dalam keadaan yang hampir putus asa. Hal tersebut ditunjukkan dengan perkataan, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini…” yang melukiskan betapa kesakitan dirinya ketika akan melahirkan dan akibat-akibat yang akan dia terima pasca melahirkan kelak.

Kondisi mental Siti Maryam yang hampir putus asa tersebut menandakan mental block yang begitu berat karena ketidakmampuan dirinya dalam mengendalikan mindset serta adanya ketakutan untuk menjalani hidupnya yang penuh cobaan kelak.

Yusdarmanto dalam bukunya, Spiritual Mental Block Breaking mengatakan bahwa kondisi Siti Maryam saat itu sedang mengalami mental yang terperangkap dengan segenap penderitaan yang sedang dan akan dia rasakan.

Namun, pelajaran penting yang didapat adalah meski Siti Maryam berada pada fase mental block, dia tetap berpegang dan mengikuti perintah Allah dengan menggoyangkan batang pohon kurma tersebut. Hal ini mengisyaratkan bahwa ketika seseorang mengalami mental block, tidak berarti terus berlarut dengan kerapuhan tersebut. Namun, hendaknya dia tetap mencari petunjuk Allah dengan beribadah dan berdoa serta mengikuti saran-saran terbaik dari orang yang dipercaya.

Penutup

Banyak pertolongan Allah Swt. yang tidak bisa tertangkap oleh mindset dan mental manusia sebagai sebuah solusi ketika dalam keadaan mental block. Namun, Siti Maryam tidak demikian. Dia tetap menjalankan perintah Allah walau keadaannya sedang rapuh dan hampir putus asa.

Pelajaran terpetik dari kisah Siti Maryam ini kemudian menunjukkan bahwa dalam kondisi mental block sekali pun, akan selalu ada pertolongan yang Allah berikan. Hanya saja pertolongan tersebut ada yang disadari manusia melalui akalnya, tetapi ada pula yang hanya memerlukan keimanan sebagaimana yang dilakukan Maryam. Wallahu a’lam.

Baca juga: Tuntunan Alquran untuk Hilangkan Insecurity Berlebih

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...