BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanMerayakan Hari Lahir Pancasila dan Prinsip dalam Tafsir Surah Al-Maidah Ayat 49

Merayakan Hari Lahir Pancasila dan Prinsip dalam Tafsir Surah Al-Maidah Ayat 49

Merayakan hari lahir Pancasila menjadi penting bagi masyarakat Indonesia, tak terkecuali dari kalangan umat Islam. Sebab, Pancasila bukan hanya berhasil mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan, agama, bahasa, etnis, dan lainnya, tetapi juga dapat dilegitimasi oleh Al-Qur’an, tepatnya pada QS. Al-Maidah: 49.

Memang, sepintas lalu, QS. Al-Maidah: 49 secara tersurat tidak menyebut istilah Pancasila. Akan tetapi, secara subtansi, QS. Al-Maidah: 49 memberi indikasi kepada Pancasila untuk dapat dijadikan hukum, sebagaimana dalam bunyi ayatnya sebagai berikut:

وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعۡضِ ذُنُوبِهِمۡۗ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ

 “Dan dapatkanlah putuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah ikut mengambil keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan lawan terhadap apa yang telah diperoleh Allah kepadaamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah yang dimaksud Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka yang sebagian besar merupakan dosa-dosa mereka. Dan sungguh, manusia kebanyakan adalah orang-orang yang fasik”

Di sini, tulisan ini akan menjelaskan bagaimana QS. Al-Maidah: 49 di atas dapat menjadi prinsip dan nilai dasar atas Pancasila sebagai pilar ideologi yang mesti diakui, diikuti, dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia, termasuk umat Islam.

Baca Juga: Surat Al-Hujurat Ayat 13: Dalil Sila Kedua Pancasila

Sebab Turun dan Tafsir QS. Al-Maidah: 49

Di lihat dari sebab turun QS. Al-Maidah: 49, Al-Wahidi dalam kitab Asbabun Nuzul Al-Qur’an (1991) mengemukakan riwayat Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa:

“Ibnu Abbas berkata: Sekelompok pendeta Yahudi berkumpul. Di antara mereka adalah putra Shuriya, Ka’b bin Asad, Ibnu Shluba, dan Sya’s bin Adiy. Mereka kemudian berkata, “Marilah kita berangkat menemui Muhammad, boleh jadi kita mampu memalingkannya dari agamanya, sebab dia hanyalanya manusia biasa. “Mereka kemudian mendatangi beliau dan berkata, “Sesungguhnya engkau telah mengetahui wahai Muhammad, bahwa kami adalah para pendeta Yahudi. Jika kami mengikutimu, maka tak ada seorang Yahudi pun yang akan menentang kami. Sesungguhnya di antara kami dan kaum itu terdapat permusuhan, kemudian kami mengadukan mereka kepadamu. Maka berikanlah putusan yang bermanfaat bagi kami mudharatnya bagi mereka, agar kami dapat beriman kepadamu,” Rasulullah SAW menolak, sehingga turunlah ayat ini.”

Sebab turun QS. Al-Maidah: 49 di atas memberi pemahaman bahwa ayat tersebut disampaikan dalam rangka menolak keinginan sekelompok Yahudi yang saat itu ingin melakukan kedzaliman terhadap orang-orang lain, yang secara status sosial lebih rendah dari mereka. Namun, meskipun dengan modal ingin masuk ke Islam dan modal sosial sebagai pemuka agama (pendeta), akan tetapi perilaku mereka tersebut ditolak oleh Al-Qur’an.

Di sini, Al-Qur’an menolak bersikap tak imbang (baca: tidak adil) dalam menetapkan hukum atas kasus orang-orang Yahudi tersebut. Dalam redaksi teks Al-Qur’an, tidak disebutkan kata penolakan. Al-Qur’an hanya menekankan pengambilan hukum berdasarkan ketentuan Allah, dan tidak mengikuti hawa nafsu mereka. Ini menunjukkan bahwa perbuatan sekelompok Yahudi tersebut telah menyimpang hukum Allah yang telah diturunkan kepada mereka.

Hamka dalam menafsirkan ayat tersebut pada kitab Tafsir Al-Azharnya (2007) mengatakan bahwa penolakan Al-Qur’an atas permintaan kelompok Yahudi tersebut disebabkan karena mereka sendiri telah keluar dari hukum Taurat, padahal hukum Al-Qur’an tidak bertentangan, bahkan masih berkaitan dengan hukum Taurat, sebagaimana yang mereka anut sebelumnya. Hamka menyatakan bahwa upaya bersikap lari dari ajaran kitab Taurat oleh pemuka Yahudi tersebut adalah semata karena hawa nafsu mereka.

Dari sini, QS. Al-Maidah: 49 turun untuk merespon sikap diskriminasi pemuka-pemuka Yahudi terhadap masyarakat lainnya. Melalui QS. Al-Maidah: 49, Al-Qur’an hendak mengembalikan nilai keadilan, sehingga spirit keadilan mesti ditegakkan dalam berhukum. Hukum tersebut tidak menurutui kepentingan-kepentingan sesaat, yang menjurus kepada kemauan hawa nafsu semata.

Pancasila dan Prinsip Surah Al-Maidah: 49

Sejarah mencatat bahwa kelahiran Pancasila didasari oleh kesadaran para pendiri Bangsa atas fakta kehidupan Indonesia, yang tidak satu, tetapi beragam: agama, ras, suku, bahasa, dan sebagainya. Soekarno pernah berpidato yang mengatakan:

“Pancasila yang Tuanku Promotor sebutkan sebagai jasa saya itu, bukanlah jasa saya, oleh karena saya, dalam hal Pancasila itu, sekedarlah menjadi “perumus” daripada perasaan-perasaan yang telah lama terkandung bisu dalam kalbu rakyat Indonesia, sekedar menjadi “pengutara” daripada keinginan-keinginan dan isi jiwa bangsa Indonesia turun temurun. Pancasila itu telah lama tergurat pada jiwa bangsa Indonesia. Saya menganggap itu corak karakternya banga Indonesia”

Sampai di sini, Pancasila terhindar dari keinginan pihak tertentu, termasuk Soekarno sekalipun. Hal ini senada dengan kandungan QS. Al-Maidah: 49 bahwa pelarangan mengikuti hukum diluar ketentuan (baca: Hukum) yang datang dari Allah ditujukan pada segala peraturan atau pedoman yang menyimpang dari spirit Islam. Selain itu, hukum tersebut mesti menjunjung keadilan, sehingga tercipta keseimbangan dari berbagai pihak.

Baca Juga: Tafsir Surat Ali Imran Ayat 103: Dalil Sila Ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia

Selain karena tidak berdasar hawa nafsu atau kepentingan tertentu, upaya menjunjung tinggi keadilah inilah yang menjadikan Pancasila dilegitimasi oleh QS. Al-Maidah: 49. Hal ini karena Pancasila mencakup dan merangkul kehidupan berbangsa dan beragama di Indonesia, Pancasila menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Bahkan, jika dilihat dari sudut pandang bunyi sila dalam Pancasila, maka terlihat bahwa tidak ada satupun sila yang bertentang dengan kandungan QS. Al-Maidah: 49.

Sila pertama mengandung nilai religiusitas bangsa dan Negara Indonesia. Sila kedua mengandung sikap menjunjung sikap berkemanusiaan dan adab. Sila ketiga mengandung ketiadaan sikap diskriminasi. Sila keempat mengandung kesamaan hak. Dan sila kelima mengandung keadilan. Semua sila tersebut tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an, termasuk QS. Al-Maidah: 49. Sehingga Pancasila wajib dijaga, dipertahankan, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selamat hari lahir Pancasila! [] Wallahu A’lam.

Muhammad Alwi HS
Muhammad Alwi HS
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Konsentrasi Studi Al-Quran dan Hadis.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...