Tafsir Surah Albaqarah Ayat 31: Dasar Teori Pembentukan Bahasa

Dasar teori pembentukan bahasa dalam Alquran
Dasar teori pembentukan bahasa dalam Alquran

Bahasa merupakan salah satu anugerah berharga yang Allah berikan kepada manusia. Dengan bahasa, manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, bahasa juga menjadi sebuah identitas dan menggambarkan keragaman dengan segenap perbedaan yang ada, sebab di dunia ini, ada banyak bahasa yang berbeda tergantung pada masing-masing tempat atau orang yang menuturkannya.

Berbicara mengenai bahasa, pernahkah terpikir di benak kita bagaimana bahasa bisa terbentuk? Terkait hal ini, Alquran telah mengisyaratkan teori pembentukan bahasa sebagaimana tergambar dalam Q.S. Albaqarah [2]: 31 sebagai berikut.

وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبئونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ

Terjemah: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”” (Q.S. Albaqarah [2]: 31)

Allah yang mengajar Nabi Adam

Menurut Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menerangkan bahwa Allah ﷻ mengajarkan kepada Adam `alaihis salam nama-nama, tugas, dan fungsinya sebagai Nabi dan Rasul, serta tugas dan fungsinya sebagai pemimpin umat. Manusia memang makhluk yang dapat dididik (educable), bahkan harus dididik (educandus), karena ketika baru lahir bayi manusia tidak dapat berbuat apa-apa, anggota badan dan otak serta akalnya masih lemah.

Tetapi, setelah melalui proses pendidikan bayi, manusia yang tidak dapat berbuat apa-apa kemudian berkembang dan melalui pendidikan yang baik, sehingga apa saja dapat dilakukan olehnya. Adam sebagai manusia pertama dan belum ada manusia lain yang mendidiknya, maka Allah secara langsung mendidik dan mengajarinya.

Baca juga: Stratifikasi Bahasa Jawa dalam Tafsir Karya Kiai Misbah Musthofa

Cara Allah mendidik dan mengajar Adam tidak seperti manusia yang mengajar sesama manusia, melainkan dengan mengajar secara langsung dan memberikan potensi kepada Adam untuk dapat berkembang. Potensi tersebut berupa daya pikir, sehingga memungkinkan Adam untuk mengetahui semua nama yang di hadapannya. Setelah nama-nama itu diajarkan-Nya kepada Adam, maka Allah memperlihatkan benda-benda itu kepada para malaikat dan diperintahkan-Nya agar mereka menyebutkan nama-nama benda tersebut yang telah diajarkan kepada Adam dan ternyata mereka tidak dapat menyebutkan nama-nama benda tersebut.

Quraish Shihab juga menjelaskan dalam Tafsir al-Misbah bahwa dalam ayat tersebut Allah mengajarkan Adam tentang nama dan karakteristik benda agar dia dapat hidup dan mengambil manfaat dari alam. Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir juga menambahkan penjelasan ayat ini bahwa Allah SWT mengadakan ujian bagi para malaikat untuk membuktikan ketidakmampuan mereka dan menggugurkan anggapan mereka bahwa mereka lebih pantas menjadi khalifah daripada khalifah yang ditunjuk-Nya. Ujian ini diadakan setelah Allah mengajari Adam nama benda materiil (seperti tumbuhan, benda mati, manusia, dan hewan) yang mendiami dunia ini, lalu Allah memperlihatkan benda-benda yang memiliki nama itu kepada para malaikat. Ternyata mereka tak mampu menyebutkan nama-nama tersebut.

Bahasa dibentuk melalui proses meniru

Mengacu pada penjelasan para mufassir di atas, dapat dipahami bahwa kemungkinan manusia untuk membahasakan atau menyebut sesuatu yang dilihat maupun didengar adalah karena proses peniruan dari penutur sebelumnya. Dalam konteks ayat di atas, penutur pertama yang mengajarkan bahasa adalah Allah SWT, kemudian ditirukan oleh Nabi Adam.

Pengajaran terhadap nama-nama benda kepada Nabi Adam mengisyaratkan bahwa sejatinya Allah sendiri telah menetapkan nama-nama tersebut sebelumnya, kemudian mempublikasikannya kepada Adam untuk diketahui dan ditirukan.  Lalu pengetahuan Adam tersebut dipamerkan kepada para malaikat untuk membantah ketidakyakinan mereka.

Baca juga: Serba-Serbi Seputar Surah Albaqarah

Hal tersebut mengindikasikan bahwa awal pembentuk bahasa bermula pada sebuah percontohan. Seseorang dapat membahasakan sesuatu karena dia mengetahui tentang hal tersebut dari penutur sebelumnya. Misalnya, seseorang dapat berbahasa Inggris, karena dia mempelajari dan menirukannya.

Meskipun begitu, Prof. Mudjia Raharjo dalam tulisannya Spekulasi tentang Asal-usul Bahasa mengatakan bahwa teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah. Namun poin penting yang perlu ditegaskan adalah bahwa bahasa terbentuk karena sebuah “ketetapan” yang dibuat kemudian dituturkan dan selanjutnya ditirukan.

Penutup

Teori asal-usul bahasa yang beredar masih bersifat spekulatif. Sebab tidak ada manusia yang dapat memastikan kapan dan bagaimana awal mula bahasa terbentuk. Namun sebagai seorang muslim kita juga perlu menganut teori dogmatik melalui penggembaran Alquran dalam Q.S. Albaqarah ayat 31 di atas yang menyatakan bahwa Adam telah diajari nama-nama oleh Allah terkait hal-hal yang ada di Bumi, meskipun cara Allah mengajari Adam tentu berbeda dengan cara manusia mengajari sesamanya.

Kisah yang tergambar di atas cukup memberi petunjuk bahwa sejak Adam diciptakan pun, dia sudah menggunakan “bahasa”. Hanya saja, bahasa tersebut kemudian berkembang dengan segenap perbedaan yang disebabkan keanekaragamaan latar belakang daerah atau suku. Sehingga, hal tersebut memunculkan teori baru bahwa bahasa dapat dibentuk dengan sebuah “kesepakatan”, dituturkan, kemudian ditirukan. Wallahu a’lam.