BerandaUlumul QuranContoh Penafsiran dengan Menggunakan Ilmu Nasakh

Contoh Penafsiran dengan Menggunakan Ilmu Nasakh

Nasakh dalam kaitannya dengan penafsiran dan pengambilan hukum dapat dipahami dan digunakan sebagai bagian dari kebijakan Allah swt mengenai bagaimana menetapkan suatu hukum dalam masyarakat secara bertahap (al-tadarruj). Contoh-contoh dari penetapan hukum secara bertahap ini adalah keharaman khamar, keharaman riba, perintah untuk puasa dan lai-lain. Dapat diambil contoh konkrit dalam al-Quran mengenai khamar, terdapat empat ayat yang berbicara tentang khamar dengan tahapan-tahapan untuk kemudian benar-benar mengharamkannya secara mutlak.

  1. Surah al-Nahl [16]: 67

 و من ثمرت النخيل و الأعنب تتخذون منه سكرا و رزقا حسنا إن في ذلك لآية لقوم يعقلون

Dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan.

Baca Juga: Urgensi Mengetahui Ilmu Nasakh untuk Memahami Al-Quran

Ayat diatas ditafsirkan oleh Ibn Jarir al-Tabari sebagai ayat yang diturunkan sebelum adanya keharaman khamar sebagaimana ia riwayatkan dari Ibn Abbas. dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa pada permulaan Islam, khamar tidaklah diharamkan.

  1. Surah al-Baqarah [02]: 219

 …يسئلونك عن الخمر و الميسر قل فيهما إثم كبير و منفع للناس و إثمهما أكبر من نفعهما

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.

Al-Maraghi dalam tafsirnya mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari Abu Hurairah bahwa pada awal Rasulullah berada di Madinah, orang-orang madinah gemar meminum khamar. Kemudian mereka bertanya kepada Rasul terkait hal itu, lalu turunlah ayat di atas. Lalu pada suatu waktu sebagian dari mereka minum khamar hingga mabuk ketika dekat dengan waktu salat, sehingga turunlah ayat yang ketiga.    

  1. Surah al-Nisa [04]: 43

يأيها الذين ءامنوا لا تقربوا الصلوة و أنتم سكرى حتى تعلموا ما تقولون

Hai orang-orang yang beriman, jangalah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu menyadari apa yang kamu ucapkan.

Dengan turunnya ayat ini, telah jelas larangan untuk meminum khamar meskipun baru sebatas pada saat waktu-waktu menjelang solat. Tetapi telah ditegaskan pelarangannya. Menurut Tahir ibn ‘Asyur, para sahabat lalu tidak meminum khamar terkecuali pada dua waktu yaitu setelah salat isya dan setelah salat subuh. Karena pada dua waktu itu, rentang waktu salat cukup panjang. Kemudian dengan tegas Allah swt melarang minum khamar dengan ayat yang berikutnya.   

  1. Surah al-Maidah [05]: 90-91

يأيها الذين آمنوا إنما الخمر و الميسر و الأنصاب و الأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون

إنما يريد الشيطن أن يوقع بينكم العدوى و البغضاء في الخمر و الميسر و يصدكم عن ذكر الله و عن الصلاة فهل أنتم منتهون

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.

Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan salat; maka tidakkah kamu mau berhenti?

Baca Juga: Kategorisasi Nasakh dan Contohnya dalam Al-Quran

Ayat terakhir ini telah menegaskan keharaman khamar secara tegas dan tidak ada toleransi lagi untuk meminumnya sepanjang waktu. Maka dari contoh ayat-ayat tentang khamar ini, sedikitnya penulis mengambil kesimpulan yang berkaitan dengan kaidah tafsir. Pertama, bahwa dalam penetapan suatu hukum di suatu tempat, Allah swt Yang Maha Bijaksana sangat memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Allah swt tidak serta merta melarang meminum khamar, tetapi dengan menggunakan tahapan-tahapan tertentu.

Kedua, dalam menafsirkan al-Quran sangat harus diperhatikan semua ayat terutama yang berkaitan dengan nasikh-mansukh, agar produk penafsiran tidak parsial. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi mufassir untuk menafsirkan al-Quran secara komprehensif. Dengan perkataan lain, ada dua kaidah yang harus dijadikan pelajaran dari nasakh yaitu: al-tadarruj (bertahap) dan al-ijmal (komprehensif).

Wildan Imaduddin Muhammad
Wildan Imaduddin Muhammad
Dosen Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...