Allah tidak hanya menguji manusia dengan kesulitan, tetapi juga dengan kemudahan. Kemudahan hidup, kekayaan, kesenangan, dan kemewahan yang terus-menerus dialami seseorang bisa jadi merupakan bentuk dari istidraj, terutama ketika semua itu membuat mereka semakin jauh dari Allah dan semakin sombong terhadap sesama manusia. Istidraj terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang terus melakukan dosa dan maksiat, tetapi mereka tetap mendapatkan nikmat dunia.
Nikmat yang diberikan ini bukanlah tanda cinta atau rahmat dari Allah, melainkan bentuk ujian. Sebagian manusia sering kali berpikir bahwa kesuksesan atau keberhasilan dalam hidup adalah bukti bahwa Allah merestui langkah-langkahnya. Padahal, jika tidak berhati-hati, itu bisa jadi adalah tanda istidraj. Kesuksesan yang tidak diimbangi dengan ketaatan kepada Allah justru bisa menjadi jalan menuju kebinasaan.
Peringatan Allah terhadap Istidraj
Allah berfirman dalam surah Al-An’am ayat 44 sebagai berikut.
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ ٤٤
Maka, ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan pintu-pintu segala sesuatu (kesenangan) untuk mereka, sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa (Q.S. Al-An’am [6]: 44).
Baca juga: Surah Ar-Ra’d Ayat 26: Rezeki Harus Diusahakan
Disebutkan dalam Tafsir Al-Misbah (4/97-98) bahwa kaum kafir itu enggan berdoa, bahkan hati mereka membatu. Tatkala mereka melupakan, yakni mengabaikan apa yang diperingatkan kepada mereka. Allah membukakan pintu-pintu segala sesuatu yang berkaitan dengan kesenangan dan gemerlap dunia untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira melampaui batas dan mereka merasa tidak butuh lagi kepada siapa pun, maka Allah siksa mereka dengan sekonyong-konyong, dengan demikian tidak ada lagi kesempatan bagi mereka untuk bertobat dan berdoa.
Ibnu Jarir Ath-Thabari (6/1014-1015) menjelaskan bahwa ayat ini mengisahkan tentang orang-orang yang melupakan peringatan Allah dan larut dalam kesenangan duniawi, sehingga Allah membiarkan mereka terus dalam kemaksiatan. Allah menunda hukuman bagi mereka sebagai ujian. Ketika mereka merasa aman dan menikmati semua karunia itu, Allah kemudian menyiksa mereka secara tiba-tiba, dalam keadaan lengah.
Baca juga: Surah Al-Baqarah Ayat 216: Yang Tidak Disukai Belum Tentu Tidak Baik
Apa yang diinformasikan ayat ini merupakan salah satu cara Allah menyiksa para pembangkang. Allah mencurahkan aneka kenikmatan kepada mereka dengan terbukanya pintu-pintu perbendaharaan Ilahi. Ia dibuka bukan untuk sementara tetapi terus menerus hingga mereka benar-benar bergelimang di dalamnya. Anugerah ini bukan nikmat, tetapi istidraj, yakni Allah mengulur-ulur mereka, sehingga mereka mencapai puncak kedurhakaan yang pada gilirannya menjadikan mereka wajar mendapat siksaan yang amat pedih.
Seperti yang disebut dalam ayat ini, di saat mereka merasa paling nyaman, azab Allah bisa datang kapan saja. Ini adalah peringatan yang sangat keras bagi kita semua. Bukan berarti setiap orang yang mendapatkan kenikmatan dunia sedang dalam istidraj, tetapi jika nikmat tersebut menjauhkan seseorang dari Allah Swt., maka ada baiknya kita mulai mempertanyakan apakah ini adalah berkah atau istidraj. Kesadaran spiritual yang tinggi adalah kunci untuk mencegah diri jatuh ke dalam jebakan ini.
Menghindari Istidraj dengan Kembali kepada Allah
Langkah utama untuk menghindari istidraj adalah dengan selalu mengingat Allah dan bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan. Kita harus senantiasa memeriksa diri kita sendiri, apakah nikmat yang kita terima mendekatkan kita kepada Allah atau justru menjauhkan kita dari-Nya.
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Jika kalian melihat Allah memberikan dunia kepada seorang hamba pelaku maksiat dengan sesuatu yang ia sukai, maka sesungguhnya itu hanyalah merupakan istidraj.” (H.R. Ahmad).
Baca juga: Keutamaan Syukur: Tafsir Surah Ibrahim Ayat 7
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu menjaga hubungan kita dengan Allah, memperbanyak istighfar, dan berusaha menjalankan perintah-Nya dengan sebaik-baiknya. Nikmat dunia memang bisa sangat menggoda, tetapi jika tidak disikapi dengan bijak, nikmat tersebut bisa menjadi malapetaka.