Dalam sebuah riwayat Hadis dikatakan bahwa ridla Allah bergantung pada rida orang tua dan murkanya Allah juga bergantung pada murka orang tua. Ini menandakan betapa tingginya derajat orang tua di sisi Allah. Ini juga menandakan betapa pentingnya seorang anak berbakti kepada orang tua. Salah satu tanda bakti dari sang anak adalah melafalkan doa untuk orang tua.
Begitu pentingnya seorang anak untuk berbakti dan melafalkan doa untuk orang tua sehingga Al-Quran mengajarkannya sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al-Isra [17]: 24 yang berbunyi:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
Dalam penafsiran Ulama ada beberapa redaksi dalam ayat ini yang didiskusikan mengenai maksud dan maknanya. Pada lafaz (وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ), dijelaskan dalam tafsir Ruh al-Ma’ani karya al-Alusi bahwa redaksi جَنَاحَ الذُّلِّ merupakan majaz isti’arah yang melambangkan sebuah ketawadluan bagaikan sayap yang direndahkan (tidak merasa tinggi di hadapan orang tua).
Kemudian huruf (مِنَ) di sana memiliki faidah ta’lil atau menjelaskan sebab bahwa seorang anak harus bersikap tawadlu terhadap orang tua karena itu merupakan bagian dari bentuk kasih sayang anak pada keduanya.
Selanjutnya bentuk rahmat yang dimohonkan kepada Allah dalam ayat ini berupa rahmat dunia dan akhirat. Adapun rahmat yang dimaksud secara spesifik tidak diberikan penjelasannya, karena bentuk rahmat itu banyak sehingga untuk tidak membatasi maknanya maka tidak ditakhsis masing-masing dari bentuk rahmat di dunia maupun akhirat.
Memang dalam beberapa redaksi yang memuat tentang kebaikan yang Allah berikan kepada manusia (sebagaimana dalam tulisan tafsir doa Sapu Jagat), Ulama jarang memberikan takhsis sebab justru akan membatasi kekuasaan Allah yang dapat memberikan kebaikan berupa apa saja kepada makhluk-Nya.
Baca Juga: Doa Al-Quran: Doa Agar Diringankan Dari Beban Kehidupan
Pada lafaz كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًا terdapat penjelasan yang menarik dalam men-taqdir faidah huruf (ك). Ada yang mengatakan bahwa faidahnya adalah tasybih sehingga maknanya ialah permohonan agar orang tua mendapatkan rahmat yang setara dengan kasing sayang dan didikan mereka terhadap anaknya. Dan jika mengikuti faidah kedua yakni ta’lil, maka permohonan rahmat yang diajukan oleh sang anak disebabkan oleh sikap orang tua yang telah mendidik dan menyayanginya sejak kecil.
Faidah manapun yang dipilih sebenarnya tidak menghilangkan makna positif dari doa tersebut dan juga tidak menghilangkan esensi bahwa doa yang dilafalkan itu sendiri juga merupakan bentuk bakti anak terhadap orang tuanya.
Penjelasan menarik selanjutnya yang ditambahkan al-Alusi setelah mengulas tafsir dari ayat ini ialah memberikan beberapa referensi hadis mengenai sikap ideal terhadap orang tua. Salah satunya tatkala ia menegaskan bahwa seorang anak tidak cukup hanya berbakti kepada orang tua saat mereka hidup namun juga tatkala mereka telah tiada.
Al-Alusi mengutip hadis yang diriwayatkan Ibn Majah yang menceritakan seseorang yang datang menghadap Rasulullah lalu menanyakan cara berbakti kepada orang tua selepas mereka wafat.
Maka Rasulullah pun menjawab ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk bakti anak kepada orang tua selepas mereka wafat. Di antaranya adalah mendoakan mereka, meminta ampunan bagi mereka, memenuhi janji yang mereka tinggalkan, bersilaturrahim kepada kerabat keluarga mereka, dan menghormati teman-teman mereka.
Penjelasan tambahan dari al-Alusy memberikan penekanan bahwa kewajiban berbakti kepada orang tua adalah kewajiban yang harus terus dilaksanakan oleh seorang anak selama hayat masih dikandung badan. Wallahu a’lam.