BerandaUlumul QuranKenali Dua Tipe Pembuka Surat Al-Quran dan Rahasianya

Kenali Dua Tipe Pembuka Surat Al-Quran dan Rahasianya

Kajian terhadap Al-Quran dari masa ke masa tidak pernah mengalami kekurangan pembahasan, justru terus berkembang. Hal ini dikarenakan Al-Quran dipandang sebagai korpus terbuka yang sangat potensial untuk menerima segala bentuk upaya eksplorasi kandungan Al-Quran, baik dalam bentuk pembacaan, penerjemahan, maupun penafsiran. Salah satu yang menjadi objek kajian tersebut adalah terkait proses pengungkapan fungsi dan rahasia yang terkandung dalam ragam pembuka surat Al-Quran.

Klasifikasi Pembuka Surat Al-Quran

Imam az-Zarkasyi dalam karyanya al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, membagi ragam tipologi pembuka surat Al-Qur’an menjadi 10 bagian. Namun, yang menjadi kajian pembahasan secara panjang lebar hanya pada tipologi yang pertama dan kedua. Oleh karena itu, artikel ini hanya mengurai terkait dua tipe pembuka surat Al-Qur’an, sebagaimana berikut:

Baca Juga: Ayat-ayat Spesial itu Dikenal dengan Huruf Muqattaah

  1. al-Istiftah bi al-Tsana’ (pembukaan dalam bentuk pujian)

Tipologi yang pertama ini menjelaskan terkait pembuka surat Al-Quran yang menggunakan bentuk redaksi pujian. Tipologi ini masih dibagi oleh az-Zarkasyi menjadi dua fungsi yaitu sebagai penetapan sifat pujian (itsbat li shifat al-madh), dan berfungsi sebagai bentuk penghilangan dan penyucian dari sifat-sifat kekurangan (nafy wa tanzih min shifat al-naqsh).

Contoh kategori pembuka surat Al-Quran yang berfungsi sebagai penetapan sifat pujian terhadap Allah antara lain adalah, pertama, pembukaan dengan redaksi alhamdulillah (الحمد لله), yang terdapat dalam lima surat, yaitu surat al-Fatihah, surat al-An’am, surat al-Kahfi, surat al-Saba’ dan surat Fathir. Kedua, pembukaan dengan redaksi tabaraka (تبارك), yang disebutkan dalam dua surat, yaitu surat al-Furqan dan surat al-Mulk.

Kemudian, terkait contoh kategori pembuka surat Al-Quran yang memiliki fungsi sebagai bentuk penyucian Allah dari sifat-sifat kekurangan yang disandarkan kepada-Nya antara lain, pertama, pembukaan surat dengan redaksi subhana (سبحان) dalam surat al-Isra’. Kedua, menggunakan redaksi sabbih (سبّح), sebagaimana dalam surat al-A’la. Ketiga, menggunakan redaksi sabbaha lillahi (سبّح لله), sebagaimana disebutkan dalam surat al-Hadid, surat al-Hasyr, dan surat as-Shaff. Keempat, dengan redaksi yusabbihu lillahi (يسبّح لله), yang terdapat dalam surat al-Jumu’ah, dan surat at-Taghabun.

Baca Juga: Bagaimana Tafsir atas Huruf Muqattaah?

  1. al-Istiftah bi Huruf al-Tahajjiy (pembukaan dalam bentuk huruf ejaan)

Bentuk kedua ini merupakan pembuka surat Al-Quran yang diawali oleh sebuah simbol berupa huruf-huruf ejaan hija’iyah yang terpisah atau lebih dikenal dengan istilah al-huruf al-muqaththa’ah. Terdapat 14 huruf yang digunakan sebagai pembuka surat Al-Qur’an, yaitu alif, ba’, mim, shad, ra’, kaf, ha’, ya’, ‘ain, tha’, sin, kha’, qaf, dan nun. Kumpulan huruf tersebut digunakan sebagai pembuka dalam 29 surat Al-Qur’an.

Semua huruf tersebut tersusun dalam beberapa varian bentuk, yaitu: (1) dalam bentuk satu huruf, seperti Shad (surat Shad), Qaf (surat Qaf), dan Nun (surat al-Qalam); (2) dua huruf, seperti Tha-Ha, Tha-Sin, Ya-Sin, dan Ha-Mim. Semuanya ditemukan dalam sepuluh pembukaan surat; (3) dua belas surat yang dibuka dengan tiga huruf muqaththa’ah, seperti Alif-Lam-Mim, Alif-Lam-Ra, dan Tha-Sin-Mim; (4) empat huruf, seperti Alif-Lam-Mim-Shad (surat al-A’raf), dan Alif-Lam-Mim-Ra (surat al-Ra’d); (5) lima huruf, seperti Kaf-Ha-Ya-‘Ain-Shad (surat Maryam), dan Ha-Mim-‘Ain-Sin-Qaf (surat asy-Syura).

Terkait pembuka surat yang menggunakan bentuk satu huruf, para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpandangan hal tersebut sebatas huruf biasa, namun terdapat juga yang menganggap bahwa itu bukanlah huruf, melainkan sebuah nama khusus untuk suatu hal tertentu.

Pandangan unik lainya adalah apabila sebuah surat diawali oleh satu huruf muqaththa’ah, maka isi surat tersebut berbicara terkait hal-hal yang berkaitan dengan huruf pembuka tersebut. Misalnya, dalam surat Qaf, karena diawali dengan Qaf, maka mayoritas pesan-pesan dalam surat tersebut tersusun dari huruf Qaf (al-kalimat al-qafiyah), seperti penyebutan tentang al-Qur’an, ar-Raqib, al-Muttaqin, al-Qatl, ar-Rizq, al-Qaum, dan lain sebagainya yang intinya huruf Qaf menjadi salah satu partikel unsur dari kalimat tersebut.

Baca Juga: Mengapa Surat At-Taubah Tanpa Basmalah? Begini Penjelasannya Dalam Tafsir Al-Mishbah

Pandangan Ulama Terhadap Huruf Muqaththa’ah

Para ulama berbeda pendapat dalam memandang dan memahami makna dari al-huruf al-muqaththa’ah. Semua perbedaan pandangan tersebut oleh Imam az-Zarkasyi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: pertama, kelompok ulama yang berpandangan bahwa makna al-huruf al-muqaththa’ah hanya diketahui oleh Allah. Sehingga mereka bersikap sebatas mengimani secara dzahir, dan menyerahkan kepada Allah terkait pemahaman kandungan makna huruf tersebut. Kelompok pertama ini biasanya menggunakan redaksi “Allah a’lam bi muradihi” dalam memaknai huruf muqaththa’ah.

Pandangan yang demikian mendapat kritik dari Imam ar-Razi dan beberapa ahli kalam. Hal ini dikarenakan tidak mungkin Allah memerintahkan manusia untuk mentadabburi Al-Quran, sedangkan mereka sendiri tidak mampu memahami makna kata dari ayat Al-Quran tersebut.

Kemudian, kelompok kedua adalah mereka yang berpandangan bahwa makna dari al-huruf al-muqaththa’ah dapat dipahami dengan berbagai perbedaan perspektif pemahaman. Berbagai perbedaan pendapat tersebut telah menghasilkan dua puluh macam bentuk interpretasi terhadap al-huruf al-muqaththa’ah. Dalam hal ini, penulis tidak akan mendeskripsikan semua macam pandangan tersebut, dikarenakan media yang terbatas ini.

Beberapa pandangan dari kelompok kedua ini antara lain yaitu: pertama,  pandangan Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setiap huruf muqaththa’ah tersebut terambil dari nama-nama sifat Allah. Contohnya seperti kalimat alif laam mim (الم), alif-nya bermakna Allah, laam-nya dimaknai lathif (Yang Maha Lembut), dan mim-nya diartikan majid (Yang Maha Mulia).

Kedua, dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa alif laam mim (الم) merupakan singkatan dari ana Allah a’lam (Allah Maha Mengetahui), alif laam mim shad (المص) bermakna ana Allah afshal (Allah Maha Menentukan), dan alif laam ra’ (الر) dimaknai sebagai singkatan dari ana Allah ara (Allah Maha Melihat).

Ketiga, terdapat ulama yang berpandangan bahwa pada saat proses penurunan wahyu, kaum Arab saat itu tidak mendengarkan wahyu Al-Qur’an yang turun kepada mereka dengan sungguh-sungguh, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Fussilat [41]: 26. Oleh karena itu, kemudian Allah menurunkan wahyu dalam bentuk huruf muqaththa’ah supaya orang-orang Arab saat itu takjub. Sehingga dengan ketakjuban tersebut mengakibatkan mereka tertarik dan lebih mendengarkan terhadap pesan-pesan Al-Qur’an yang disampaikan Nabi.

Keempat, sebagai bentuk pemberitahuan bahwa Al-Quran pada mulanya tersusun dari huruf seperti alif, ba’, dan seterusnya. Sehingga sebagian Al-Qur’an ada yang dalam bentuk huruf ejaan terpisah, dan ada juga yang telah tersusun rapi dalam bentuk kalimat. Hal ini berfungsi untuk memberi tahu kaum Arab saat itu bahwasanya Al-Qur’an turun sesuai dengan bahasa mereka, yang juga tersusun dari kumpulan huruf.

Sebagai tambahan, Theodore Noldeke memandang bahwa ragam huruf muqaththa’ah ini bukanlah bagian dari ayat Al-Qur’an, melainkan hanya berupa inisial dari nama-nama penulis wahyu pada masa pra-kodifikasi mushaf utsmani. Misalnya, kalimat “alif-lam-ra” merupakan bentuk inisial dari nama Abdullah ibn Zubair. Kemudian, huruf “shad” inisial untuk Hafshah, “kaf” untuk Abu Bakar, dan “nun” untuk Utsman ibn ‘Affan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa setiap pembuka surat Al-Qur’an memiliki fungsi dan tujuan tertentu. Terkait pembuka surat dalam bentuk huruf muqaththa’ah, para ulama masih berbeda pendapat dalam memaknainya. Hal ini dikarenakan tidak adanya penjelasan Nabi terkait hal tersebut, sehingga mengakibatkan para ulama berijtihad sesuai kemampuan masing-masing. Karena hasil ijtihad ulama, maka hasil interpretasi tersebut bisa benar dan juga bisa salah. Wallahu A’lam

Moch Rafly Try Ramadhani
Moch Rafly Try Ramadhani
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU