BerandaTafsir TematikEnam Sifat Orang Mukmin dalam Surah Al-Mukminun Ayat 1-9

Enam Sifat Orang Mukmin dalam Surah Al-Mukminun Ayat 1-9

Mukmin dalam istilah bahasa Arab memiliki arti orang beriman, orang yang membenarkan ajaran Nabi. Sedangkan, secara terminologi adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan tindakan. Maka tidak heran, jika definisi mukmin berada di tingkat yang lebih tinggi di atas muslim. Banyak tanda dan sifat seseorang dapat dikatakan mukmin, Al-Quran pun merincikannya. Berikut enam sifat orang mukmin yang disebut dalam surah Al-Mukminun ayat 1-9.

Surah Al-Mukminun ini memiliki munasabah dengan penutup surat sebelumnya, Al-Hajj, yang berbicara mengenai ajakan kepada orang-orang yang beriman berupa perintah untuk melaksanakan tuntunan agama, perintah salat dan zakat, serta ajakan untuk berpegang teguh pada tali Allah.

Baca Juga: Surat al-Anfal [8] Ayat 2: Ciri-Ciri Orang Yang Beriman Menurut Al-Qur’an

Enam Sifat Orang Mukmin

Sebelas ayat pertama dari surat Al-Mukminun ini berbicara tentang sifat-sifat yang dimiliki orang Mukmin. Terdapat enam sifat orang mukmin yang disebutkan di dalamnya. Dimulai dari pernnyataan kesungguhan tentang keberuntungan yang akan didapat oleh orang-orang mukmin,

 1) قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ

Kata aflaha pada ayat pertama dalam Tafsir Al-Misbah terambil dari kata al-falh yang memiliki makna membelah. Dari kata al-falh ini, petani disebut al-fallah -orang yang mencangkul untuk membelah tanah, lalu menanam benih. Dari benih ini kemudian tumbuh, dan menghasilkan buah. Sebab hal tersebut, petani tentu merasa bahagia, maka kemudian dinamakan falah. Jadi, suatu hal yang melahirkan sebuah kebahagiaan, itulah makna falah.

Sedang kata al-mukminun M. Quraish Shihab membedakannya dengan alladzina amanu. Al-Mukminun berarti sudah berupa labeling sifat terhadap beberapa subjek, bukan lagi sebuah proses.

Tanda pertama seorang mukmin adalah mereka yang khusuk dalam shalatnya.

 2) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Kata khasyi’un berakar kata khasya’a yang bermakna diam atau tenang.  Sebagian ulama mengatakan, bahwa kata kasyi’un dalam ayat ini adalah rasa takut agar jangan sampai apa yang dilaksanakannya itu tertolak. Salah satu tanda kekhusyukan dalam shalat ditandai dengan mata yang fokus pada tempat sujud.

Imam ar-Razi, mengungkapkan, bahwa seseorang yang sedang melaksanakan shalat, tabir akan terbuka antara dirinya dan Tuhannya. Akan tetapi jika ia menoleh tabir itu akan tertutup. Sedang, menurut Ibnu Katsir, khusyuk baru akan tercapai ketika jiwa pada diri orang yang mendirikan shalat mengabaikan sesuatu selain yang berkaitan dengan shalat.

Baca Juga: Inilah Keutamaan Shalat Menurut Al-Quran: Tafsir QS. Al-Ankabut [29] Ayat 45

Sifat kedua dari enam sifat orang mukmin adalah orang yang menjauhkan diri dari perkataan atau perbuatan yang tidak berguna.

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3

Kata al-laghwu pada ayat ketiga, menunjukkan makna batal, atau sesuatu yang ditiadakan. Sesuatu yang terkadang dianggap kurang berfaidah (laghwu), atau sesuatu yang berfaidah tapi tidak memiliki dampak apa-apa terhadap hal ukhrawi. Sehingga Quraish Shihab mengungkapkan bahwa laghwu ini merupakan sebuah hal yang tidak terlarang dan tidak pula dianjurkan (mubah), tetapi tidak ada manfaat yang diperoleh dari hal tersebut.

Ayat ini tidak serta merta melarang umat muslim untuk bencanda dan tertawa, tidak. Akan tetapi merupakan anjuran untuk lebih memperbanyak hal yang bermanfaat, utamanya dalam hal ukhrawi.

Sifat orang mukmin yang ketiga, yaitu orang yang menunaikan zakat.

وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4

Kata zakah ( زكاة ) dari segi bahasa memiliki arti suci, dan berkembang, hal ini menurut Quraish Shihab karena menunaikan zakat, atau menafkahkan harta dapat mengantarkan penafkah kepada kesucian jiwa. Iman yang telah mantap dalam jiwa seseorang akan mendorong untuk senantiasa menafkahkan sebagian hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan.

Pemberian nafkah ini, tentu berdampak pada kesejahteraan sosial di lingkungannya, dengan adanya kegembiraan hati orang yang menerima zakat tersebut. Selain itu, dampak positif pada orangyang berzakat adalah pengikisan dengki dan iri di dalam hatinya. Maka, tidak heran jika salah satu tanda orang mukmin adalah mereka yang senang menafkahkan sebagian hartanya kepada jalan yang diridhoi Allah.

Selain menggunakan kata zakah, Al-Quran juga menggunakan kata sadaqah dalam arti zakat, contohnya surat al-Taubah [9]: 60.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 43: Dalil Kewajiban Zakat

Sifat keempat orang mukmin adalah mereka yang memelihara kemaluannya;

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7

Hafidzun, dalam ayat kelima bermakna memelihara atau menahan, yang terambil dari kata hifdzh. Dalam ayat ini yang dimaksud adalah menjaga atau memelihara kemaluan sehingga tidak digunakan pada tempat dan waktu yang dilarang oleh agama.

Dalam kitab tafsirnya, M. Quraish Shihab mengatakan, boleh jadi yang dimaksud pemeliharaan atas kemaluan ini adalah dalam proses mencari pasangan hidup yang tepat dan baik, bukan hanya berdasarkan pada kecantikan dan ketampanan.

Seorang yang mukmin adalah mereka yang pemeliharaannya terhadap kemaluan mereka sangat baik. Mereka hanya menyalurkan syahwat biologisnya kepada yang halal bagi mereka, yakni pasangan mereka, atau budak mereka (pada masa perbudakan), Illa ala azwajihim auw maa malakat aimanahum.

Sifat kelima dari enam sifat orang mukmin adalah mereka yang menepati atau menjaga janji mereka.

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8

Bentuk jamak yang digunakan pada kata amanah, menjadi amanaatihim  adalah sesuatu yang diserahkan oleh seseorang kepada pihak lain untuk menjaganya. Dalam Islam, amanah merupakan asas keimanan seeorang.

Dalam Tafsir Al-Misbah, amanah memiliki empat aspek; pertama amanah antara manusia dan Allah, seperti ibadah. Kedua, amanah antara satu orang kepada orang lain, seperti rahasia, titipan. Ketiga, antara manusia dan lingkungan, hal ini menyangkut pada penjagaan dan pemeliharaan alam untuk generasi mendatang. Keempat, amanah kepada diri sendiri, misalnya dalam menjaga kesehatan badan, dan lain-lain.

Kemudian kata ‘ahd memiliki makna wasiat dan janji -yakni komitmen yang disepakati seseorang dengan seseorang yang lain. Lalu, kata ra’un (رعون) dalam ayat ke delapan tersebut bermakna memerhatikan seseuratu sehingga tidak rusak, terbengkalai, atau bahkan sia-sia. Hingga dapat dikatakan, penjagaan seseoarng terhadap janji dengan orang lain harus senantiasa dijaga, dan ditepati dengan baik.

Baca Juga: Pemimpin Harus Berlaku Adil dan Menjalankan Amanah

Dan sifat terakhir dari enam sifat orang mukmin adalah mereka yang memelihara shalatnya.

وَٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَٰتِهِمْ يُحَافِظُونَ(9

Apa yang membedakan ayat kesembilan dan kedua di atas mengenai shalat? Yakni pada maksud yang dituju. Jika di ayat kedua adalah mereka yang dalam shalatnya khusyuk, kemudian pada ayat kesembilan lebih ditekankan lagi, orang yang mukmin adalah mereka yang memelihara shalatnya pada waktu-waktu yang telah ditetapkan dalam agama. Sehingga, mereka yang memelihara waktu shalatnya pada waktu yang ditetapkan akan terpelihara pula rukun salat yang dikerjakannya.

Sifat yang terakhir dari enam sifat orang mukmin ini menjadi sifat penutup bagi seorang mukmin yang dijelaskan dalam surat Al-Mukminun. Sayyid Quthub ditanya, “apakah nilai dari sifat-sifat yang disebut di atas?” ia kemudian menjawab, “Nilainya adalah bahwa ayat tersebut menggambarkan kepribadian yang dimiliki seorang muslim dalam tingkatan yang tertinggi -yakni kepribadian yang dimiliki Rasulullah Muhammad saw., sebaik-baiknya makhluk di muka bumi ini.”

Apakah lantas kita manusia biasa tidak dapat menjadi bagian dari mukmin itu sendiri? Tentu hal itu tidaklah mustahil, dengan terus belajar memperbaiki diri baik kepada Alah, dan interaksi kepada makhluk serta alamnya. Setidaknya kita harus senantiasa berusaha menjalani kehidupan ini dengan baik dengan mengikuti aturan Al-Quran dan sunnah Rasul dengan baik, dan benar. Hingga kita semua dapat menjadi bagian orang-orang yang diwarisi surga Firdaus, sebagaimana lanjutan pada ayat ke 10-11 dari surah Al-Mukminun ini. Amin. Wallahu A’lam

Ulya Nurir Rahmah
Ulya Nurir Rahmah
Pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

keserasian nilai-nilai pancasila dengan Alquran

Keserasian Nilai-Nilai Pancasila dengan Alquran

0
Pancasila sebagai hasil kristalisasi dari gagasan brillian para pejuang kemerdekaan dari berbagai kalangan telah menjadi suatu identitas yang melekat pada jati diri bangsa Indonesia....