BerandaTafsir TematikIbrah Surah Alfil: Iri dan Dengki Penyebab Kehancuran

Ibrah Surah Alfil: Iri dan Dengki Penyebab Kehancuran

Surah Alfil merupakan salah satu surah yang paling awal diturunkan. Surah yang berisi lima ayat ini termasuk golongan surah makiyah yang karakternya ringkas, mudah dibaca, dan mudah menarik perhatian pembaca.

Ulama tafsir menegaskan, meskipun ayat-ayat dalam surah makiyah pendek dan ringkas, tetapi menghadirkan pesan yang kuat dengan nada tegas kepada liyan. Dalam Surah Alfil terkandung kisah dan episode komunitas masa lalu. Mereka adalah masyarakat Makkah pra-Islam.

Satu pesan penting yang disampaikan dalam Surah Alfil adalah bahwa iri dan dengki merupakan penyakit hati yang dapat menghancurkan empunya. Kisah serangan Abrahah dan pasukan tentaranya terhadap Kakbah yang tesurat dalam Surah Alfil sangatlah populer dalam catatan sejarah. Dikutip dari Tafsir Ibnu Katsir, misi penyerangan ke Kakbah dilakukan Abrahah tidak lain karena kedengkian terhadap kesuksesan tempat ibadah itu yang menarik perhatian banyak orang untuk menziarahinya.

Dijelaskan dalam Tafsir al-Jalalain, Abrahah kemudian membangun sebuah gereja di Shan’a (Yaman) dengan tujuan untuk menandingi tempat ibadah yang berada di Makkah sana, supaya orang-orang berpaling dan tidak menziarahi Kakbah lagi.

Bangsa Arab menyebutnya dengan al-Qalis, karena bangunannya yang tinggi. Sebab, orang yang melihatnya akan mengangkat kepala sehingga qolansuwah (peci) mereka yang melihat bisa-bisa terjatuh karena mendongak terlalu tinggi.

Kecemburuan dan kemarahan Abrahah terhadap pesaingnya semakin kuat dan tak tertahankan. Dia semakin iri dengan Kakbah dan memutuskan untuk menghancurkannya sehingga orang tidak bisa lagi mengunjunginya.

Abrahah menyiapkan pasukan besar termasuk gajah dengan tujuan menanamkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Makkah dan menyebabkan kehancuran besar-besaran di Kakbah. Namun demikian, serangan mereka gagal karena Allah Swt. mengirimkan sekawanan burung yang membawa dan menjatuhkan batu api kepada mereka. Ini sebagaimana yang termaktub dalam Q.S. Alfil/105: 1-5,

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ ١ اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ ٢ وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ ٥

Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat) (Q.S. Alfil/105: 1-5).

Dalam Tafsir Kemenag dijelaskan bahwa Abrahah dan bala tentaranya bergerak menuju Kakbah dengan pasukan gajah untuk menakut-nakuti penduduk Makkah. Akan tetapi, Allah membinasakan mereka sebelum maksud jahat itu tercapai. Peristiwa Gajah ini menjadi suatu peristiwa yang paling terkenal di kalangan bangsa Arab, sehingga peristiwa ini mereka jadikan patokan tanggal bagi peristiwa-peristiwa lainnya.

Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar menyebutkan banyak yang tewas seketika karena serangan sekawanan burung yang membawa batu panas itu. Sementara beberapa berhasil melarikan diri kembali ke negara mereka, termasuk Abrahah. Meskipun selamat dari tempat kejadian, Abrahah mengalami rasa sakit yang luar biasa hingga meninggal tak lama kemudian karenanya.

Iri dan dengki sumber kehancuran

Baca juga: Kisah Pasukan Bergajah dan Burung Ababil dalam Surah Alfîl

Sifat iri dan dengki yang tertanam di dalam hati Abrahah terhadap kesuksesan pihak lain, dalam hal ini Kakbah telah mendorongnya untuk berbuat kejahatan dengan merusak bangunan tempat ibadah yang populer di Arab itu. Lebih-lebih kedengkian tersebut juga membuatnya tidak mampu melihat potensi lain dari negerinya yang mungkin lebih bisa dikembangkan, kendati bukan sama seperti sektor perdagangan dan pariwisata di wilayah Makkah.

Nasib buruk yang menimpa Abrahah telah menjadi pelajaran penting bagi kita bahwa penyakit iri hati dapat merusak pelakunya. Kita harus menghancurkan keirian dan kedengkian dalam hati sebelum penyakit itu menghancurkan kita.

Sifat hasad, baik iri maupun dengki adalah klaster penyakit jiwa yang paling parah dan memiliki dampak luar biasa, karena dapat menyebabkan dan mendatangkan bencana bukan hanya bagi orang lain, namun juga dirinya sendiri. Terkait ini, Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah yang berbunyi; Waspadalah kalian terhadap hasad (iri dan dengki) karena ia dapat menghabiskan kebajikan, seperti api menghabiskan kayu bakar (H.R. Abu Daud).

Nabi telah memperingatkan kita untuk menjauhi sifat hasad karena itu melemahkan jiwa, membahayakan, dan mengikis pahala-pahala amal saleh yang telah dilakukan.

Baca juga: Surah Annisa Ayat 32: Larangan Iri Hati Terhadap Orang Lain

Nasihat Imam al-Ghazali

Imam al-Ghazali mengatakan, hasad adalah sikap batin berupa ketidaksenangan terhadap kebahagiaan atau kesuksesan pihak lain dan berusaha untuk menghilangkannya. Dalam pengertian ini, orang yang memiliki kecemburuan di dalam hatinya mencerminkan ketidaksenangannya terhadap keputusan Allah Swt.

Pada hakikatnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Bidayatul Hidayah bahwa penyakit hasad mengakibatkan si penderitanya lelah, sebab kecemburuan yang mendalam dan terus menerus terhadap orang lain. Itu menjadikan pikiran dan hatinya tumpul karena selalu merasa resah oleh berkat yang diperoleh orang lain dari Allah Swt.

Lebih lanjut, Al-Ghazali menawarkan kepada kita obat untuk penyakit iri dan dengki. Beliau menasihati, ketika hasad memaksa seseorang untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang buruk, dia harus mengalahkan sifat tercela tersebut yang berada dalam dirinya. Dia harus berpikir bahwa sifat hasad hanya akan membuat dirinya tidak pernah puas. Dengan demikian dia dapat mengalahkan penyakit iri dan dengki, sehingga sifat hina tersebut tunduk dengan kecerdasan akalnya.

Q.S. Alfil memberikan pelajaran penting bahwa Abrahah sebagai simbol sifat hasad dalam hati mesti dihancurkan sebelum penyakit itu malah menghancurkan diri kita. Hendaknya kita menghindari sifat tercela yang menggerogoti hati itu. Kita harus ikut bahagia, bahkan lebih baik lagi jika turut mensyukuri nikmat yang didatangkan Allah untuk orang lain. Dengan begitu hati akan terasa tenang dan damai sentosa. Wallahu a’lam.[]

Baca juga: Penjelasan tentang Hati yang Sakit dalam Q.S. Albaqarah: 10

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...