BerandaTafsir TematikTafsir AhkamHukum Minum Obat Penunda Haid demi Haji Lancar

Hukum Minum Obat Penunda Haid demi Haji Lancar

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima dan hukumnya wajib dikerjakan bagi muslim yang mampu. Termasuk dari tujuh rukun haji adalah tawaf ifadah atau aktifitas mengelilingi Ka’bah yang terdapat di dalam Masjidilharam.

Pelaksanaan tawaf ini dilakukan sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari hajar Aswad. Sedangkan syarat untuk melakukan tawaf adalah suci dari hadas kecil dan hadas besar. Ini menjadi kekhawatiran bagi wanita yang hendak berhaji apabila nantinya ia mengalami haid di masa-masa sedang mengerjakan ibadah haji. Ia tidak akan leluasa melaksanakan rentetan amalan-amalan haji baik yang wajib maupun yang sunah, termasuk tawaf ini.

Seiring berkembangnya dunia medis dan melaui proses riset yang telah dilakukan oleh para ilmuan, akhirnya ditemukan obat atau pil yang digunakan untuk menunda haid seperti obat Primolut N. Obat ini merupakan obat perangsang yang diberikan kepada pasien yang mempunyai gangguan terhadap haid dan juga digunakan dalam rangka kepentingan-kepentingan tertentu seperti haji, puasa, dan lain sebagainya. Lantas bagaimana hukumnya meminum obat penunda haid demi agar ibadah hajinya lancar?

Tinjauan secara fikih dan medis

Dikutip dari  sidang  fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Hukum Mengonsumsi Obat Penunda Haid pada 12 Januari tahun 1979. Dalam fatwa ini, MUI menjelaskan bahwa mengonsumsi obat penunda haid untuk bisa lancar melakukan ibadah haji hukumnya mubah (boleh). Hal ini karena ibadah haji adalah kewajiban sekali seumur hidup yang memiliki syarat-syarat tertentu. Salah satunya adalah suci dari haid.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Membaca Alquran Ketika Haid, Bolehkah?

Dalam tinjauan usul fikih, terdapat kaidah yang menjelaskan mengenai kemudahan dalam melaksanakan ibadah ketika dihadapkan dalam kesulitan:

المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

Adanya kesulitan akan memunculkan kemudahan.

Dapat dipahami dari kaidah di atas, bahwa wanita yang sedang haid tentu akan mengalami kesusahan ketika beribadah haji, maka hukum dari mengkonsumsi obat penunda haid dapat dibenarkan (mubah). Hal ini juga berdasarkan fiman allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 185.

 يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

Baca juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 222: Tuntunan Alquran Memperlakukan Perempuan Haid

Menurut Muhammad Sulaiman Al-Asyqar dalam Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir, diksi “kemudahan” (اليسر) bermakna kemudahan dan tanpa adanya kesusahan pada dalam segala urusan agama. Rasulullah juga senantiasa mengarahkan kepada umatnya untuk memberi kemudahan dan melarang memberi kesulitan, sebagaimana sabda beliau:

«يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا»

Permudahlah dan jangan mempersulit. Berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari.

Mengkonsumsi obat penunda haid untuk keperluan berhaji juga dibenarkan oleh Yusuf Qardhawi. Dalam kitab Fatawa alMua’shirah, ia berpendapat bahwa dalam Alquran belum ada ayat yang menjelaskan masalah penunda haid ini secara khusus. Berdasarkan kandungan Q.S. Al-Baqarah ayat 185, Yusuf al-Qardawi membolehkan perempuan mengkonsumsi obat penunda haid.

Tetap harus memperhatikan arahan ahli medis

Akan tetapi, hukum kebolehan mengkonsumsi obat penunda haid tentu harus memenuhi syarat tidak boleh sampai membahayakan diri dan harus mendapatkan izin dari dokter. Ini mengingat obat penunda haid termasuk obat yang tidak disarankan oleh dokter untuk dikonsumsi ketika tanpa ada alasan yang kuat sebagaimana dikutip dari Alodokter.com.

Baca juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 222: Benarkah Makna Haid itu Kotoran?

Hal ini karena jenis obat penunda haid tersebut dapat menimbulkan beragam efek samping, seperti mual dan muntah, sakit kepala, nyeri payudara, perubahan suasana hati, peningkatan berat badan. Oleh karenanya, tidak semua wanita diperbolehkan menggunakan obat-obatan ini, terutama ibu menyusui atau yang sedang menderita kondisi medis tertentu, seperti kanker payudara, perdarahan pada vagina, stroke, gangguan jantung, gangguan pembekuan darah, dan  gangguan ginjal.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 195:

وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ

Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.

Apabila ditinjau dari kaidah fikih, ayat di atas sejalan dengan kaidah:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain.

Baca juga: Revolusi Ibadah Haji: Dari Paganis Menuju Islamis

Dapat diambil kesimpulan dari uraian di atas bahwa mengkonsumsi obat penunda haid untuk tujuan beribadah haji diperbolehkan dengan syarat tidak membahayakan diri sendiri.

Kriteria tidak membahayakan diri sendiri tentu bisa diketahui dengan konsultasi kepada dokter untuk memastikan kondisi kesehatan. Tidak boleh hanya memperkirakan berdasarkan vonis sendiri, sehingga diharapkan ibadah tetap aman dan lancar dan yang terpenting tidak membahayakan kesehatan. Dengan bekal kesehatan tentunya seseorang akan lebih mudah dan semangat dalam melaksanakan ibadah. Wallahua’lam.

Kholid Irfani
Kholid Irfani
Alumni jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU