BerandaTafsir TematikKesamaan Puasa Umat Nabi Muhammad dan Umat Sebelumnya

Kesamaan Puasa Umat Nabi Muhammad dan Umat Sebelumnya

Allah membuka firman-Nya tentang kewajiban puasa Ramadan dengan mengaitkan puasa Ramadan dengan puasa umat terdahulu. Allah menyatakan telah mewajibkan puasa Ramadan sebagaimana ia diwajibkan pada umat sebelum umat Nabi Muhammad. Hal ini memancing diskusi diantara ahli tafsir. Siapakah umat terdahulu yang dimaksud dalam firman Allah? Di manakah letak kesamaan puasa Ramadan umat Nabi Muhammad dengan umat sebelumnya? Apakah hal itu menunjukkan bahwa sebelum Nabi Muhammad juga terdapat bulan Ramadan? Atau kesamaan tersebut hanya terdapat pada model ibadahnya saja? Berikut penjelasan ulama tentang ini:

Puasa Ramadan dalam Syariat Nabi Terdahulu

Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah [2] :183).

Di dalam ayat di atas, Allah menerangkan bahwa Dia telah mewajibkan puasa Ramadan sebagaimana puasa orang-orang terdahulu. Siapakah yang dimaksud orang terdahulu tersebut? Imam al-Alusi menjelaskan bahwa ada tiga pendapat terkait hal ini. Bila melihat ayat tersebut secara umum, yang dimaksud umat terdahulu adalah paranabi dan umat mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad. Ibn Abbas serta Mujahid meyakini bahwa mereka adalah ahli kitab. Sedang al-Hasan dan al-Sadi meyakini bahwa mereka adalah orang-orang Nasrani (Tafsir Ruhul Ma’ani/2/121).

Baca Juga: Penjelasan tentang Puasa Umat-Umat Terdahulu dalam Berbagai Kitab Tafsir

Ibnu al-Arabi dalam Ahkamul Qur’an mengkritik pendapat yang menyatakan bahwa umat terdahulu yang dimaksud adalah seluruh manusia sebelum Nabi Muhammad. Sebab sebelum Nabi Muhammad, menjaga mulut dari perkataan kotor di dalam puasa, adalah suatu kewajiban yang dapat membatalkan puasa. Sedang dalam syariat Nabi Muhammad tidak sampai membatalkan puasa. Ibnu al-Arabi juga menyatakan bahwa pendapat yang paling mendekati kemungkinan benar adalah yang menyatakan bahwa mereka orang-orang Nasrani (Ahkamul Qur’an/1/139).

Lalu apa kesamaan puasa umat Nabi Muhammad dengan umat terdahulu? Ulama juga memberikan pendapat yang berbeda-beda. Ada yang berpendapat sama dalam waktu pelaksanaannya, ada yang berpendapat sama dalam jumlah harinya, ada yang berpendapat sama dalam syarat serta kewajibannya, dan ada yang menyatakan sama dalam beberapa atau kesemua hal tersebut (Ahkamul Qur’an/1/139).

Hanya saja, dalam beberapa keadaan telah terjadi perubahan-perubahan yang membuat puasa umat terdahulu terkesan berbeda dengan puasa umat Nabi Muhammad. Imam al-Razi menjelaskan, orang-orang Nasrani dahulu berpuasa di bulan Ramadan. Namun karena suatu saat bulan Ramadan bertepatan dengan musim panas, maka mereka memindah puasa ke bulan lain. Selain itu, seiring berjalannya waktu dan keyakinan, puasa mereka yang sebelumnya berjumlah 30 hari sedikit demi sedikit ditambahi sehingga menjadi 50 hari (Tafsir Mafaatiihul Ghaib/3/83).

Imam al-Qurthubi memberikan keterangan hampir sama dengan yang disampaikan al-Razi. Al-Qurthubi menyatakan, puasa Ramadan pernah disyariatkan kepada Nabi Musa dan Isa. Hanya saja orang-orang yahudi dan Nasrani kemudian merubah jumlah dan waktunya. Tradisi puasa orang-orang Nasrani sempat dilakukan di awal-awal Islam, sebelum kemudian dihapus dan mulai diberlakukan puasa Ramadan (Tafsir al-Qurthubi/2/274).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Tiba Ramadhan, Ini Hukum yang Belum Bayar Utang Puasa

Kesimpulan

Terlepas dari berbagai perbendaan pendapat mengenai umat yang dimaksud ‘umat sebelum umat Muhammad’ dalam ayat tentang puasa; hal-hal tentang kesamaan puasa umat tersebut dengan puasa kita, Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’anul Adhim menjelaskan, adanya redaksi “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu” menunjukkan bahwa umat muslim memiliki suri tauladan dalam melakukan puasa, yaitu umat sebelum Nabi Muhammad. Sehingga sudah seharusnya umat muslim terdorong untuk menjalankan puasa lebih baik daripada puasa umat terdahulu (Tafsir Al-Qur’anul Adhim/1/497). Wallahu a’lam bishshowab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...