Beberapa ulama meyakini bahwa mengusap kepala dalam wudu dapat digantikan dengan mengusap serban yang sedang dipakai di kepala. Hal ini didasarkan riwayat hadis yang menceritakan bahwa Nabi pernah wudu dan mengusap serban beliau tatkala sampai waktunya mengusap kepala. Namun banyak ulama menolak pendapat itu dan menjelaskan, bahwa maksud hadis tersebut bukanlah mengusap serban dapat menggantikan mengusap kepala. Berikut penjelasan lengkap tentang hukum mengusap serban:
Mengusap Serban dalam Wudu
Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki (QS. Alma’idah [5]: 6).
Berkaitan dengan ayat di atas, Imam al-Razi di dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa menurutnya mengusap serban yang sedang dipakai di kepala tidak dapat menggantikan kewajiban mengusap kepala dalam wudu. Sebab hal itu menyalahi firman Allah dalam ayat di atas yang mengharuskan mengusap kepala dalam wudu. Sementara mengusap kepala tidak sama dengan mengusap serban.
Mengenai riwayat hadis yang menyatakan bahwa Nabi mengusap serban, al-Razi menanggapinya dengan adanya kemungkinan saat itu Nabi tidak hanya mengusap serban dengan air saja, melainkan mengusap sebagian kepala secukupnya lalu membuat usapan sampai ke serban beliau (Tafsir Mafatih al-Ghaib/5/487).
Baca juga: Cara Mengusap Kepala yang Benar saat Wudu
Hal senada juga disampaikan oleh al-Jashshash dalam Ahkam al-Qur’an. Ia menyatakan, maksud firman Allah tentang mengusap kepala ialah membuat air mengenai kepala. Sementara surban bukanlah kepala. Selain itu, andai mengusap serban dapat menjadi ganti dari mengusap kepala, tentu riwayat hadis tentangnya akan disampaikan oleh banyak jalur periwayatan (mutawatir) sebagaimana dalam persoalan kewajiban mengusap kepala dan persoalan mengusap sepatu dapat menggantikan kewajiban membasuh kaki dalam wudu.
Berbeda dengan mengusap serban, meski dapat menjadi keringanan banyak orang Arab yang memang tradisinya memakai surban di kepala, riwayat hadis tentang mengusap serban diriwayatkan oleh sanad yang agak membingungkan. Sehingga tidak bisa disejajarkan dengan riwayat hadis tentang kewajiban mengusap kepala dalam wudu, yang tidak hanya sahih, tapi juga diriwayatkan secara mutawatir (Ahkam al-Qur’an/5/340).
Sebagai mazhab fikih yang dianut mayoritas muslim di Indonesia, Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa mengusap serban tidak dapat menggantikan mengusap kepala. Namun hal itu bukan berarti mengusap serban tidak disyariatkan. Imam al-Nawawi menjelaskan, apabila seseorang tidak hendak melepas serban yang ia pakai, entah itu karena adanya uzur atau tidak, maka mengusap kepala dapat dilakukan cukup dengan mengusap jambul atau rambut di dahi. Ia juga disunahkan menyempurnakan usapan dengan meneruskan usapan sampai ke serban.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Kesunahan Menyela Jari-Jari dalam Wudu
Kesunahan hukum mengusap serban tersebut berlaku entah apakah serban tersebut dipakai dalam keadaan suci maupun dalam keadaan hadas. Dan hukum mengusap peci serta penutup kepala perempuan juga disamakan dengan hukum mengusap serban.
al-Nawawi juga menyinggung hadis yang digunakan ulama yang menyatakan mengusap serban dapat menggantikan kepala. Yaitu hadis yang diriwayatkan dari ‘Amr ibn Umayyah bahwa ia berkata:
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَخُفَّيْهِ
Saya (‘Amr) melihat Nabi salallahualaihi wasallam mengusap serban dan dua sepatunya (HR. Bukhari)
al-Nawawi menyatakan bahwa hadis di atas disampaikan secara ringkas saja, dalam artian sebenarnya ada redaksi mengusap jambul disana. Hadis tersebut disampaikan secara ringkas untuk menunjukkan kesunahan menyempurnakan usapan kepala dengan ikut serta mengusap serban. Buktinya, dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi mengusap jambul serta serban tatkala wudu (al-Majmu’/1/406-409).
Baca juga: Pernah Dilakukan Sahabat, Ini Kriteria Tidur yang Tidak Batalkan Wudhu
Imam al-Mawardi dalam al-Hawi al-Kabir menyatakan, mayoritas ulama meyakini bahwa mengusap serban tidak dapat menggantikan kewajiban mengusap kepala dalam wudu. Sedang yang menyatakan cukup diantaranya adalah Imam Ahmad, al-Tasauri, al-Auza’i dan Ibn Jarir al-Thabari dengan beberapa syarat tertentu (al-Hawi al-Kabir/1/703).
Penutup
Kesimpulan dari berbagai uraian di atas adalah menurut mayoritas ulama, mengusap penutup kepala tidak dapat menggantikan kewajiban mengusap kepala dalam wudu. Namun disunahkan mengusap penutup kepala sebagai bentuk penyempurna dari mengusap kepala. Wallahu a’lam[]