BerandaTafsir TematikTafsir IsyariHakikat Perbuatan Baik terhadap Sesama Menurut Jalaluddin Rumi

Hakikat Perbuatan Baik terhadap Sesama Menurut Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi adalah seorang sufi yang terkenal sangat humanis, toleran, dan senantiasa menebarkan buih-buih cinta melalui syairnya. Setiap puisinya merupakan gambaran simbolis kondisi manusia kaitannya dengan hubungan dengan dirinya sendiri, Tuhan, sesama, maupun alam keseluruhan dengan bahasa yang paling indah dan sederhana.  

Bagi dunia modern, tampaknya nasihat spiritual Jalaluddin Rumi menjadi sebuah kebutuhan, khususnya dalam hal relasi terhadap sesama. Mengingat nilai cinta kasih kian memudar di tengah masyarakat, dengan realita bahwa berapa banyak orang sibuk dengan dirinya dan tidak peduli satu sama lain terutama yang tertimpa kemalangan. Sehingga pesan Rumi diharapkan dapat membekas dan berdampak positif serta membentuk pola pikir dan olah rasa yang berpengaruh kepada kehidupan sosial. 

Manusia, Satu Sama Lain Adalah Saudara 

Pada dasarnya semua manusia bersaudara dan berasal dari yang satu, yaitu Allah. Akan tetapi, dalam perjalanannya sebagian menjadi lalai, berlaku semena-mena, keras, sombong, saling bermusuhan, dan bertikai sehingga melupakan kesejatian dirinya sebagai penebar rahmat kepada sesama. Rumi berkata, “Jika gambar-gambar itu tahu mereka semua lahir dari Pena yang sama, tentu mereka akan bergaul baik satu sama lainnya.” (Diwan Syams Tabrizi, h. 159). 

Rumi mengingatkan manusia untuk berlaku baik satu sama lain sebab mereka lahir dari sumber yang satu. Terhadap sesama tidak boleh saling bertikai, memfitnah, adu domba, dan menebar kebencian hingga terjadi kekacauan yang akan mencederai kemanusiaan, bangsa, dan agama. Sebaliknya, sebagai saudara, mereka harus saling tolong menolong dan bekerjasama dalam kebaikan demi tercapainya kedamaian dan kerukunan antarsesama. 

Baca juga: Jalaluddin Rumi: Seni Mengatasi Patah Hati

Dalam syairnya yang lain Rumi megatakan, “Manusia terbaik adalah mereka yang membantu orang lain. Saat kamu menjadi hamba sejati pelayanan, cahaya membelaimu, dan dirimu pun memancar! Kamu menjadi lampu ilahi. Kamu tidak khawatir apakah berada di posisi tinggi atau rendah.” (Fihi Ma Fihi, 213). 

Bagi Rumi, seseorang yang berada di jalan cinta akan melihat dirinya seperti lampu yang terus menerus menyala dan menyebarkan cahaya kepada yang lain. Oleh karenanya seseorang harus terus menerus berusaha menebar kebaikan untuk sesama, sehingga hatinya menyala seperti lampu Ilahi yang akan menerangi orang lain dengan cahaya cinta dan kasih sayang.  

Kebaikan Akan Kembali kepada Pemiliknya 

Menurut Jalaluddin Rumi, ketika seseorang berbuat kebaikan kepada orang lain, ibarat ia sedang berkebun dan menanam bunga di sekitar rumahnya. Ia akan menikmati keharuman dan keindahannya setiap kali ia mendatangi kebunnya. Rumi mengatakan, “Setiap orang yang menyebut kami dengan kata-kata yang baik, alam pun akan menyebutnya dengan kata-kata yang baik pula.” (Fihi Ma Fihi, h. 371). 

Orang yang melakukan kebaikan untuk sesama, ia akan menjadi temannya, dan kapan pun orang yang diperlakukan baik berpikir tentang dirinya, ia akan melihatnya sebagai seorang teman dan pikiran seorang teman akan memberikan kedamaian bagaikan bunga di taman. Sebaliknya, ketika ia berbuat keburukan kepada orang lain, maka ia akan berteman dengan keburukan dan setiap ia melihatnya, tidak akan mendatangkan kedamaian di dalam hati.  

Baca juga: Momentum Hari Arafah: Nabi Ibrahim a.s. dan Pengorbanan Cinta

Dalam menyinggung hal ini, Rumi juga mengutip firman Allah dalam Alquran: “Barang siapa mengerjakan kebajikan maka untuk dirinya sendiri dan barang siapa berbuat jahat maka menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Fushilat: 46). 

Menurut para mufasir, salah satunya Sayyid Quthb (10: 171), ayat ini merupakan peringatan bahwa perbuatan seseorang menjadi tanggung jawab dirinya, baik amal saleh ataupun fasad yang dikerjakan akan kembali kepada pelakunya. Hal itu termasuk juga perilaku yang ditujukan untuk orang lain, terlebih lagi menurut Ibnu Faris dalam redaksi ayat tersebut, makna perbuatan digunakan kata ‘amal’ bukan ‘i’timal’. Ini artinya seseorang berbuat untuk kepentingan orang lain, di samping juga untuk kepentingan diri sendiri (al-Mufradat fi Gharib al-Quran, h. 714). 

Baca juga: Surah Al-Baqarah Ayat 216: Belajar Mencintai dan Membenci Sewajarnya

Dengan demikian, pesan Rumi tentang kebaikan kepada sesama dapat menjadi motivasi yang kuat bagi seseorang untuk berlaku baik kepada yang lain. Tatkala dia berbuat baik maka balasannya pasti perlakuan baik, bukan hanya dari orang tersebut, melainkan pula alam semesta dan Rabb-nya. Hal ini sebagaimana pula diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, “Barang siapa yang melapangkan (urusan) orang lain, maka Allah akan memudahkan baginya (urusan) di dunia dan akhirat.” (H.R. Muslim). 

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

QS. Al-Isra’ (17) Ayat 36: Taklid yang Diharamkan!

0
Taklid dapat dipahami sebagai suatu bentuk perilaku seseorang yang mengikuti suatu perintah atau menerima pendapat dari orang lain tanpa memiliki pemahaman yang didasari dengan...