BerandaTafsir TematikDua Penyakit Hati dalam Penafsiran Surah Al-Maidah Ayat 32

Dua Penyakit Hati dalam Penafsiran Surah Al-Maidah Ayat 32

Dua potensi manusia, baik dan buruk akan selalu dibawa oleh seseorang di setiap waktu dan tempat. Termasuk gambaran potensi buruk manusia ada pada surah Al-Maidah ayat 32, yaitu saling membunuh. Ayat ini secara tegas menjelaskan tentang posisi nyawa seseorang yang sangat mulia dan tak ternilai. Al-Maraghi dan At-Thabari memberikan dua penjelasan berbeda terkait konteks turun ayat tersebut. Meski demikian, kedua mufasir tersebut mempunyai semangat yang sama pada ayat ini, yaitu menjelaskan sifat-sifat buruk manusia yang dapat menimbulkan kebinasaan.

Al-Quran secara tegas melarang umatnya membunuh orang lain tanpa sebab seperti yang tertuang dalam surah Al-Maidah [5] ayat 32

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.”

Baca Juga: Hidup itu Nikmat, Bukan Siksa

Tafsir Ayat

Melalui ayat ini, secara khusus Allah menetapkan kepada Bani Israil tentang larangan membunuh seseorang tanpa sebab. Dalam tafsir Al-Maraghi, dijelaskan alasan syariat ini ditujukan kepada Bani Israil adalah karena pada masa lampau, Israel adalah bangsa yang berlebihan dalam melakukan pembunuhan serta dosa lainnya.

Penafsiran lain mengatakan bahwa ayat ini merupakan rangkaian ayat sebelumnya, yakni ayat ke 27 yang mengisahkan pembunuhan Qabil terhadap Habil yang didasarkan pada kedengkian. Sementara itu At-Thabari berpendapat bahwa yang dimaksud ayat ini adalah menjalankan syariat Allah. Barang siapa yang menjalankan syariat Allah maka ia telah memelihara kehidupan.

Selain tentang larangan membunuh, Al-Maraghi juga menjelaskan bahwa ayat ini bermakna bimbingan kepada persatuan umat. Siapa pun yang menginjak-injak martabat satu orang saja, makan seakan-akan ia menginjak-injak kehormatan manusia seluruhnya.

Sedangkan At-Thabari berpendapat. Dia mengatakan bahwa tidak bisa disamakan harga satu nyawa dengan nyawa lainnya. Menurutnya, ayat ini menjadi isyarat bahwa maksud dari kata ‘membunuh’ atau ‘menghidupkan’ adalah kuasa seseorang. Membunuh berarti seseorang memiliki kuasa membunuh orang lain dan ia melakukannya. Sementara  ‘menghidupkan’ berarti seseorang memiliki kuasa untuk membunuh atau membinasakan tetapi ia memilih untuk tidak melakukannya.

Pendapat tersebut didasarkan pada surah Al-Baqarah [2] ayat 258 yang artinya: Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.”

Baca Juga: Dua Potensi Manusia yang Dijelaskan dalam Al-Quran: Tafsir Surat Asy-Syams Ayat 7 – 10

Kuncinya Adalah Pengendalian Hati

Informasi dua mufasir di atas, dapat kita tarik lagi ke belakang mengenai penyebabnya. Untuk dapat mengendalikan potensi buruk pada surah Al-Maidah ayat 32, seseorang haru juga bisa mengendalikan dua sifat buruk manusia yang lain, yaitu dengki dan amarah. Dengki adalah perasaan benci atau iri yang amat sangat. Adapun dengki memiliki sinonim berupa iri, benci, khianat dan hasad.

Dua  sifat tersebut, bila masih bersemayam di hati umat manusia akan selalu menimbulkan kerusakan baik bagi dirinya maupun orang lain. Untuk itu, manusia dituntut untuk dapat mengendalikan hawa nafsunya. Sementara itu jihad melawan hawa nafsu adalah bentuk jihad besar.

Salah satu nafsu yang banyak menimbulkan kerugian adalah amarah yang tidak dapat terbendung. Sampai-sampai nabi pernah bersabda bahwa orang yang kuat bukanlah yang selalu menang dalam bergulat, tetapi yang dapat mengendalikan nafsunya ketika marah.

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah orang yang kuat adalah orang yang pandai bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika ia marah.” (Shahih Bukhari, No. 5649)

Dalam kesempatan lain, hadis yang termaktub dalam Musnad Ahmad keponakan sahabat Anhaf bin Qais meminta nasehat kepada Nabi, kemudian Nabi menjawab “Jangan Marah!”. Permintaan nasihat tersebut diulang beberapa kali dan Nabi menjawab dengan nasihat yang sama.

Baca Juga: Menilik Hakikat Puasa Lewat Perang Badar

Dalam studi kriminologi, emosi yang tak terkendali menjadi salah satu sebab terjadinya pembunuhan tak berencana (unplanned murder). Adapun rasa dengki yang tidak berkesudahan justru dapat menjadi sebab terjadinya pembunuhan berencana (planned murder). (Mengapa Seseorang Mau Menjadi Pembunuh, Jurnal Penelitian Psikologi 2013, Vol. 04, No. 01, 10-20, hlm. 10)

Adapun kedengkian dalam pandangan agama dapat menghapus kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu atau rumput sebagaimana hadis nabi dari Abu Hurairah. Nabi bersabda “Jauhilah oleh kalian hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kabaikan seperti api yang membakar kayu atau rumput.”(Sunan Abu Daud, no. 4257)

Dalam hadis yang lain, Nabi bersabda bahwa dengki dan kebencian adalah dua penyakit yang merusak agama umat-umat terdahulu. Berawal dari kedengkian bertumbuh kepada rasa marah yang mendorong Qabil untuk melakukan perbuatan keji. Dalam tafsir kemenag dijelaskan, setelah melakukan perbuatannya, Qabil menyesal. Penyesalan yang didasarkan perasaan takut kepada Allah cukup menjadi syarat taubat.

Dua sifat di atas agaknya banyak menjangkit masyarakat di era daring ini. Keberadaan medsos seringkali menjadi ajang pamer kesempurnaan fisik. Kesempurnaan bentuk fisik tersebut bagi sebagian orang menciptakan klasifikasi standar kecantikan, ketampanan atau kekayaan.  Dampaknya, bila tidak sesuai dengan standar tersebut maka muncul benih-benih iri dan dengki.

Untuk itu, di bulan yang suci ini marilah kita melatih diri untuk mengikis sifat dengki dan amarah serta mengendalikan hawa nafsu, salah satunya dengan berpuasa. Sebab binasanya umat-umat terdahulu serta peperangan yang masih saja terjadi di era sekarang adalah  karena adanya dua sifat tersebut. Wallahu a’lam

Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Cara Mengenalkan Alquran Kepada Non-Muslim Ala Ingrid Mattson

Cara Mengenalkan Alquran Kepada Non-Muslim Ala Ingrid Mattson

0
Ingrid Mattson adalah seorang aktivis, professor dalam kajian Islam dan seorang muallaf. Ia aktif di berbagai kegiatan sosial kegamaan seperti pernah menjadi Presidan Masyrakat...