BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiCara Rasulullah Saw Mengevaluasi Sahabatnya

Cara Rasulullah Saw Mengevaluasi Sahabatnya

Menurut Suprapno dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam: Kajian Tokoh-tokoh Pemikiran Islam (h. 65) menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. merupakan seorang evaluator handal dalam segala bidang. Ketika suatu tujuan belum tercapai, maka Rasulullah Saw. memberi masukan berupa materi atau nasihat agar segala kekurangan bisa segera diperbaiki. Inilah hakikat sebuah evaluasi, yakni berupaya melakukan perbaikan terhadap kekurangan atau kesalahan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Berikut penjelasan terkait macam-macam evaluasi dan praktik Rasulullah Saw. mengevaluasi sahabatnya.

Isyarat Untuk Mengevaluasi Diri dalam Alquran

Gerak-gerik Rasulullah Saw. yang dianggap sebagai evaluator tentu berlandaskan dari dalil Alquran, Allah Swt. berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡس مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ  ١٨

Wahai orang-orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Alhasyr [59]: 18)

Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah (Vol. 13/h.552) menyatakan bahwa lafaz qaddamat atau tuqaddimu dalam ayat ini bermakna sebagai amal untuk meraih manfaat di masa yang akan datang. Amal inilah yang harus diperhatikan manusia, apakah ia akan menjadi penolong di hari akhir atau sebaliknya. Perintah memperhatikan apa yang telah dilakukan untuk hari esok merupakan perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah lewat. Dengan kata lain, orang yang selalu mengevaluasi dirinya merupakan bukti bahwa ia telah bertakwa kepada Allah Swt.

Baca Juga: Nilai Kesetaraan Hingga Evaluasi Diri; Qiraah Maqashidiyah Kisah Nabi Adam

Dalam Tafsir Ibnu Katsir (h. 123) terhadap ayat ini juga disebutkan agar manusia menghisab dirinya sebelum dihisab oleh Allah Swt. Melihat apa yang sudah dilakukan dan ditabung untuk hari akhir saat bertemu Allah Swt. Apa yang sudah dilakukan inilah yang harus diperbaiki agar menjadi amal yang kemudian dibawa saat menghadap Allah Swt.

Mengenai evaluasi ini, Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang hamba tidak bisa disebut (golongan) orang yang bertakwa hingga ia bisa mengoreksi (me-muhasabah) dirinya. (HR. Maimun bin Mahran dalam kitab Ihya’ Ulumiddin/Juz IV/h. 404).

Praktik Evaluasi Ala Rasulullah Saw.

Ayat dan hadis di atas menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap kegiatan evaluasi. Ketika Alquran memberi isyarat dan Rasulullah Saw. sudah bersabda, maka sebagai utusan Allah Swt. dan penyebar risalah Islam, beliau pun melakukan praktik evaluasi tersebut kepada para sahabat.

Pertama, evaluasi aspek kognitif. Pada aspek kognitif, yang dievaluasi ialah pengetahuan atau materi. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dalam hadisnya Riwayat Bukhari (Hadis Nomor 60) yang bermakna: “Kami pernah bersama Nabi, lalu beliau dipertemukan dengan jamaah. Kemudian beliau bersabda: ‘Sesungguhnya di antara pohon ada satu pohon yang merupakan perumpamaan bagi seorang muslim.’ Aku ingin mengatakan bahwa itu adalah pohon kurma. Namun karena aku yang termuda, maka aku diam. Maka kemudian Nabi bersabda, ‘Itu adalah pohon kurma.’

Baca Juga: Tafsir Surah Yasin ayat 45-46: al-Quran Mengajarkan Manusia Untuk Introspeksi Diri

Setelah kejadian ini, Ibnu Umar pun menceritakan sikapnya kepada ayahnya, Umar bin Khattab. Lalu, Umar pun berkata, “Engkau mengatakan itu (mengungkapkan jawabanmu) lebih aku sukai daripada engkau menceritakan bahwa engkau memiliki ini dan ini.” Dalam teori evaluasi pendidikan, dapat diambil pembelajaran bahwa ketika seseorang sedang dievaluasi oleh orang lain, terutama menyangkut aspek pengetahuan (kognitif) maka hendaknya ia mengungkapkan apa yang diketahui. Dengan demikian, peserta didik tidak dianjurkan malu dalam menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Jawaban peserta didik inilah yang nantinya menjadi hasil evaluasi bagaimana ketercapaian pembelajaran yang sudah dilakukan. Hasil evaluasi inilah yang kemudian menjadi acuan bagi seorang guru untuk mengambil langkah berikutnya. Apakah berpindah ke materi yang lain atau mengulang materi yang ada terlebih dahulu. (Khairiah, Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Hadits Rasulullah SAW, dalam Al-Aulia: Jurnal Pendidikan dan Ilmu-ilmu Keislaman, h. 65)

Kedua, evaluasi aspek afektif.  Maksud evaluasi aspek afektif ini ialah terkait dengan sikap. Dikisahkan dalam kitab Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi, Rasulullah Saw. pernah mengevaluasi seorang sahabat bernama Ka’ab bin Malik. Ketika itu ia sengaja tidak ikut dalam peperangan Tabuk tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i. Kemudian Rasulullah Saw. memanggilnya dan menanyakan perihal ketidakhadirannya tersebut. Ka’ab pun menyesali perbuatannya dan menunggu hukuman atas dirinya. Ia mengatakan bahwa saat peperangan terjadi dirinya tidak memiliki halangan apapun, ia dalam kondisi yang kuat dan lapang. Atas pengakuan Ka’ab tersebut, Rasulullah Saw. bersabda: “Adapun orang ini maka dia benar-benar jujur. Pergilah dan tunggulah keputusan Allah tentang dirimu.” Dengan evaluasi semacam ini, akhirnya mampu memberikan efek tersendiri bagi diri Ka’ab. Sejak saat itu ia sangat menyesal dan berjanji akan selalu ikut berperang menyertai Rasulullah Saw.

Ketiga, evaluasi aspek psikomotorik. Evaluasi ini merupakan penilaian yang terfokus dalam aspek keterampilan (psikomotor). Evaluasi ini pernah dilakukan Rasulullah Saw. ketika memeriksa Ibnu Umar yang ingin ikut dalam perang.

ابْنِ عُمَرَ قَالَ عَرَضَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ فِي الْقِتَالِ وَأَنَا ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يُجِزْنِي وَعَرَضَنِي يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً فَأَجَازَنِي

Ibnu Umar berkata: “Rasulullah Saw. memeriksaku ketika hendak berangkat perang Uhud. Ketika itu saya berusia 14 tahun, sehingga beliau tidak membolehkan aku ikut berperang. Ketika hendak berangkat ke medan perang (Khandaq), beliau memeriksaku kembali. Saat itu aku telah berusia 15 tahun dan beliau membolehkanku ikut perang. (HR. Muslim No. 3473)

Berperang merupakan kegiatan yang membutuhkan keterampilan. Setelah dievaluasi oleh Rasulullah Saw. dalam satu tahun, Ibnu Umar kemudian dinilai mampu dan diizinkan oleh Rasulullah ikut dalam perang Khandaq di tahun berikutnya.

Kesimpulan

Demikian sedikit ulasan tentang isyarat perintah untuk mengevaluasi diri dalam Alquran beserta contoh yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Semoga tulisan ini dapat menambah keimanan dan wawasan serta menyadarkan kita bahwa apa yang telah kita perbuat hendaknya selalu dievaluasi agar jika terdapat kesalahan maka segera dapat diperbaiki. Sehingga di masa yang akan datang kesalahan tersebut tidak terulang kembali.

Wallahu a’lam

 

Ahmad Riyadh Maulidi
Ahmad Riyadh Maulidi
Mahasiswa S2 UIN Antasari Banjarmasin
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-anfal ayat 46_cara menjaga persatuan

Surah al-Anfal Ayat 46: Cara Menjaga Persatuan

0
Rasa persatuan amat dibutuhkan dalam keberlangsungan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Salah satu kasus yang muncul akibat ketidak mampuan seseorang dalam menjaga rasa persatuan...