BerandaUlumul QuranHukum Membaca Surat-Surat Al-Qur’an Tanpa Berurutan

Hukum Membaca Surat-Surat Al-Qur’an Tanpa Berurutan

Bolehkah di dalam membaca surat Al-Qur’an, kita membacanya tidak sesuai dengan urutan yang ada di dalam mushaf? Semisal setelah selesai Surat Al-Baqarah bolehkah kita langsung loncat ke Surat An-Naba’, lalu kembali ke Surat Ali-Imran dan meloncat kembali ke Surat Ad-Duha? Atau seperti mengajarkan Al-Qur’an kepada anak kecil, yang seringkali dimulai dari An-Nas kemudian naik sampai Ad-Duha, dan tidak sebaliknya seperti seharusnya?

Prilaku-prilaku seperti ini mungkin dianggap biasa oleh sebagian orang dan jarang yang berpikir tentang bagaimana hukumnya. Padahal para pakar ilmu Al-Qur’an seperti Imam An-Nawawi dan Imam As-Suyuthi sempat mengulas permasalahan ini di dalam kitab mereka secara panjang lebar. Berikut penjelasan para ulama’ terkait menjaga urutan surat Al-Qur’an tatkala membacanya.

Baca juga: Hukum Membaca Surat-Surat Al-Qur’an Tanpa Berurutan

Hikmah Di Balik Keberadaan Urutan Surat

Imam An-Nawawi di dalam kitab At-Tibyan menyatakan, banyak ulama’ yang menyatakan bahwa ada hikmah di balik urutan surat-surat Al-Qur’an yang ditata sedemikian rupa sebagaimana yang ada di dalam mushaf yang kita terima sekarang. Oleh karena itu, maka sudah sepatutnya menjaga urutan-urutan tersebut tatkala membacanya. Kecuali ada dasar dari syariat yang membolehkannya seperti dalam masalah keutamaan membaca sebagian surat Al-Qur’an dalam keadaan tertentu.

Atas dasar kesimpulan di atas, Imam An-Nawawi lalu menyatakan beberapa poin hukum terkait membaca Al-Qur’an sesuai urutannya (At-Tibyan/76):

Pertama, disunnahkan membaca Al-Qur’an berdasar urutannya. Seperti usai membaca Al-Baqarah maka dilanjut Ali-Imran, berlanjut ke Al-Maidah, kemudian lanjut ke An-Nisa’ dan seterusnya. Tidak membaca dengan meloncat dari satu surat ke surat lain sesuka hati. Seperti setelah membaca Al-Baqarah lalu loncat ke Surat Ad-Duha, kemudian loncat ke Al-Maidah, dan seterusnya.

Kedua, kesunnahan di atas tidak hanya berlaku di saat membaca Al-Qur’an di luar salat. Namun juga berlaku di saat salat. Sehingga semisal salat di rakaat pertama membaca surat pendek berupa Surat Ad-Dhuha, maka di rakaat kedua membaca Surat Al-Insyirah. Bahkan Imam An-Nawawi meriwayatkan, sebagian ulama’ menyatakan kalau ada orang salat di rakaat pertama ia membaca Surat An-Nas, maka seharusnya di rakaat kedua ia membaca Surat Al-Baqarah.

Baca juga: 13 Tempat dalam Al-Qur’an yang Disunnahkan Baca Doa atau Wirid Khusus (Part 3)

Ketiga, kesunnahan membaca Al-Qur’an sesuai urutannya mengecualikan surat-surat yang memang ada anjuran dari syariat untuk dibaca di waktu tertentu. Sebagaimana di saat salat Subuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As-Sajdah di rakaat pertama dan Al-Qamar di rakaat kedua, dan di saat salat Sunnah rawatib sebelum salat Subuh dianjurkan membaca Surat Al-Kafirun di rakaat pertama dan Surat Al-Ikhlas di rakaat kedua.

Keempat, andai kata ada orang membaca surat-surat Al-Qur’an tidak sesuai urutannya, maka tindakannya tersebut tetap dihukumi boleh. Seperti membaca An-Nas di rakaat pertama salat lalu membaca Al-Ikhlas di rakaat kedua. Ada sebagian keterangan yang menyatakan bahwa sebagian sahabat membaca surat Al-Qur’an tidak sesuai urutannya. Namun cukup banyak juga ulama’ yang tidak menyukai hal itu.

Kelima, ulama’ bersepakat melarang membaca surat Al-Qur’an dengan cara terbalik. Yaitu dimulai dari akhir surat menuju ke awal surat. Seperti membaca Al-Fatihah dari ayat 7 menuju ke ayat 6, lanjut 5 dan seterusnya. Larangan ini disebabkan bahwa membaca Al-Qur’an dengan cara seperti ini dapat menghilangkan berbagai sisi keindahan Al-Qur’an serta hikmah keberadaan urutan ayat sebagaimana yang ada seperti sekarang.

Baca juga: Benarkah Mencium Mushaf Al-Quran Itu Bid’ah?

Keenam, mengajarkan anak kecil surat-surat pendek Al-Qur’an di mulai dari An-Nas dan naik menuju Ad-Dhuha, tidaklah termasuk menyalahi kesunnahan membaca Al-Qur’an sesuai urutannya. Sebab proses pengajaran surat-surat pendek itu mempertimbangkan tahapan-tahapan belajar anak dan terjadi dalam beberapa hari. Selain itu, cara tersebut justru membuat anak semakin cepat dalam menghafal surat-surat pendek (At-Tibyan/77).

Berbagai uraian di atas menunjukkan kepada kita, membaca Al-Qur’an berdasar urutan surat yang ada di dalam mushaf tidaklah wajib. Namun juga tidak boleh diabaikan begitu saja. Sebisanya urutan-urutan tersebut harus kita jaga meski pada saat di dalam salat.  Wallahu a’lam bishshowab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...